"Gimana Dil?"
"Enak Kang."
Aku tersenyum begitu melihat Aidil makan dengan lahap. Posisi kami saat ini berada di salah satu daerah tinggi di Kota Bandung, tepatnya kawasan wisata ciwidey. Tiupan udara dingin membuat tubuhku rasanya menggigil, saat melih ponselku terlihat kalau suhu di sini berada di titik 8 derajat celcius, wajar bukan kalau aku kedinginan?
Beruntungnya, di tengah jalanan yang cukup padat karena memasuki akhir pekan aku dan Aidil melihat seorang penjual cuanki Bandung. Paduan hangatnya cuanki dan teh hangat menjadi perpaduan yang pas untuk menjadi penghangat tubuh kami berdua.
"Saya nggak tau kalau Bandung sedingin ini Kang," kata Aidil sambil meniup-niup telapak tangannya.
"Ya kalau di kotanya panas Dil, kebetulan kalau di sini kan dataran tinggi jadi wajar kalau suhunya rendah. Apa lagi tadi habis ujan, jadi ya gini, dingin sampai ke tulang-tulang."
Aku menatap mangkok Aidil yang sudah tak bersisa. "Mau lanjut perjalanannya? Apa istirahat dulu?"
Aidil yang tadinya jongkok kemudian berdiri. "Lanjut aja Kang, dingin."
Singkatnya aku dan Aidil kembali melanjutkan perjalanan kami untuk sampai di resort yang sudah aku pesan sebelumnya. Destinasi wisata awal kami adalah berendam air panas, tubuhku rasanya ingin segera nyemplung dan merasakan hangatnya mata air alami. Kebetulan resort tempat aku menyewa kamar juga menyediakan fasilitas pemandian air panas yang dibuka untuk umum.
Selain kedinginan, aku juga merasa sangat lelah karena menyetir jauh dari tempat tak di ketahui di ujung selatan Provinsi Jawa Barat sampai ke pusat pemerintahan Kota Bandung. Tubuhku rasanya mau hancur, berjam-jam aku menyetir sendirian karena Aidil masih belum bisa mengemudi.
"Masih jauh ya Kang?"
Aku membalas Aidil dengan sebuah senyuman. "Bentar lagi, 1 km."
"Maaf ya Kang, saya udah numpang malah nggak berguna."
Entah refleks atau apa, tanganku malah jatuh di atas tangan Aidil dan mengusap pelan punggung tangan pria itu. "Nggak apa-apa Dil, kan gue yang ngajak."
Seperdetik kemudian aku sadar dan otomatis menjauhkan tanganku dari Aidil. Dapat kulihat raut wajah Aidil juga nampak canggung dan dia memilih membuang muka melihat ke arah pemandangan dari jendala mobil di sampingnya.
Singkatnya, setelah melalui suasana canggung tadi kami berdua sampai di resort tempat kami akan menginap hari ini. Aku dan Aidil sama-sama diam dan tak membahas soal yang terjadi tadi di mobil.
Begitu keluar dari parkiran, aku segeran beranjak ke lobby untuk check in. Namun, saat aku mencari keberadaan Aidil pria itu tak ada di belakangku. Alhasil, setelah mengisi data diri aku mencari keberadaan Aidil tapi nihil dia tak ada di parkiran.
"Kang! Ayo sini cepet, airnya anget," teriak sebuah suara yang amat familiar di telingaku.
Tuhan, aku cari ke mana-mana ternyata dia malah ada di sini. Aidil malah sudah asik berendam di kolam, dia juga memamerkan kehebatannya dalam berenang dalam berbagai gaya. Meski begitu, entah kenapa aku malah senang bisa melihat sisi lain dari Aidil.
Sebelum masuk ke kolam, aku memungut kaos yang Aidil tinggalkan sembarang lalu membungkusnya untuk aku bawa ke loker. Kami sedang berada di tempat umum, jadi tak bisa seenak jidat menyimpan baju di mana saja.
Setelah menyimpan semua barangku, aku beranjak kembali ke kolam utama untuk menyusul Aidil yang masih merasakan euforianya. Belum sempat aku sampai, dari jarak yang cukup jauh aku melihat sosok Aidil tengah tersenyum sambil melambaikan tangannya padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kejantanan Ustad Aidil
Roman d'amourJordi pria metroseksual yang lelah dengan kehidupannya selama ini, dia punya segalanya, uang, sex, wanita, ketampanan, dia nemiliki semua itu. Namun, Jordi merasa ada lubang yang sangat di dalam hinggap di relungnya. Jordi sadar, gemerlap mewahnya d...