Follow sebelum baca.
Share jika kamu suka.
Tinggalkan jejak.
Happy Reading
~~~"Di saat lo sedang menyakiti diri lo sendiri, ada orang di luar yang sayang sama lo yang tidak menginginkan lo melakukan hal tidak sehat seperti itu."
>>>Ayaina Varaswasti<<<
"Perkenalkan nama saya Vianzah Albrama atau biasa dipanggil Brama. Saya murid pindahan dari SMA yang kalian nggak perlu tau lah. Lagian ngapain juga kepo, kan?"
Semua orang yang mendengar perkataan itu langsung tercengo begitu mendengarkan perkenalan yang sedikit kurang ajar itu. Semuanya kecuali Viola. Viola jelas sudah hapal betul dengan kelakuan sepupunya yang satu itu.
Indira menatap lelaki yang baru saja diemuinya tadi. Lelaki yang baru saja membawanya pergi untuk menghindari godaan dari buaya jantan. Dan lelaki yang namanya sudah ia ketahui bahkan sebelum lelaki itu memperkenalkan namanya di kelas. Tak disangka ternyata lelaki itu sekelas dengannya.
Indira memang mengetahui jika Vianzah Albrama atau Brama adalah murid pindahan yang baru masuk hari ini. Tapi yang ia baru ketahui adalah ternyata Brama satu kelas dengannya.
"Brama, kalau mau memperkenalkan diri itu yang sopan," tegur Bu Irene.
"Perkenalan dari saya kurang sopan apa, sih, bu? Apa harus pakek aku-kamu biar lebih sopan gitu? Atau Ibu mau saya panggil dengan sebutan kamu?"
Lagi-lagi satu kelas tercengo mendengarnya. Brama benar-benar kurang ajar.
Bu Irene memelototkan matanya. Selama dia mengajar, baru kali ini menemukan murid yang berbicara kurang ajar seperti Brama.
"Mata kamu jangan melotot gitu, dong. Nanti lepas matanya kalau kamu melotot."
"KAMU BENAR-BENAR KURANG AJAR, YA!"
"Sabar. Tuhan itu suka sama orang yang sabar tau. Anggap aja aku ini sebuah cobaan. Dan kalau mau menghadapi cobaan kan harus sabar, ya?"
Bu Irene diam seribu bahasa. Dia benar-benar kehabisan kata-kata dengan Brama. Dan sepertinya sebentar lagi akan kehabisan akal juga.
Sebagian siswa ada yang menatap ngeri kelakuan itu, tapi sebagian lagi ada yang menatapnya sebagai tontonan yang seru. Ada siswa yang diam seribu bahasa seperti Bu Irene karena merasa tegang, tapi ada juga yang diam karena berusaha menahan tawanya.
"Kamu cari tempat duduk saja cepat!" kata Bu Irene yang sedang memerintahkan Brama.
Berlama-lama mengomeli Brama hanya akan membuat Bu Irene semakin emosi, jadi dia lebih baik menyuruh Brama langsung duduk aja.
"Oke."
Brama menatap sekeliling dan melihat sebuah bangku kosong yang terletak paling belakang. Tapi tatapannya beralih ke arah Indira.
Dengan langkah santainya Brama berjalan menghampiri meja Indira.
"Vio, lo duduk di bangku kosong yang ada di belakang aja sono. Gue mau sebangku sama Indira."
Viola menatap tajam ke arah Brama yang seenaknya menyuruhnya. Yang di tatap langsung terdiam. Nyalinya menciut jika sepupunya sudah seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sederet Luka Untuk Indira (Sudah Terbit)
JugendliteraturWARNING! *MENGANDUNG BEBERAPA KATA KASAR *BEBERAPA CHAPTER MENGANDUNG PERILAKU MENYAKITI DIRI SENDIRI YANG DIBUAT TIDAK UNTUK DITIRU For: 17+ *** "Aku memang tak pernah bahagia sejak kecil, tapi setidaknya di masa itu aku belum sadar seberapa tak be...