"Bibirnya menampilkan seribu senyuman, tapi matanya menampilkan seribu luka."
>>>Vianzah Albrama<<<
"Brama, perhatikan ke depan!!"
Suara teriakan dari seorang guru membuat Brama buyar dari lamunannya.
"Berisik," jawab Brama santai seperi tidak ada dosa.
"Jaga ucapanmu!"
"Iya, Bu Guru."
Guru yang sedang mengajar itu pun akhirnya memilih diam dan melanjutkan pelajaran meski masih dengan rasa jengkel.
Sejak bel pelajaran pertama berbunyi tadi, Brama sama sekali tidak bisa fokus. Matanya selalu saja tertuju ke arah bangku kosong yang berada di sebelah Viola. Bangku Indira yang kosong. Ke mana gadis itu?
Diam-diam Brama mengeluarkan ponselnya dan mengetik sebuah pesan untuk Indira.
Me
| Kenapa ngk masuk sekolah?Hanya ada ceklis satu dari pesan yang Brama kirim. Hal itu membuat Brama jadi khawatir dengan Indira.
Brama jadi mulai berpikir, apakah ini ada kaitannya dengan kejadian semalam?
Flashback on.
Semalam, atau lebih tepatnya larut malam, Brama diam-diam menuju rumah Indira. Saat Brama tiba, dia tidak langsung masuk ke dalam melainkan duduk di atas motornya yang berada di seberang jalan rumah Indira.
Pintu rumah Indira tidak tertutup membuat Brama merasa aneh.
"Larut malam begini masih aja ngebiarin pintu rumah ke buka. Nggak takut ada maling apa," gumam Brama.
Brama mengeluarkan ponselnya dari saku celana dan mencari nomor tidak dikenal yang mengirimnya pesan. Nomor yang tadi menyuruh Brama untuk ke rumah Indira. Nomor orang yang Brama sebut sebagai Varas.
Me
| Gue udah di seberang jalan rumah Indira dan nggak ada apa-apa.| Lo ngapain sih larut malam nyuruh gue ke rumah Indira? Mana dengan begonya gue nurut lagi.
Belum ada balasan dari pesan yang Brama kirim.
"Sial, banyak nyamuk! Nih orang belum juga balas message gue."
Brama terus saja megumpati orang yang belum juga membalas pesannya, dan juga mengumpati nyamuk yang terus menyerangnya.
Ting!
Suara notifikasi membuat Brama berhenti mengumpat.
Buru-buru Brama melihat layar ponsel miliknya.
+62822××××××××
| Dari seberang jalan tempat lo berdiri, lihat pintu rumah Indira yang terbuka.Brama menurutinya. Dari seberang jalan sana dia melihat pintu rumah Indira yang terbuka. Tapi tidak ada apapun selain seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri.
"Nggak ada apa-apa, anjing. Ngerjain gue si Varas. Udahlah mending gue pulang."
Saat hendak melajukan motornya untuk pergi, tatapan mata Brama tak sengaja kembali tertuju ke rumah Indira. Kali ini dia melihat sesuatu. Dia melihat Indira berjalan menghampiri wanita paruh baya itu.
Brama melihat bagaimana raut wajah Indira yang tampak sedang ketakutan saat berhadapan dengan wanita paruh baya itu, dan...
"ANJING! Kenapa ditampar gitu, woy!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Sederet Luka Untuk Indira (Sudah Terbit)
Fiksi RemajaWARNING! *MENGANDUNG BEBERAPA KATA KASAR *BEBERAPA CHAPTER MENGANDUNG PERILAKU MENYAKITI DIRI SENDIRI YANG DIBUAT TIDAK UNTUK DITIRU For: 17+ *** "Aku memang tak pernah bahagia sejak kecil, tapi setidaknya di masa itu aku belum sadar seberapa tak be...