Sepulang sekolah, mereka mampir terlebih dulu ke minimarket. Membeli banyak makanan serta minuman untuk konsumsi nanti di Villa sana. Bahkan Mute mengabadikan momen mereka berbelanja untuk dicatat ke dalam buku hariannya. Bahwa hari ini Greenie memutuskan mengajak mereka healing ke Villa bernuansa alam. Biasanya setiap kali mereka jalan-jalan, Angie-lah yang selalu mentraktir bahkan mengajak. Sangat langka apabila Greenie si anak tunggal kaya mengajak mereka jalan-jalan.
"Lo udah dapet ide tentang pembuatan novel yang dipinta bu Lina?" tanya Mute kepada Cia.
Cia yang asik memilih berbagai jenis snack hanya menggeleng tak peduli. Makanan nomor satu, tugas nomor dua. Ia akan memikirkan ide untuk garapan novelnya nanti setelah selesai berbelanja.
"Lo udah, Ni?" Mute bertanya kepada Greenie.
Greenie yang sangat menyukai pelajaran Bahasa Indonesia mengangguk semangat. Saat bu Lina menugaskan, bahkan akan menerbitkan salah satu karya anak-anak kelas menjadi buku. Ia sudah mendapatkan ide apa yang akan ia garap menjadi sebuah novel. Kesempatan emas untuk Greenie mencapai cita-cita yang ingin memiliki buku hasil karangannya sendiri.
"Udah, dong," ujar Greenie dengan sombong.
Sementara Mute hanya mengangguk mengiakan. Ia tidak bertanya lagi, apalagi kepada Angie. Ia sudah bisa menebak jawaban apa yang akan Angie berikan. Saat sedang sibuk memilih berbagai jenis makanan, tiba-tiba saja ponsel Greenie berdering menandakan ada panggilan masuk.
Greenie meminta izin terlebih dulu kepada ketiga sahabatnya untuk menjawab telepon dari Dias. Kebetulan saja pemuda itu menelepon sebelum Greenie mengajak putus karena lama tidak berkabar.
"Kemana aja kamu? Seminggu enggak bales chat, ditelepon enggak pernah angkat. Terus apartemen juga berantakan. Kamu masih hidup, 'kan?" Bukannya bersalam manis, justru Greenie malah menyemprot Dias dengan berbagai kata sarkas.
Dias yang sudah lama mengenal Greenie hanya tertawa di seberang telepon sana. Alis Greenie mengerut mendengar suara berisik dari seberang telepon, seperti suara motor.
"Maaf, Sayang. Lagian aku udah izin ke kamu, kok. Bahwa seminggu ini aku habis touring sama temen-temen motor sekalian sunmori." Dias menjelaskan dari seberang telepon sana.
Kerutan di dahi mengedur mendengar penjelasan tersebut, tetapi yang dipermasalahkan ialah mengapa harus tidak mengangkat telepon bahkan chat pun tidak dibalas. Menambah pikiran negatif Greenie saja.
"Lain kali bales chat meski singkat. Biar aku tahu keadaanmu, kalo mau selingkuh juga bilang. Enggak usah main api!" Greenie mengucapkan kalimat itu dengan sinis, sedangkan Dias malah tertawa mendengar kata-kata Greenie seperti sebuah lelucon. Padahal aoa yang dikatakan oleh gadis itu merupakan ancaman.
"Ya sudah nanti aju hubungi lagi dan nantikan kita buat ketemu," ujar Dias dari seberang telepon sana.
"Enggak bisa. Aku mau healing, jangan ganggu," kata Greenie, spontan langsung memutuskan panggilan secara sepihak.
***
Sesuai dengan janji yang sudah disepakati, mereka berempat berencana pergi ke Villa tersebut pukul 07.00 WIB dengan memakai mobil van milik paman Angie, bahkan Angie meminjam beserta sopirnya. Hari ini sekolah sedang ada rapat, sekaligus diliburkan. Membuat mereka nekat melakukan healing ke Villa. Mereka juga tidak perlu khawatir, karena jika waktu liburan habis, maka ada surat izin yang Angie buat untuk sekolah.
Hampir memakan lebih dari empat jam, akhirnya Greenie bisa bernapas lega melihat Villa dengan arsitektur gaya Eropa di depan mata. Sebuah Villa yang bernama Harummanis, tempat istirahat serta berlibur sang kakek dulu. Empat jam dalam mobil disertai oleh kemacetan lalu lintas, membuat Greenie hampir tercekik. Sangat suntuk dan pengap, ia tidak menyangka bisa menghabiskan waktu sebanyak itu. Padahal dulu, ia rasa untuk sampai di Villa tidak harus menempuh waktu empat jam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Fantasi Greenie || END
FantasyA story Hasnabillah Firdha Zany "Semua yang tidak bisa dilihat oleh mata telanjang, ternyata benar adanya."