Jihan Zaviera, seorang gadis yang kini tengah duduk sambil melamun di sofa empuk milik kekasihnya, Jeffrey. Sementara Jeffrey masih asik bermain game di ponselnya.
Jihan mendengus kesal sambil melirik Jeffrey. Laki-laki itu tidak mengajaknya ngobrol sama sekali. Bahkan Jihan diabaikan dari tiga puluh menit yang lalu.
“Jeff,” panggil Jihan.
“Hmm?” gumam Jeffrey tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.
“Jeff liat gue dulu. Gue mau ngomong serius,”
Jeffrey melirik Jihan sekilas lalu mematikan ponselnya.
Coba cowok mana yang rela mematikan ponselnya hanya demi seorang gadis seperti Jihan? Ya hanya Jeffrey.
“Apa cantik?”
Jihan mendengus sambil mencubit pelan lengan Jeffrey.
“Gue gak mau basa basi lagi,” ujar Jihan, “Gue udah telat dua bulan,”
Jeffrey mengernyitkan dahinya sambil menatap Jihan bingung.
“Maksudnya?”
Jihan menghela napas berat lalu memberikan sebuah benda yang tidak asing pada Jeffrey.
“Dua garis. Gue hamil anak lo,”
Perkataan Jihan sukses membuat Jeffrey terdiam. Mencerna ucapan Jihan sambil menatap tes pack yang menunjukkan dua garis yang artinya positif.
“Ji—”
“Lo mau tanggung jawab kan Jeff? Lo udah bilang kalau gue hamil lo bakal tanggung jawab,” kata Jihan sambil berusaha menahan air matanya.
“Jihan,” panggil Jeffrey sambil mengangkat dagu Jihan agar gadis itu menatapnya.
Jihan menangis, membuat Jeffrey ikut sedih melihatnya.
“Gue gak yakin kalau itu anak gue,”
Jihan menatap Jeffrey tak percaya. Laki-laki di hadapannya pasti bukan Jeffrey kan? Jeffrey tidak akan mungkin mengatakan hal itu padanya. Jihan masih ingat kala itu Jeffrey akan bertanggung jawab jika Jihan hamil.
“Maksud lo?” tanya Jihan dengan suara bergetar.
“Kita ngelakuin itu cuma sekali Jihan. Dan lo gak mungkin hamil,”
“Tapi waktu itu lo gak pake pengaman Jeff dan lo keluarin di dalem,” ujar Jihan, “Dan saat itu lagi masa subur gue,”
“Jihan tapi gak—”
“Lo gak percaya sama gue Jeff? Jadi maksud lo gue hamil anak orang lain gitu?” ujar Jihan emosi.
“Jihan tapi kita masih kuliah,” kata Jeffrey.
Jihan masih menangis dan enggan menatap Jeffrey yang sedari tadi terus menggenggam tangannya.
“Ji lo bisa gugurin kandungan nya,”
Seketika Jihan menatap Jeffrey dengan nyalang. Gadis itu dengan tanpa bebannya menampar pipi Jeffrey dengan keras.
“Lo brengsek. Gue kecewa sama lo!” marah Jihan sambil beranjak bangun dari duduknya.
Jeffrey menahan tangan Jihan, membujuk gadis itu agar tidak pergi.
“Jihan dengerin gue dulu—”
“Jangan pernah tangan kotor lo nyentuh gue lagi. Gue benci sama lo!!” pekik Jihan, “Satu lagi, jangan pernah menemui gue lagi,”
Jihan pergi dari hadapan Jeffrey. Cowok itu menarik rambutnya frustasi. Bohong jika Jeffrey tidak memikirkan kondisi Jihan.
__________