Four

421 68 28
                                    

Sekitar 1 jam lebih 5 menit waktu penerbangan, akhirnya keduanya sampai. Semarang menjadi tempat kedua terpanas setelah ibu kota, rasanya seperti sinar matahari berada dekat diatas kepala---sedikit mendramatisir memang.

Turun dari pesawat Lintang mengikuti Kei yang berjalan duluan, dengan membawa 2 tas milik Lintang---gitu-gitu Kei baik lho, tidak tahu si gimana dalam hatinya kemungkinan Kei sedang menahan marah mengingat Lintang kalau jalan seperti simulasi siput.

"Bantuin ngga si."

Lama-lama Lintang kasihan sama Kei, kelihatan kerepotan banget, belum lagi Kei menggendong satu tas miliknya sendiri di depan. Memang Kei itu terniat, segala bawa barang banyak, padahal cuman jemput Lintang doang lho.

"Udah, bantu doa aja supaya nanti Jagat ngga nyusulin kamu."

Mau heran tapi ini Kei, sepupunya ini suka memancing keoverthingkingan Lintang. Pura-pura tidak denger deh.

Kei melirik Lintang yang tiba-tiba bungkam, cowok itu tersenyum menang.

"Kalau dari awal takut kenapa dilakuin, aku memang ngga begitu kenal Jagat. Tapi dari cerita kamu, dia itu tipe cowok yang ambisius. Apapun yang dia mau, gimana pun caranya bakal dia dapetin."

Semua orang tau itu, apalagi kalau ini menyangkut soal Lintang.

Lintang berdecak malas, mencoba mengontrol diri supaya tidak terpancing omongan Kei ini.

"Udah lah, bahas dia mulu. Pulang-pulang, capek aku."

Lintang sengaja melewati Kei. Masa bodo dengan barang miliknya, Lintang mendahului Kei masuk ke dalam mobil jemputan milik neneknya.

hah ...

Tubuh Lintang bersandar nyaman pada kursi mobil, matanya terpejam merasakan sensasi dinginnya AC. Untuk sejenak Lintang bisa melupakan Jagat, biarkan saja toh Lintang memang perlu waktu untuk sendiri.

Tenang, tidak ada pertengkaran, tidak ada kesalah pahaman ... tidak ada Jagat.

Ya, Lintang sudah lama mengidam-idamkan momen ini.

⛤⛤⛤

"Jagat, nak. Hei stop!"

"Apa Ma!"

Tanpa sadar Jagat menyentak cekalan tangan Sheril  pada lengannya. Keterkejutan nampak jelas pada raut wajah wanita tersebut.

Jagat yang kalap bisa melupakan segalanya, termasuk Sheril-Mamanya sendiri.

"Ada apa, hm. Kenapa marah?" Sheril berusaha sabar, menanyakan Jagat sepelan mungkin terbukti bisa membuat putranya itu luluh.

Menggeleng, tubuh Jagat meluruh. Kedua tangannya terkepal diatas kepala, memukul-mukul bagian itu dengan keras. Sesuatu pasti terjadi, Sheril percaya itu. Hanya ada satu hal yang membuat Jagat menjadi seperti ini.

"Lintang, dia pergi Ma."

Dugaanya benar, Sheril menatap putranya sedih. Mau sampai kapan ketergantungan Jagat pada Lintang ini berlangsung. Ini karena Sheril terlalu memanjakan Jagat. Andai saja waktu bisa diulang, Sheril tak akan mengizinkan Lintang masuk lebih jauh kekeluarganya.

Bunyi notifikasi dari ponsel Jagat membuat kedua atensi orang itu teralihkan, buru-buru Jagat mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana. Ternyata aplikasi GPS milik Lintang yang sengaja Jagat pasangkan pada ponsel miliknya kembali tersambung, itu berarti sang pemilik telah mengaktifkan kembali ponselnya.

Jagat tersenyum mengetahui fakta itu.

"Ma benar kan, mau sejauh apapun Lintang pergi, Jagat bisa susul dia untuk kembali."

Jagat LintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang