05. ARUNA ATAU STARLA?

8.2K 867 31
                                    

Holla, guyssss 💋

Siapa aja yg masih menunggu cerita Devan dan Starla?

Absen dulu Devan dan Starla udah sampai mana aja?

Bantu aku ramaikan cerita ini yuk, kamu cuma perlu vote dan komentar disini.

Happy reading🖐🏼

⚛⚛⚛

Devandra melepaskan jas merah maron yang ia kenakan seharian ini. Tepat pukul sepuluh malam ia tiba di rumah. Seharusnya ia bisa hadir acara makan malam itu, namun Devandra tidak ingin bertemu Aruna.

Selepas mengantar Starla, Devandra mampir ke rumah Yehezkiel. Bermain bersama Hana dan Habel, anak kembar dari sahabatnya itu yang baru berusia tiga tahun.

“Dari mana saja?” tanya Adryan.

“Dari kantor,” jawab Devandra. “Kirain sudah tidur.”

“Lusa Papi dan Mami yang bakal anterin Cemara,” kata Adryan lalu duduk pada sofa  yang berhadapan dengan Devandra. “Kamu ada yang nggak diceritakan sama Papi?”

“Nggak ada, kenapa? Papi kangen, ya,” goda Devandra.

Adryan berdecak kesal. “Soal Starla. Kamu nggak lagi ngerencanain sesuatu untuk dapatin dia, kan?”

“Nggak ada,” jawab Devandra.

“Bohong,” tangkas Adryan.

“Starla sudah tunangan.”

“Bagus kalau kamu sadar diri. Jangan buat Mami marah. Kamu juga punya Aruna. Jangan buat dia sedih,” pungkas Adryan memperingati anaknya.

Setelah mengatakan demikian, Adryan menaiki anak tangga ke lantai dua untuk istirahat. Rasanya cukup menasihati Devandra. Pria itu sudah dewasa, dia akan paham dengan sendirinya. Devandra menatap punggung lebar yang perlahan hilang. Ia tidak bisa menjamin untuk tidak menyakiti Aruna ataupun Mami-nya.

Devandra memutuskan untuk pergi ke kamar Cemara, mengunjungi adik kecilnya yang sebentar lagi akan ke Jogja melanjutkan kuliah kedokterannya. Besok dan lusa nanti Devandra akan sangat sibuk di Perusahaan, makanya ia menyempatkan diri untuk bertemu Cemara.

“Cemara...,” panggilnya. Gadis itu tersenyum sumringah mendengar suara Devandra, ia segera membuka pintu untuk Kakaknya.

“Dari mana saja!” cecar Cemara yang hanya berakting saja. “Jahat banget nggak ikut makan malam.”

“Masih ada kerjaan di Kantor. Kamu belum tidur?” Devandra masuk ke kamar dengan nuansa yang sangat feminim. Ia duduk pada ranjang besar di sana.

“Kak, tadi Una kayaknya nangis, deh,” ujar Cemara.

“Kenapa?”

“Mungkin ada ucapan Mami yang menyinggung perasaannya,” tebak Cemara.

“Mami sempat ajak ngobrol di taman belakang.”

Devandra diam. Lalu beberapa saat kemudian, ia memilih keluar dari kamar adiknya. Ia akan pergi ke apartemen Aruna, menemui gadis itu tentu saja.

***

Aruna duduk di balkon apartemen bersama Adzana, sahabatnya. Gadis itu sedang dalam mode galau. Setelah kembali dari rumah kekasihnya, Aruna menangis, sakit hati dengan perkataan Helsa. Aruna tahu, sejak awal Helsa tidak menyukainya. Dan ini semua sudah pasti karena Kanaya yang mengompori wanita itu.

“Lo kenapa nggak telpon Devan saja, sih! Marahin aja anaknya,” kata Adzana.

“Lo pikir, dengan gue cerita sama Devan, dia bakal ngamuk-ngamuk sama keluarganya? Nggak, Zana! Devan itu sayang banget sama keluarganya, apalagi sama Maminya itu,” ketus Aruna.

“Kalau bukan karena  kontrak gue yang belum habis, gue mungkin udah nikah sama dia,” lanjut Aruna.

Jika Adzana ada di posisi Aruna, maka ia akan memilih memutuskan kontrak itu. Walaupun di denda. Wanita manapun akan mau menikah dengan pria seperti Devandra. Tampan, mapan, sayang keluarga, dan satu lagi; tidak sembarangan sama perempuan.

Bunyi pintu apartemen yang terbuka membuat Aruna dan Adzana melempar pandangan ke belakang. Devandra datang, karena hanya dia yang tahu pasword pintu.

“Aruna...,”

Benar sudah dugaan mereka. Aruna segera menghampiri kekasihnya itu. Dan Adzana akan bersiap-siap pulang. Ia tidak mau menjadi nyamuk disini.

“Kalau udah sama pacarnya, gue dilupain,” sindir Adzana melihat Aruna sudah bergelayut manja dalam pelukan kekasihnya.

“Lo mau pulang?” tanya Aruna.

“Menurut lo, gue bakal jadi nyamuk?” timpal Adzana kesal.

“Mau kita anterin?” tawar Devandra.

“Nggak usah, gue bawah mobil,” pungkas Adzana. “Ya udah, selamat pacaran.”

“Kabarin kalau sudah sampai rumah,” pekik Aruna.

Adzana berlalu dari hadapan pasangan kekasih itu. Ia sangat paham dengan keduanya. Aruna dan Devandra jarang sekali bertemu. Semenjak awal pacaran, Devandra berada di Kanada, dan hanya beberapa kali saja Aruna mengunjunginya. Dan lagi, setelah tiba di Indonesia, Aruna terlihat sangat sibuk. Tidak masalah bagi Devandra, karena Aruna mengerjakan apa yang ia suka.

“Kenapa tadi nggak jadi ikut makan malam?” tanya Aruna, mengajak Devandra duduk pada sofa di ruang tengah.

“Dari makam Eyang, balik lagi ke kantor. Ada sedikit urusan,” kata Devandra berbohong.

“Sudah makan?”

“Belum, Na. Aku tadi langsung ke sini.”

Satu yang tidak pernah Aruna sadari. Devandra belum pernah memanggilnya dengan sebutan Sayang atau panggilan kesayangan seperti pasangan kekasih lainnya.

“Mau aku order pizza?”

Devandra mendengkus pelan. “Kamu lupa aku alergi keju.”

“Maaf, Sayang. Maafin aku, ya?” Aruna merayu dengan pelukan-pelukan manjanya.

Devandra tersenyum samar. Banyak hal yang tidak diketahui Aruna tentang dirinya. Satu tahun ini tidak cukup membuat Aruna mengenal Devandra dengan baik.
Status pacaran hanya pajangan, pikir Devandra.

***

“Kita bakal buat perayaan untuk menyambut kerja sama ini.”

Wajah Devandra berseri. Pagi ini Damian membawa kabar bahagia kepada atasannya itu. Kontrak kerja sama antara Lingga Grup dan Andrean Corp sudah ditandai tangani. Charlos menyetujui kerja sama itu. Perusahaan tersebut akan memakai seluruh jasa mereka.
Juna tidak pernah melihat Devandra sebahagia ini mendapatkan proyek. Hanya sebuah hotel di Dubai. Juna penasaran apa yang membuat sahabat sekaligus atasannya seperti sekarang.

“Sebelum perayaan itu, mari kita minum sesuai janji gue tempo hari,” sambung Juna.

THE PERFECT SECRET LOVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang