Dua hari Nungki berada di kamarnya yang lama. Sengaja ibunya tidak merubah design kamarnya, yang menghadap langsung ke pegunungan. Terlihat gunung lawu dan gunung merapi dari kejauhan.
Kedua orang tuanya tentu saja heran melihatnya pulang sendirian, dan bagaimana mas Gilang mengantarnya pulang, tapi melihat wajah Nungki mereka urung bertanya, dan membiarkannya istirahat.
Ia meraih laci nakasnya, dan hendak minum obat resep pagi, ketika pintu kamarnya diketuk dari luar.
"Nduk, mbak sama masmu baru datang." Suara ibunya terdengar dari balik pintu.
"Inggih buk." Nungki segera membuka pintu dan berjalan ke lantai satu mengikuti sang ibu.
Terlihat mas Raka dan mbak Ayuning yang sedang menggendong si bungsu di ruang tamu.
"Mas Raka." Raka menoleh dan melihat adiknya, senyumnya melebar dan membalas pelukan Nungki.
"Kamu pulang ndak kabar kabar Nung!"
"Biar suprise to mas." Kekehnya.
"Mbak rumi belum bisa kesini, ada kegiatan sekolah katanya." Kata Raka.
Nungki mengangguk lalu duduk disebelah mbak Ayuning yang sedang memangku si bungsu.
"Mbak." Nungki memeluk Ayuning.
"Dek." Ayuning membalas pelukan iparnya.
"Mas Angga sedang perjalanan kesini, tadi baru nelpon ibu." Bu Broto duduk disebelah suaminya yang sibuk menonton berita.
"Naik apa bu?" Tanya Nungki.
"Naik kereta katanya."
"Biar Raka yang jemput nanti."
"Angga bilang nanti dijemput Gilang, mau naik mobil dah kecapekan katanya. Paling habis isya baru sampai rumah."
Mas Angga adalah manager di Bank, tentu saja sibuknya luar biasa. Apalagi dinasnya berubah ubah, dan sekarang ditempatkan di Jogja.
Pasti ibu nya yang meneleponnya kesini.
Kalau mas Raka dan mbak Rumi ada di kota sebelah, pekerjaan mereka pun sama, sama sama guru, bedanya satu guru Olahraga satu lagi guru Fisika. Sedang Nila ada kegiatan perkemahan selama satu minggu di tawangmangu.
************************************
Pada akhirnya, Nungki berterus terang dengan keadaannya, ia tidak mau menyalahkan Bram dihadapan keluarganya. Ia hanya mengatakan akan bercerai karena sudah tidak cocok lagi.
Bu Broto menangis, sedangkan Pak Broto hanya merenung, Nungki sadar ia salah, ia duduk bersimpuh di hadapan ayahnya.
"Nyuwun pangapunten nggih, pak." Nungki memeluk lutut ayahnya.
*Mohon maaf
Pak Broto menghela napas, lalu mengusap kepala Nungki. Bu broto sibuk mengusap air mata dan hidungnya sudah memerah. Sedang mas Raka dan mas Angga hanya terpekur diam memandang adiknya. Dan mbak Rumi bangkit dari sofa lalu memeluk adiknya itu.
Singkat cerita, meskipun sulit keputusan Nungki, tapi itulah jalan yang ia pilih. Beruntungnya ia, karena keluarganya selalu memberikan kasih sayang untuknya. Meskipun ia tau, luka di hati mereka akan lama sembuhnya.
****************************************
Sepeninggal kakak kakaknya, Nungki menyibukkan diri di rumah itu. Seperti mempersiapkan diri menjenguk Nila yang sudah 4 hari kemah, dan belum ada yang datang ke bumi perkemahan itu untuk menemuinya.
"Nung, mas angga tolong antar ke stasiun ya." Angga terlihat sibuk mengenakan jaketnya.
Nungki menghentikan aktifitasnya memasukkan makanan di tas, untuk di bawa ke kemah Nila.
"Lho kok mendadak mas?"
"Iya iki, ada masalah di kantor. Cepetan ya."
" Lho tapi arep niliki Nila lho mas."
*Mau jenguk
"Ck, haduh. Yo sik tak nelpon Gilang."
*Ya bentar
"Pie enek opo to?" Bu Broto yang baru keluar dari dapur mengelap tangannya.
*Ada apa ?
"Mas Angga ndak bisa anter ke tawangmangu, mau balik Jogja." Kata Nungki
"Walah, Nila lak yo mencak mencak."
*Ngamuk
Angga keluar kamar sambil mematikan handphone nya.
"Gampang Nung, Gilang wes otewe kesini."
*Sudah
Nungki menghela napas.
"Bu bu, bapak keroki disik." Pak Broto keluar kamar sambil memegangi perutnya.
"Masih mules to pak?" Bu Broto memegang perut suaminya.
Pak Broto mengangguk.
Nungki menghela napas melihat adegan romantis orang tuanya.
"Budal dewe ki aku." Ocehnya sambil memasukkan buah terakhir ke dalam tas makan.
*Berangkat sendirian ini aku
"Ora usah, dalane susah, ben di anter Gilang." Ucap Mas Angga sambil meraih tas ranselnya.
*Tidak usah, jalannya sulit, biar diantar Gilang
**************************************
10 menit kemudian mereka bertiga sudah ada di jalanan menuju stasiun. Gilang dengan anteng menyopiri kakak adik itu.
"Lha yo kadohan to mas, Stasiun ke tawangmangu." Nungki mulai protes kepada kakaknya.
*Kejauhan mas"Lha yo pie, penting Gilang gelem ngeterno."
*Ya mau bagaimana, yang penting Gilang mau antar
"Tapi ki kebangeten jenengan, Nila wes kangen ngono."
*Tapi kamu kelewatan, Nila sudah rindu.
"Iki titip sangune Nila." Angga refleks mengeluarkan beberapa lembar merah dari dompetnya dan memberikannya ke Nungki.
"Nitip uang saku
"Nyogok to."
"Ck, ben nggo tumbas jajan karo kancane."
*Biar buat beli makanan sama temannya
"Lha aku?"
"Wes gerang ngono lo Nung."
*Sudah besar gitu
"Lha bensine mas Gilang pripun to mas?"
*Gimana
"Ck. Enek ae." Angga ngedumel dan mengeluarkan lagi beberapa lembar merah.
*Ada aja
"Nah ngono lho. Ngerti adhike wes ga ono sing menafkahi." Nungki cengengesan sambil menghitung uang yang diberikan kakaknya.
*Nah gitu, tahu adiknya sudah tidak ada yang menafkahi
"Pancet ae." Angga memasukkan dompetnya ke dalam celananya.
*Masih sama saja
Gilang tersenyum melihat interaksi mereka berdua, tanpa sadar melihat Nungki dari kaca spion mobil.
*************************************
30/06/2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendung di batas Senja
ChickLitNungki Maharani, 30, dokter muda yang baru saja menyelesaikan spesialisasi kesehatan anak, harus merasakan pahitnya pernikahan ketika tanpa sengaja ia melihat suaminya main hati didepan kedua matanya. Pilihannya bertahan atau berpisah. Gilang Cahar...