Sebuah Misi

30 14 17
                                        

Karya :Ra_Yuniii

☘︎
☘︎

🐣Happy reading!🐣
--------------------------------

Suara bariton menggema di penjuru ruangan bernuansa cream. Setiap alunan penjelasan yang disampaikan di depan kelas terdengar mengerikan, bahkan terkesan membosankan.

Pak Ilham salah satu guru Fisika yang terkenal killer di SMA Shincan tidak akan segan memberikan hukuman pada siapa saja yang ketahuan tidak memperhatikan materi. Hal itu tentu membuat siapa saja terpaksa fokus ke depan, meski banyak yang menguap dan mata terasa berat. Belum lagi tatapan Pak Ilham yang menusuk mampu menciutkan keberanian untuk tidur saat KBM tengah berlangsung.

Sama halnya dengan Yuni yang kini tengah menatap lurus. Namun, bukan untuk menyimak materi yang disampaikan, melainkan menatap jam dinding berada tepat di atas papan tulis. Setiap detik jarum jam terasa sangat lambat.

"Heh, Intan," bisik Yuni sembari mencolek seragam teman sebangkunya itu.

"Apa?"

"Pak Ilham selesainya berapa menit lagi?!"

Pekikkan tertahan ia lontarkan. Untung saja bangkunya ada di barisan ketiga  posisi tengah bagian kanan, kemungkinan kecil suaranya terdengar oleh Pak Ilham.

Intan  melihat jam hitam yang melekat di pergelangan tangannya. "Satu jam lagi."

Mulut Yuni mengangga dengan mata melotot mendengar pernyataan Intan. Syok, itu yang ia rasakan saat ini. Sungguh satu jam lagi terasa sangat lama. Ingin sekali ia mengumpat, tetapi rasa takut lebih mendominasinya.

Satu jam berlalu, akhirnya lonceng istirahat pun berbunyi. Pak Ilham tipekal orang yang tepat waktu dengan segera mengakhiri pembelajaran dan langsung pamit keluar tanpa banyak basa-basi.

Semua murid langsung bersorak gembira melihat Pak Ilham sudah keluar. Mereka tidak berani berbicara sedikit pun saat beliau masih ada di kelas, sehingga saat pembelajaranya hanya hening seperti rumah tak berpenghuni.

Kaki Yuni naik ke atas bangku. "Ayo ke kantin!" teriaknya semangat 45 dengan tangan yang dikepalkan ke atas.

"Gas!" sorak semua murid XII MIPA 1  yang mau saja menyahut perkataan Yuni. Mereka semua langsung berbondong-bondong ke kantin untuk mengisi perut.

"Ayo cepetan turun! Nanti kantin keburu penuh, " ujar Junisa membayangkan kantin ramai dengan lautan manusia.

"Iya, bener, njir," sahut Tina menyetujui perkataan Junisa, teman sebangkunya itu.

Yuni  turun dari bangkunya." Ok! Ayo, Intan!" ajak  Yuni  melihat Intan masih fokus dengan buku.

Teman sebangkunya ini memang memiliki kebiasaan membaca ulang materi yang di sampaikan guru-guru. Pantas aja pintar, rajinnya  kelewatan membuat nilai akademiknya paling tinggi di kelas.

Intan menggangguk lalu menutup bukunya.
Mereka berjalan meninggalkan kelas yang sudah tidak ada siapa-siapa di dalamnya. Candaan receh Yuni dan julitan dari Tina membuat gelak tawa mewarnai perjalanan  mereka.

Keempat remaja itu sudah berteman baik sejak mereka pertama kali  masuk ke SMA Shincan. Pertemuan yang tak terduga dan saling nyaman membuat mereka berteman sampai sekarang.

Mereka  akhirnya  sampai di kantin dengan perasaan lega melihat meja persegi panjang dan empat kursi saling berhadapan masih tersisa dari puluhan kursi yang sudah di tempati oleh siswa siswi lainnya.

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang