Eight: Sebuah Pelukan

464 64 90
                                    

"Dalam rapuhku, aku ingin berada di dalam dekapan orang tuaku. Sayangnya itu mustahil. Tubuh ini tidak akan pernah merasakan hangatnya pelukan dari orang tua."

>>>Indira Farisha Purnama<<<


Indira menatap panik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 14.30. Kepanikan Indira terpampang jelas di raut wajahnya, dan itu membuat Aya jadi merasa sedikit khawatir.

"Dira, lo kenapa?"

Indira hanya menggeleng sebagai jawaban, tapi wajahnya masih menunjukkan sebuah kepanikan.

Posisi Indira dan Aya saat ini masih sama, masih berada di ruang tamu yang ada di rumah Aya.

Semenjak Indira pingsan di sekolah dan langsung dibawa ke rumah Aya, ia sama sekali belum pulang ke rumahnya. Itulah yang membuat Indira panik. Indira takut ayahnya akan mencarinya dan memberikan siksaan tanpa henti lagi kepada dirinya.

Suara notifikasi dari ponsel Indira berbunyi dan membuat ketakutannya semakin bertambah. Indira takut jika suara notifikasi pesan itu berasal dari ayahnya.

Ayah
| Anda ada di mana, hah?! Mau kabur dari rumah lagi anda?!

| Jangan membuat reputasi saya rusak, anak sampah!! Apa Anda mau berkeliaran di luar sana seperti gelandangan?! Jika sampai itu terjadi maka orang-orang akan menganggap saya sebagai orang tua yang tidak becus. Reputasi saya bisa rusak jika itu terjadi!!

| Pulang, bodoh!!

Dugaan Indira benar. Suara notifikasi itu berasal dari ayahnya.

Indira semakin takut saat membaca semua pesan yang ayahnya kirim. Dadanya terasa sesak, air matanya ingin jatuh, dan Indira ingin berteriak saat ini juga.

Indira sedang berada di posisi yang serba salah sekarang. Jika Indira pulang ke rumah, dia akan disiksa. Jika dia tidak pulang ke rumah, ayahnya pasti akan mencarinya sampai ketemu dan memberikan siksaan yang lebih parah. Sungguh Indira sudah sangat lelah dengan semua penyiksaan yang orang tuanya berikan.

Ting!

Suara notifikasi kembali masuk, dan Indira yakin itu pasti dari ayahnya lagi. Walaupun dengan perasaan takut, Indira tetap memberanikan diri membuka pesan itu.

Ayah
| Anda pilih pulang ke rumah dengan sendirinya, atau menunggu saya menemukan Anda?

| Saya yakin Anda sedang berada di rumah Aya, kan. Saya bisa saja menjemput Anda dengan cara yang terhormat, tapi jangan salahkan saya jika sesuatu yang buruk terhadap Aya terjadi.

Mata Indira membulat dengan sempurna. Spontan Indira langsung menatap Aya yang juga sedang menatapnya penuh ke khawatiran.

Nggak, jangan Aya.

Untuk saat ini Indira tak lagi takut jika orang tuanya akan menyiksanya, tetapi Indira takut jika ada sesuatu yang buruk terjadi terhadap Aya. Indira tidak mau sahabatnya itu celaka.

"Dira, are you okay?"

Pertanyaan Aya barusan sukses membuat Indira merintikan air matanya. Sungguh Indira paling tidak bisa menahan tangis jika ada orang yang bertanya padanya are you okay.

Aya memandang sendu ke arah sahabatnya yang mulai menangis. Ia benar-benar tidak tega melihatnya sehingga Aya memutuskan merangkul Indira.

Aya sangat baik terhadapa Indira, dan Indira sangat tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi terhadap Aya apalagi itu karena dirinya.

Sederet Luka Untuk Indira (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang