Persimpangan

14.2K 292 23
                                    

Brak....

"Aduhhhh..." aku mengadah begitu merasakan sakit di area bokongku.

Mataku secara spontan melihat ke seisi ruangan. Aku berada di kamar, sendirian. Bukannya tadi aku dan Aidil tengah...

Atau jangan-jangan tadi itu mimpi?

"Sial, mana sakit banget," gerutuku sambil mengusap bagian belakangku yang terasa ngilu akibat benturan. Sepertinya aku tadi bermimpi dan terjatuh dari ranjang, hasilnya bokongku mendarat di ubin yang keras.

Meski kesal, aku bersyukur karena yang tadi itu mimpi. Bayangkan kalau yang tadi itu adalah nyata, tak terukur betapa malunya aku ketika tau kalau Aidil ternyata memergoki aku tengah menontonnya dirinya yang tengah melakukan onani. Pria normal mana yang suka melakukan hal itu? Bangsat! Sebenarnya ada apa dengan diriku? Di dalam mimpiku, meski ragu aku mengakui perasaanku pada Aidil.

Gila! Itu sungguh bodoh, aku masih waras. Tak mungkin aku menyukai seorang pria kan? Mustahil, aku ini seorang pria metroseksual bukan seorang gay!

Ketika hendak bangun dari posisiku, sebuah suara membuat fokusku teralih. "Kenapa Kang? Saya sampai ngagebeg tadi pas denger Kang Jo teriak."

Siapa lagi? Orang dengan suara itu adalah Aidil. Wajahnya nampak seperti baru bangun tidur, sepertinya dia terbangun karena suaraku. Memang sejak jatuh tadi aku menggerutu kesal.

Sialnya, begitu mataku tertuju pada Aidil aku malah mematung karena melihat pria itu bertelanjang dada. Sungguh indah sekali, tubuh Aidil bak di pahat oleh sang dewa itu sendiri. Sebentar, ya Tuhan kenapa lagi-lagi aku bersikap aneh!?

"Kang?"

Aku dengan cepat menggeleng mengusir pikiran-pikiran aneh di kepalaki. Ingat Jordi, lo datang ke sini buat nyari jawaban atas kekosongan di dalam diri lo, bukan malah berubah jadi penyuka sesama jenis!

Dapat kulihat Aidil terheran menatapku, Tuhan kenapa dia tampan sekali? "E-ehem."

"Mau saya ambilin air putih Kang?" tanya Aidil sambil mendekat ke arahku, kali ini terlihat khawatir. Mungkin dia khawatir kalau tamu yang mondok di rumahnya ini kenapa-kenapa. Andai Aidil tau kalau aku bersikap aneh karena gejolak perasaan tabu di hatiku terhadapnya apa Aidil akan menjauhiku?

"B-boleh Dil."

Aidil tersenyum, setelah mengatakan sepatah kata padaku dia kemudian berbalik untuk mengambilkanku air putih hangat.

"Ini Kang, mimpi buruk ya Kang?" tanya Aidil usil sambil menyodorkan gelas berisi air hangat padaku.

Mimpi indah Dil... Eh-

Sial, untung aku mengucapkannya dalam hati. Berabe kalau sampai ucapan itu terdengar Aidil. Apa katanya nanti?

Dengan perasaan canggung karena begitu dekat dengan Aidil di mana jarak kami hanya terhalang satu balok kayu, aku kemudian mengambil gelas itu dan meminum air di dalamnya.

"Makanya Kang, kalau tidur berdoa dulu," kata Aidil sambil terkekeh, dia manis sekali kalau sedang seperti itu.

Pipiku memerah layaknya tomat, aku sudah seperti perawan baru kasmaran. Bayangkan saja seorang pria bertubuh layaknya model iklan susu protein tersipu malu karena ejekan pria lain. Bukanka pemandangan itu agak sedikit menggelikan?

"Gue nggak tau Dil," kataku jujur, aku memang tak tau di agamaku apakah ada doa tidur atau tidak. Jangankan untuk tau itu, ke gereja saja aku tak pernah.

"Loh?"

Aku memilih membuang muka karena memang kalau urusan yang begitu aku ini nol besar. "Dah, jangan di bahas."

Kejantanan Ustad AidilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang