"Selamat pagi, Pak Tian. Selamat pagi Pak Evan!" sapa Anne kepada dua atasannya yang baru saja keluar dari kamar hotel yang sama. Atau mungkin bisa dibilang kalau mereka keluar dari kamar yang sama namun berbeda ruangan.
Karena memang Evan bukannya memesan kamar terpisah seperti biasanya, pria itu malah memesan penthouse yang tentu saja berada di lantai paling atas dari hotel dengan 15 lantai ini. Jadi bisa dibilang mereka semua berada di satu rumah, dengan kamar masing-masing tentunya.
"Pagi Anne," balas Tian. Dan ya, tentu saja tidak perlu merasa kaget ketika hanya Tian yang merespon ucapan selamat pagi itu. Apa yang bisa diharapkan dari seorang Evander Theodore Winston?
"Selamat pagi."
Anne dibuat hening, dan juga terpaku. Begitupun dengan Tian yang tidak bisa menahan keterpakuannya dan melongo ketika telinganya mendengar dengan sangat baik, Evan baru saja membalas sapaan Anne.
"Jadwal hari ini, Tian?" Evan kembali buka suara dan hal itu membuat Tian dan Anne seketika tersadar.
"Hari ini kita akan pergi ke tempat proyek dan masih mengawasi keadaan. Sekitar jam 9 nanti sopir beserta dengan kendaraan yang sudah dipesan oleh kantor akan datang dan akan menjadi transportasi kita selama satu minggu kedepan. Untuk Jadwal kunjungan lapangan sendiri akan berlangsung selama 4 hari kedepan dengan waktu mulai yang sama yaitu jam 9 pagi," ujar Tian yang membuat Evan mengangguk.
"Ayo turun makan kalau gitu," ajak Evan yang kemudian tanpa banyak bicara segera beranjak dan membuat dua orang lainnya tidak memiliki pilihan lain selain membuntuti langkah kaki Evan.
"Tian, mana tab guenya?" tanya Evan ketika mereka sedang menunggu lift dan melihat yang sama sekali tidak membawa iPad Evan.
Mendengar itu Tian sontak menepuk dahinya karena ia lupa membawa iPad sebagaimana yang diminta oleh Evan, "Lupa Mas Evan! Tian balik dulu. Nanti kalau misal liftnya udah sampai, mending Mas Evan duluan aja ya sama Anne!"
Belum sempat Evan ataupun Anne membalas ucapannya, pria itu sudah lebih dulu kabur dan kembali ke kamar hotel mereka. Meninggalkan Evan dan Anne lagi-lagi hanya berdua saja.
Evan terlihat santai dan biasa saja selama waktu tersisa menunggu lift. Lain dengan Anne yang sama sekali tidak bisa terlihat biasa saja dan sangat kentara kalau gadis itu sedang tegang saat ini.
Tidak ada hal yang membuatnya tidak tegang ketika ditinggalkan berdua saja dengan Evan seperti ini. Aura intimidasinya, tatapan dan cara bicara pria itu, hingga kejadian kemarin ketika di pesawat membuat Anne benar-benar tidak bisa menahan dirinya untuk tidak salah tingkah sendiri.
Bahkan tingkat kecanggungan dan juga ketegangan gadis itu seakan meningkat ketika mereka berdua melangkah masuk kedalam lift dan terjebak di ruang sempit itu hanya berdua saja.
"Sudah lebih mendingan?" Evan tiba-tiba saja buka suara yang membuat Anne tersentak dan menoleh dengan wajah bingung.
"Eh! Bapak bicara sama saya?" tanyanya polos yang membuat Evan berdecak mendengar pertanyaan tidak bermutu itu.
"Hanya ada 2 orang di dalam lift ini, Anneliese. Kecuali kamu mau ada hantu disini," ujar Evan yang membuat Anne kembali tersentak namun kini merapatkan dirinya kepada Evan ketika mendengar kata hantu.
"Bapak jangan gitu. Saya takut!" ujar Anne yang masih berusaha untuk melihat sekeliling dan memastikan apa yang dikatakan Evan itu tidak benar.
"Bercanda Anneliese," ujar Evan menatap gadis itu dengan senyum tipis.
"Ih! Bapak ngagetin saya aja!" ujar Anne kemudian beranjak memberikan jarak kepada Evan. Bertepatan dengan pintu lift yang terbuka di lantai 13 dan ternyata membuat muatan orang didalam menjadi maksimal.
Anne yang tadinya beranjak menjauh dari Evan pun pada akhirnya harus kembali merapat, dan bahkan membuat lengannya dan lengan Evan saling berhimpit satu sama lain.
Anne yang berbadan kecil pun dengan mudah tenggelam diantara Evan dan salah satu bule yang kebetulan berada di sisi kiri tubuhnya.
"You look so pretty in that dress. It suits you very well," (Kau terlihat sangat cantik dengan gaun itu. Itu cocok padamu) ujar salah satu bule yang berdiri di sebelah Anne dan membuat gadis itu sontak mendongak.
Kemudian sadar kalau bule itu baru saja memuji pakaian kerjanya hari ini dan membuat Anneliese hanya bisa membalasnya dengan tersenyum canggung, "Thank you. So do you," (Terima kasih. Kau juga) ujar Anne singkat sembari tersenyum simpul dan kembali menunduk.
"Are you free this night? We're preparing for a party in the pool. You shall come," (Apa kau menganggur malam ini? Kita sedang mempersiapkan pesta malam ini di kolam renang. Kau bisa gabung) ujar bule itu yang belum juga menyerah untuk mengajak Anne mengobrol.
"Oh. That'll be cool. I-" (Oh. Itu sangat menarik. A-) "Unfortunately she can't. We're having dinner tonight!" (Sayangnya dia tidak bisa. Kita ada rencana makan malam nanti) ujar Evan dengan begitu lancang memotong ucapan Anne dan melingkarkan tangannya di pinggang ramping gadis itu. Jangan lupakan nada datar khas pria itu dan aura Tuan Mudanya yang benar-benar terpancar saat ini.
Merasa muak sekaligus tidak nyaman ketika melihat gadis itu berbincang dan dengan terang-terangan digoda oleh bule tidak tahu malu itu.
"Oh sorry man! I thought she's free!" (Oh, maaf Man. Aku pikir dia single) ujar bule itu mengangkat tangannya dan sedikit memalingkan posisinya.
Membuat Evan kembali terdiam dengan wajah yang sedikit tidak bersahabat, "Pindah sana!" titah Evan memerintahkan Anne untuk berdiri di posisinya yang ada di pojok lift.
Anne yang terkejut dan tidak tahu harus merespon apa hanya bisa menelan ludahnya dan menuruti perkataan Evan. Pindah dan membiarkan Evan menggantikannya untuk berada di tengah.
Tapi tetap saja merasa tidak nyaman, karena tangan Evan tidak juga lepas dari pinggangnya.
Ting...
Pintu lift terbuka tepat ketika layar menunjukkan angka 1. Menandakan bahwa mereka semua sudah dibawa sampai di lantai dasar atau lobby utama hotel ini.
Semua orang tentu saja langsung keluar dari dalam lift. Begitupun Anne dan juga Evan yang berjalan dengan begitu anggun dan terlihat serasi. Masih dengan tangan besar Evan yang melingkari pinggang ramping Anne.
Anne benar-benar seperti boneka yang hanya bisa menurut dan tidak membantah atau pun mengelak ketika Evan menggiringnya menuju ke restoran hotel ini. Selain itu dirinya sendiri juga tidak bisa berkata-kata ketika lengan besar itu masih tidak juga lepas dari pinggangnya.
"Pak, tangannya," bisik Anne yang sama sekali tidak dihiraukan oleh Evan dan pria itu malah semakin merapatkan tubuh mereka dengan mempererat lilitan tangannya di pinggang Anne.
"Masih ada bule bule tidak sopan itu," ujar Evan datar dan terus melangkahkan kakinya hingga pada akhirnya mereka sampai di depan pintu restoran dan dibukakan oleh satpam yang menjaga di sana.
"Selamat pagi, Tuan. Selamat pagi, Nyonya!" sapa satpam itu seketika membuat atensi Anne teralihkan dan gadis itu dan saya menjadi dirinya yang selalu membalas sapaan itu.
"Selamat pagi, Pak!" balas Anne dengan begitu ramah seakan melupakan kalau Evan masih saja memegang pinggangnya dengan erat.
Mereka berdua melenggang masuk bagaikan pasangan hingga Evan dengan begitu gentleman menarikkan kursi untuk Anne. Menunggu gadis itu duduk, sebelum akhirnya duduk sendiri di kursi yang tersedia di hadapan Anne.
-12th chapter-

KAMU SEDANG MEMBACA
Kekasihku Sang Tuan Muda
RomansaEvander Theodore Winston. Sang Tuan Muda. Satu satunya putra lelaki yang akan mewarisi dan mengelola kerajaan bisnis keluarganya. Usianya yang baru 27 tahun sama sekali bukan hambatan untuknya bisa mengembangkan Winston Enterprises, menjadi mega-cor...