Masih belum merasa ngantuk juga, Lintang guling-guling tidak jelas diatas kasurnya. Gimana ya, rasanya tidak nyaman aja, gara-gara kepanasan padahal AC udah dinyalakan, suhunya bisa kali saingan sama kutub sangking dinginnya. Lebay memang.
"Kei." Lintang mengetuk keras diatas ranjangnya, dimana dibalik tembok sana terhubung langsung dengan kamar Kei.
"Hemmm." Kei merespon setengah sadar.
Ah masa bodo, Lintang nekat keluar dari kamar, tujuannya ya mau cari udara segar. Ketimbang menggangu Kei yang lagi dimode ngantuk-ngantuknya, Lintang memilih mandiri alias pergi sendiri.
Lintang sengaja pergi mengendap-endap, takut ketahuan nenek Esi, alamat deh tidak mungkin dibolehkan pergi kalau begini. 5 menit adalah waktu yang cukup menyiksa bagi Lintang, pake segala tahan napas, tapi akhirnya berhasil keluar juga.
Berbekal ponsel dan uang yang ada dibalik casenya, Lintang kepikiran untuk beli es krim di mini market. Jaraknya lumayan lah, harus keluar dari perumahan dulu baru bisa sampai.
Lewat ponselnya, waktu menunjukan pukul 11 malam, pantas lagi sepi-sepinya Lintang sat-set mengambil apa yang dia butuhkan, "Terima kasih." selesai bayar lalu keluar dengan langkah ringan.
"Lintang?" Tiba-tiba suara berat khas cowok mengintrupsinya, cukup terkejut mengetahui bahwa ternyata dari tadi Lintang jalan tidak sendiri.
Berbalik, Lintang mendapati si pemilik suara kini memamerkan senyumannya.
"Ternyata bener itu kamu, gimana kabarnya?"
Benar Lintang tidak salah lihat kok, "Loh Bimo."
Menyengir, Bimo peka mengambil langkah maju untuk bisa lebih dekat dengan Lintang, untuk meyakinkan Lintang.
"Ngapain?" Lintang balik tanya, bukannya menjawab pertanyaan Bimo sebelumnya.
"Aku, pindah ke sini."
Dan selanjutnya percakapan antar teman satu sekolahannya pun berlanjut, Lintang jadi tau bahwa kepindahan Bimo bertujuan untuk kuliah disini, di Universitas dimana Lintang juga akan melanjutkan jenjangnya. Kayaknya bakal ada part 2 Bimo dan Lintang menjadi teman satu angkatan.
Cukup lama terlibat percakapan, Lintang sampai tidak sadar es krim yang dibelinya sudah mencair, ditambah malam yang makin larut. Mobil yang mengawasi dua remaja itupun tak kunjung juga enyah, melihat kedekatan itu sang pemilik dibuat semakin marah terbakar api cemburu.
"Berani banget kamu," geramnya.
⛤⛤⛤
Kalau saja dari awal Jagat tau tujuannya mengawasi akan jadi sesakit ini, Jagat yakin untuk mengurungkan niatnya itu. Kenapa sulit sekali, sesulit saat Jagat menahan emosinya untuk tidak menghajar cowok yang bersama Lintang tadi. Bimo, kenapa cowok ingusan itu bisa sampai sini, dari gelagatnya ketahuan banget Bimo naksir Lintang.
"Apa sih!" Disaat-saat seperti ini, ada aja yang bikin Jagat tambah emosi. Dering ponselnya mengganggu bersama dengan si penelepon.
"Jagat."
"Apa sialan!"
Kurang ramah dan kelewat ngegas, sapaan Nando ternyata terlalu basa-basi. Laki-laki yang berada diseberang telepon sana urung untuk menanyakan kabar Jagat.
"Anu, gue disuruh sama tante Sheril, lo langsung istirahat aja kalo udah sampe."
Tut.
Panggilan diputus sepihak oleh Jagat, rasa lelah baru dirasa setelahnya, masih ada hari esok kan? Jagat tidak perlu buru-buru untuk menyerang Lintang. Rencana yang ia susun matang-matang harus berjalan lancar, pelan tapi pasti. Tanpa sadar Jagat melenguh membayangkan Lintangnya kembali bergantung padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jagat Lintang
RomanceNormalnya, jika suka maka menjaga, jika cinta pasti saling percaya. Bukannya mengekang apalagi menjerat sedemikian eratnya. Tidak perlu dijelaskan panjang lebar, Jagat dan Lintang ada diposisi dimana teman tapi rasa pacar, tetapi apakah teman akan s...