VI

188 36 8
                                    

Italic untuk flashback

25 Tahun yang lalu

Sore itu Choi Mujin barusaja selesai merayakan ulang tahunnya bersama teman se kelasnya di kampus. Ia baru menginjak usia 20 tahun, usia yang cukup dewasa dan bisa lepas dari title remaja tanggung. Pada dasarnya tidak ada yang istimewa dari seorang Choi Mujin, ia hanyalah anak orang kaya pada umumnya yang suka hura-hura dengan dalih menikmati masa muda. Setidaknya ia benar-benar hidup dengan baik, tidak kekurangan uang dan kasih sayang.

Orang tuanya bergelut di dunia fashion, mereka telah meluncurkan beberapa brand yang mampu bersaing dengan brand-brand luar negri. Dan Choi Mujin sedikit memiliki keunikan, karena pria itu justru lebih tertarik dengan seni melukis dibanding harus menggeluti Passion yang sama dengan orang tuanya.

Keanehan mulai dirasakan Mujin kala ia memasuki rumah mewahnya yang nampak sepi dari biasanya. Ia bahkan tidak mendapati pelayan yang biasa menyambut kedatangannya di rumah itu.

Dirinya yang bingung memilih untuk melanjutkan perjalanannya menuju lantai atas, di mana kamarnya berada. Ia menaiki tangga dengan cepat dan setengah berlari sambil memainkan kunci mobilnya.

Di perjalanan menuju kamarnya ia berpapasan dengan dua orang pria berpakaian rapi. Mujin meliriknya sekilas, memperhatikan kedua orang itu yang tidak lain adalah Yoon Byunghoon dan Yoon Jisook. Mujin membungkukkan badannya memberi salam dan kedua pria itu hanya mengangguk tipis. Ia mengenal kedua orang itu sebagai rekan bisnis ayahnya, jadi Mujin tidak memiliki kecurigaan atas keberadaan mereka di rumahnya.

Mereka berlalu begitu saja, sedangkan Mujin justru terpaku di depan ruang kerja ayahnya, sambil menatap pelayan di rumahnya yang tengah memegangi sang ayah yang sedang sekarat. Wanita paruh baya itu menoleh pada Mujin sambil menangis, ia kemudian bergegas menghampiri ayahnya yang kejang-kejang sambil mengeluarkan busa dari mulutnya.

Mujin terhenyak dari lamunannya tentang masalalu saat telapak tangan Jiwoo menyentuh wajahnya yang gusar. Nafasnya memburu dan tubuhnya bereaksi karena jantung yang memompa darah begitu cepat. Tangannya masih berada di atas kanvas, melukis sebuah bulan purnama dengan latar senja yang merah gelap.

Jiwoo tersenyum tipis, ia mendudukan diri di atas pangkuan pria itu. Jiwoo mengerutkan dahinya dan memperhatikan lukisan Mujin yang belum selesai. Pria itu terdiam, hatinya bergejolak dengan dendam dan rasa iba yang saling berperang dalam dirinya.

Keturunan Yoon Byunghoon berada di depan matanya, namun ia tidak melakukan apapun untuk membalaskan dendamnya selama ini. Mujin malah memeluk tubuh Jiwoo dan mendekapnya dengan erat sambil memejamkan kedua matanya.

"Aku tidak tahu kau bisa melukis." Jiwoo berujar sambil menatap takjub pada lukisan kekasihnya.

Mujin tidak menjawab, pria itu malah menjatuhkan dagunya pada bahu milik Jiwoo dan menciumi leher wanita itu dengan intim.

"Kapan kau sampai?" Tanya Mujin, Jiwoo terkikik geli karena janggut pria itu menggelitik kulit lehernya. Tangannya berusaha menjauhkan kepala Mujin dari lehernya, namun pria itu semakin menempelkan wajahnya di area itu.

"Geli~" Rengek Jiwoo dengan wajah yang memerah sempurna, karena tidak tahan dengan suara rengekan wanita itu, Mujin pun menghentikan aksinya. Ia kemudian mengajak Jiwoo untuk pergi dari tempat dirinya melukis dan membawa wanita itu ke atas sofa besar di kamarnya.

"Beritahu aku, kenapa kau datang tanpa mengabariku?" Tanya pria itu lagi, ia menatap Jiwoo dengan serius dan membuat Jiwoo menatapnya dengan heran. Sadar karena terlalu tegas, dan mungkin membuat Jiwoo takut, ia pun mencoba melunakkan wajahnya dan memberikan senyum tipis miliknya pada Jiwoo.

Shangri-La (Mujin - Jiwoo) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang