"Berteman dengan musuh adalah cara paling ampuh untuk menjatuhkannya."
>>>Vianzah Albrama<<<
.
.
.Plak!
Sebuah tamparan kembali melayang di pipi Indira. Dan untuk kesekian kalinya, rasa sakit itu kembali.
"Dira salah apa, Ayah?"
Fatur, atau orang yang Indira panggil sebagai ayah berjalan semakin dekat ke arah putrinya. Kedua tangan kekarnya dia gunakan untuk mencengkram kerah baju Indira.
"A-ayah sakit. Se-sesak."
Fatur menghiraukan ucapan putrinya, bersikap seolah dia sedang tuli. Dirinya bahkan tidak peduli jika Indira sedang terbatuk-batuk karena rasa sakit di lehernya.
Dari sini Indira dapat melihat sangat jelas sorot mata penuh kebencian itu. Tak ada cinta sedikitpun di dalamnya. Dan dari sini Indira bukan seperti melihat seorang ayah yang menyayangi putrinya, melainkan seorang monster yang sedang menyerang mangsanya.
Indira sudah tidak terkejut lagi dengan tamparan yang melayang di pipinya, karena dia sudah sering mendapatkannya selama belasan tahun. Hanya saja untuk sebuah tangan yang berada di kerah bajunya itu membuat Indira terkejut, karena itu adalah pertama kalinya.
Sekejam-kejamnya orang tua Indira, mereka tidak pernah melakukan kekerasan lain selain sebuah tamparan. Tapi sepertinya hari ini ada pengecualian.
Dengan sisa napas yang Indira miliki, dia berucap, "Dira susah napas, Ayah. Tolong lepas."
Kali ini Fatur tidak menghiraukan ucapan putrinya. Dia melepaskan cengkeramannya tadi. Hanya saja dia melepasnya dengan kasar, dan itu membuat Indira jatuh terduduk di lantai.
"Jika hukum dan penjara tidak berlaku di dunia ini, maka sudah saya bunuh Anda!"
Sesak kembali Indira rasakan. Entah kesalahan apa yang sudah Indira perbuat hingga ayahnya bisa mengatakan hal seperti itu.
Indira ingin menangis. Indira ingin mengaduh kesakitan. Indira ingin berontak. Namun pada akhirnya, Indira tidak mampu melakukan itu semua. Dan pada akhirnya hanya ada Indira yang tersenyum. Senyum penuh luka.
"Kenapa, Ayah? Kenapa Ayah ngelakuin hal kayak tadi? Apa yang udah Indira lakuin sampai bikin Ayah seperti tadi?"
Fatur berjongkok untuk mendekat ke arah Indira yang masih terduduk di lantai.
Plak!
Tamparan kembali Fatur layangkan saat dia berada di dekat putrinya.
"Saya dengar dari istri saya, bahwa Anda sudah mengadu ke teman Anda tentang semua perlakuan buruk yang telah saya dan istri saya perbuat terhadap Anda. Anda sudah mengadu kepada Aya, benar?"
Ah, ternyata soal itu.
"Nggak, Ayah. Indira berani sumpah kalau Indira nggak ngadu. Indira bahkan selalu pendam semua penderitaan ini tanpa mengadu ke siapapun."
Indira tidak berrbohong saat mengatakan itu. Indira memang tidak pernah menceritakan semua perlakuan buruk dari kedua orang tuanya. Indira bahkan tidak tahu kalau Aya mengetahui semua penderitaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sederet Luka Untuk Indira (Sudah Terbit)
Novela JuvenilWARNING! *MENGANDUNG BEBERAPA KATA KASAR *BEBERAPA CHAPTER MENGANDUNG PERILAKU MENYAKITI DIRI SENDIRI YANG DIBUAT TIDAK UNTUK DITIRU For: 17+ *** "Aku memang tak pernah bahagia sejak kecil, tapi setidaknya di masa itu aku belum sadar seberapa tak be...