Four: Topeng Tebal

537 75 103
                                    

Vote and comment dulu bestie😙

Happy Reading
.
.
.
"Topengnya terlalu tebal hingga semua orang mengira bahwa kehidupannya sempurna. Namun dibalik topeng itu, dia rapuh."

>>>Ayaina Varaswasti<<<

Aina memasuki kamar Indira. Saat dia lihat, ternyata putrinya itu sedang tertidur dengan masih mengenakan seragam sekolah yang lengkap.

Sorot mata penuh kebencian yang biasanya selalu Aina tunjukkan untuk Indira, kini mulai berganti menjadi hangat saat dia melihat wajah pulas yang sedang tertidur itu.

Perlahan, tangan Aina bergerak untuk mengelus puncak kepala Indira.

"Dira, maafin Bunda, ya. Bunda pasti udah jahat banget sama Dira."

Jika sedang seperti ini, Aina benar-benar tampak seperti orang tua yang menyayangi anaknya dengan sepenuh hati. Bukan seperti orang tua yang selalu menyakiti anaknya.

Kalau boleh jujur, Aina benar-benar tidak ingin menyakiti putrinya hingga membuat goresan luka dalam hati kecil gadis tak bersalah itu. Namun, ada rasa benci yang membuatnya tidak bisa berhenti melakukan itu. Dia benci suaminya. Dia sangat membencinya. Jika saja Indira tidak pernah lahir ke kehidupan Aina dan suaminya, maka sudah dapat dipastikan bahwa mereka akan memilih berpisah, atau bahasa lainnya adalah bercerai. Seperti yang dikatakan oleh suaminya tadi.

"Cih. Bahkan saya jauh lebih membenci Anda. Jika saja di hari itu Anda tidak mengandung anak sampah itu, sudah saya pastikan kita berpisah!"

Mengingat perkataan dari suaminya, membuat sorot mata yang mulai menghangat tadi kembali menunjukkan kebencian. Reflek tangan yang tadi sedang mengelus pelan puncuk kepala Indira mulai menjambaknya kuat. Tatapan kebencian itu kembali ditujukan untuk Indira.

"Anda itu sampah! Anda anak sampah! Anda pantas mendapatkan tamparan. Bahkan Anda pantas mendapatkan teriakan."

Sosok ibu yang sempat Aina perlihatkan tadi kembali hilang. Hilang dan berganti menjadi sosok yang penyiksa.

Aina mendekatkan wajahnya ke telinga Indira. Dia tampak sedang membisikkan sesuatu. "Saya sangat membenci kelahiran Anda, anak sampah."

Untung saja Indira masih dalam pengaruh obat tidur, sehingga Indira akan sangat sulit untuk terbangun. Karena jika Indira terbangun dan mendengar ucapan yang menyakitkan dari Aina tadi, sudah pasti akan hancur kembali hatinya.

Setelah perkataan menyakitkan itu, Aina segera pergi meninggalkan kamar Indira.

Aina yang baru saja keluar dari kamar Indira, langsung berjalan ke arah pintu depan begitu mendengar bel rumahnya berbunyi.

"Hai, Tante. Mau nanya, Indira ada nggak, ya?" ujar Aya begitu pintu itu sudah terbuka.

Aina tersenyum ramah sebelum membalas ucapan Aya. Percayalah, senyumnya hanya gimik. "Indira sudah tertidur sejak dia pulang sekolah tadi. Tapi jika kamu ingin menemuinya, silahkan saja masuk ke kamarnya. Bangunkan saja dia."

"Baik, Tante."

Aya langsung berjalan ke kamar Indira. Bukanlah hal yang sulit untuk Aya mencari kamar Indira, karena Aya sudah pernah ke sana sebelumnya. Dan saat itu, Aina juga yang menyambutnya. Itulah sebabnya Aya tidak perlu lagi memperkenalkan dirinya kepada Aina, karena Aina sudah mengetahui dirinya.

Sederet Luka Untuk Indira (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang