Jadi gini yah rasanya punya pacar?
Not only about sex, but sesimple gue bisa memeluk dia atau gue bisa berada di pelukannya, itu feelnya udah sesuatu banget untuk gue.
Gue bisa bersandar di dadanya ketika gue memerankan karakter cowok lemah lembut ataukah gue bisa menyediakan dada gue untuk ia sandari dikala gue memerankan karakter cowok strong. Indahnya dunia per-homo-an.
Malam ini, mungkin gue memerankan karakter cowok lemah lembut, gue butuh sandaran, gue butuh tubuhnya untuk gue peluk. Gue relain membuang duit yang mungkin bisa gue dapetin dari live streaming yang seharusnya gue lakuin malam ini. But gue masih terlalu malas beranjak dari keintiman ini.
Nino berbaring di samping gue, gue bersandar di dadanya, memeluk tunuhnya sembari tangan gue bermain dengan area yang bisa saja menjadi area sensitif bagi seorang pria. Area apakah itu? Yup, gue mainin pentil dia yang menonjol bak biji ketumbar? Terlalu kecil gak sih biji ketumbar itu? Mmm spill gak yah?
Kan pentilnya doang, jangan melunjaklah, area privatnya biar gue doang yang nikmatin.
Gue memainkan pentil Nino, enak aja gitu ditoel-toel, padat dan menegang. Gue pernah baca, salah satu ciri kalo laki-laki itu horny adalah putingnya yang menegang. Kek ibarat Konn kecil kali yah.
"Bas, jangan mulai Bas yah kalo lo belum siap." Ucap Nino mengangkat kepalanya, melihat apa yang gue lakuin. Tapi gue gak perduli, wangi tubuh Nino seakan telah membuat otak gue sakau yang tadinya hanya ingin peluk-pelukan, sekarang ingin lebih. Belum lagi, bulu-bulu dari selangkangan Nino yang menjalar vertikal naik hingga ke bawah pusarnya, membuatnya terlihat sangat seksi. Dan tangan gue rasanya kagak puas sebelum membelainya.
"Gue peringatin lagi Bas yah, sekali lagi lo lakuin, lo udah taukan apa yang akan gue lakukan?" Ucapnya kembali. Gue hanya menatapnya, seakan gue tak peduli dengan itu. Tangan gue lebih nakal hingga mengelus kontolnya yang tercetak sempurna di balik celana yang ia gunakan.
Gue membuka kancing celananya, membuka resletin dan menurunkannya hingga sepahanya dia. Sekarang gue bisa melihat bentukan kontol besarnya dibalik celana dalamnya, melintang hingga menyentuh tulang pinggulnya. Gue turunin celana dalamnya, mata gue terbalalak serasa menjumpai pemandangan yang menakjubkan.
"Hai, Jono. Long time no see you." Gue menyapa si dedek berkulit gelap berambut tebal, berkepala jamur dengan bibir kemerahan.
"Anjing lo Bas." Selah Nino mendengar gue menyapa dedek kecilnya. Eh tapi kan gak kecil yah.
"Kenapa Jono?" Tanyanya.
"Punya gue Joni, pasangan dia sudah seharusnya namanya Jono."
"Asem!!!" Serunya.
Gue menyentuh benda panjang, besar nan berurat itu. Baru melihatnya saja, liur gue udah meleleh seolah ditangan gue itu adalah sebuah makanan yang sangat lezat yang meminta gue segera mencicipinya.