enam

585 76 12
                                    

Gue udah resah menunggu Nino yang sampai sekarang belum datang-datang juga. Udah jam 7 malam, sejaman lebih sudah gue menunggu dan lo tau kan gimana rasanya menunggu? Menyiksa cuyy. Gue udah resah banget, gue takut, Nino gak datang, dia lebih memilih pacar wanita jalangnya ketimbang gue.

Argggggghhhh, gue menggerutu, serasa gue ingin menguyah Nino hidup-hidup. Gue paling benci untuk orang pengecut yang taunya hanya ngumbar janji doang, gak tau nepatinnya, pembual.

Semenit-dua menit rasanya sangat lama banget berlalu. Gue gak tau, gimana bisa mastiin Nino beneran akan datang. Gue gak punya kontak dia atau apapun yang bisa menghubungkan gue dengan dia.

Gue sempat berfikir, apa gue ke kos-kosan itu lagi kali yah. Kali ini gue akan menyeretnya datang bersama gue. But, bukankah itu terlalu gila?

Ini udah malam, sudah seharusnya kos-kosan itu akan banyak penghuninya. Apakah gue gak akan bikin malu emak-bapak gue sebagai pemilik kos-kosan yang baru jika gue berbuat sebar-bar itu?

Gue harus menahan diri, gue menunggu sejam ke depan mungkin juga gak papa.

Jam 8 malam, apartemen gue masih sepi. Gak ada yang nekan bel, gak ada yang ngetok pintu, bahkan handphone gue aja krik-krik gak ada notif apa-apa yang membuat gue makin kesepian, makin resah.

Gue menghela nafas, duduk bersila diatas sofa sembari menenangkan pikiran gue. Gue berusaha bersabar sedikit lagi, seharusnya gue masih punya kesempatan walau sekarang sudah mendekati pukul 9 malam.

Tiga jam menunggu, itu sudah sangat luar biasa bagi gue yang pada akhirnya gue udah kehilangan kesabaran dan gue memutuskan mengikuti kegilaan gue. Gue akan datang ke kos-kosan itu dan menyeretnya kemari, tak peduli jika gue mempermalukan emak-bapak gue.

Sebelum gue melakukan kegilaan itu, pintu apartemen gue ada yang ketuk. Gue udah tersenyum lebar, dalam hati gue berteriak kegirangan karena seharusnya itu Nino. Gak mungkin emak-bapak gue. Gue juga gak mesan apa-apa dan makan malam gue, udah gue bawah dari rumah tadi, gak mungkin itu kurir.

Gue membuka pintu, wajah sumringah gue berubah menjadi cemberut saat melihat siapa di depan pintu. Ternyata teman gue, Andi. Ngapain dia kemari di malam minggu gini? Bukannya dia hoby kelayapan?

Dia langsung masuk begitu pintu terbuka tanpa gue persilahkan. Dia sama sekali tak pandai membaca raut muka gue yang tak mengharapkan kehadiran dia.

"Ngapain?" Gue bertanya saat dia dengan santainya masuk ke kamar gue dan duduk di meja komputer gue.

Andi gak menjawab seolah tanpa ia jawab pun, gue udah tau sendiri jawabannya.

"Tumben lo gak malam mingguan?" Gue bertanya kembali.

"Gue baru putus sama pacar gue." Jawabnya yang sekarang bermain game online di komputer gue.

"Perasaan lo baru jadian seminggu yang lalu?" Tanya gue lagi. Teman gue ini emang playboy sih, padahal dia gak cakep-cakep amat. Cuman ngandelin isi dompet dia plus mulutnya yang pinter banget ngegombal. Ia juga selalu membanggakan keperkasaannya dia.

"Udah gue pake, gak aktraktif orangnya, gak seru." Jawabnya yang langsung gue geplak kepalanya.

"Setan!!!!"

"Sakit, anying!!!" Keluhnya mengelus kepalanya yang emang seharusnya sakit.

"Lo sendiri gimana sama pacar baru lo?" Tanyanya kemudian.

"Hah?" Gue gak ngerti dari mana dia dapat informasi kalo ada pacar. Gue gak tau, siapa lagi biang kerok penyebar gosib tak benar itu. "Siapa?"

"Pacar elo, siapa lagi" Jawabnya.

Be My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang