Greenie menatap kosong ke arah tiga gadis di depannya. Kini posisi mereka sedang berada di danau halaman istana. Saling berbicara memperjelas hubungan mereka. Namun, bukannya menjadi jelas, justru malah kacau.
"Lo tahu apa, hah? Kenapa lo jadi gini?" Cia membentak, sudah muak dengan sikap Angie yang makin hari makin semena-mena.
Greenie ingin melerai, tetapi Angie malah mendorong tubuhnya menjauh. Hampir membuat ia tersungkur mengenai batu yang ada di dekat danau itu. Ia meringis merasakan perih di sikunya.
"Dan gue tahu lo, 'kan, yang ambil buku itu. Lo kemanain itu buku?!" teriak Cia begitu emosi.
Sedari tadi mereka bicara memakai nada tinggi, Angie malah tidak merespons apa pun.
Tetap bungkam menerima perlakuan sahabatnya yang menggoyangkan tubuhnya.
"Udah guys! Jangan berantem!" teriak Greenie menatao sendu kepada ketiga sahabatnya. "Kalian tidak pantas pulang, lebih baik kalian mati di sini," ujar Angie dengan nada penuh
penekanan.
"Gila lo! Semenjak lo kenal putra mahkota, lo malah jadi gila kayak gini," ujar Mute.
Bersiap mendorong tubuh Angie.
Namun, dengan sigap Angie menahan lengan Mute. Mencengkeram dengan kasar, sehingga membuat Mute meringis menahan kesakitan di telapak tangannya. Sungguh, tenaga Angie sangat kuat sekali, telapak tangan Mute terasa remuk.
Cia yang melihat Mute kesakitan mulai membantu melepaskan cengkeraman Angie dari telapak tangannya. Tak sampai di situ saja, Angie malah mendorong tubuh kedua gadis itu dengan kasar sampai tersungkur di tanah.
Greenie yang hanya melihat, merasakan hawa yang terasa aneh. Bahkan asing, sekilas ia melihat sekelebat bayangan hitam yang sempat melewati ke arah mereka. Ia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang terjadi, alis Greenie mengerut melihat warna mata Angie berubah menjadi gelap.
"Dia bukan Angie," gumam Greenie.
Tubuh Greenie sontak saja langsung beranjak, memeluk kaki Angie yang akan meninggalkan danau itu. Sementara Angie, berusaha menyeret kakinya meskipun dipeluk erat oleh Greenie, bahkan tak segan gadis itu menendang wajah Greenie.
"Greenie!" Cia dan Mute berteriak melihat Greenie terkapar setelah ditendang oleh Angie. "Hidung lo berdarah, Enni," ucap Mute begitu panik.
Greenie meraba hidungnya, rasa perih menjalar ditulang hidung. Tendangan kaki Angie begitu kuat, kekuatannya seperti laki-laki. Sungguh, Greenie merasa bahwa itu bukan Angie, melainkan orang lain. Greenie sangat yakin dan bisa menjamin hal itu.
"Angie bener-bener!"
Cia mengumpati Angie dalam hati. Ia merasa bahwa hubungan persahabatan mereka sudah retak sedari kemarin. Sejak mereka memperdebatkan soal buku yang bisa menolong mereka untuk kembali.
***
Sementara di sisi lain, Abraham serta Airleen tampak mengawasi kantor kepala kepolisian. Gelang yang memiliki tindik berwarna oren hanya dipakai oleh seorang kepala. Mereka menantikan kehadiran sang kepala di kantor tersebut. Namun, orang yang mereka tunggu sampai sekarang tidak menunjukkan batang hidungnya.
Hal itu membuat Airleen merasa bosan, bahkan ia sam sekali tidak bisa melacak keberadaan si lelaki tua itu oleh sihir yang dipunya. Seolah-olah orang yang sedang diburu oleh Airleen dan Abraham tahu. Lama menunggu, akhirnya seorang lelaki berpakaian khas kepala kepolisian dengan rambut hitam klimis memasuki ruangan tersebut.
Airleen serta Abraham sontak saja langsung beranjak dari duduk, menodongkan pedang mereka ke arah kepala kepolisian tersebut. Bahkan Airleen biaa merasakan sihir yang kuat dalam tubuh kepala kepolisian.
"Kau ditangkap Tuan Yuzaq. Bukankah kau tahu bahwa sihir dilarang digunakan di dalam istana?" Airleen mengulas senyum penuh arti, mencengkeram kuat dagu lelaki tua itu.
"Jika kalian ingin menangkapku, tolong sertakan buktinya. Jika kalian tidak menemukan bukti, maka tuduhan yang kalian lakukan sama saja seperti pencemaran nama baik!"
Abraham mengulas senyum sinis, merasa benci pada orang yang paling sok setelah ditangkap. Seharusnya dalam posisi seperti ini, mereka ketakutan akan hukum yang berlaku. Namun, sepertinya itu tidak berlaku bagi Yuzaq.
"Jangan coba-coba memakai sihirmu itu untuk kabur," ujar Airleen menatap tajam ke araj Yuzaq. Ia bisa merasakan betapa kuatnya sihir yang dimiliki oleh Yuzaq, ia hampir kewalahan menahan serta mengendalikannya.
"Kau dihukum Yuzaq, atas kasus pelanggaran janji yang dibuat dalam istana!"
Suara Rathore selaku raja menggelegar di sudut ruang kepolisian itu. Airleen serta Abraham terkejut melihat kehadiran Rathore bersama Gerild, pasti sang kakak sudah memberitahu apa yang sudah terjadi. Untung saja sibur yang dimiliki oleh Yuzaq bisa dikendalikan oleh Rathore meski dalam waktu sekejap saja. Jika dalam kurun waktu lama, kemungkinan tenaga yang dimiliki akan menurun.
"Sesuai dengan hukum yang berlaku, kau akan di eksekusi hukuman mati. Penyihir seperti dirimu tidak pantas ada di dunia ini!" bentak Gerild menarik kerah baju Yuzaq, menyeret tubuh lelaki paruh baya itu memasuki lebih dalam penjara bawah tanah. Tempat di mana mereka sering melakukan penyiksaan pada pelaku kriminal.
"Apa ini sudah selesai?" tanya Abraham kepada dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Fantasi Greenie || END
FantasyA story Hasnabillah Firdha Zany "Semua yang tidak bisa dilihat oleh mata telanjang, ternyata benar adanya."