BAB 5

340 40 5
                                    

Nungki meringis ketika dokter membalut pergelangan kaki kanannya. Beberapa gores luka menghiasi kulit putihnya. Mulai dari pipi, siku tangan, dan kakinya.

Gilang bersedekap melihat dokter yang menangani adik temannya itu.

Ya, akhirnya sekitar jam 10 pagi itu, Nungki sudah tidak betah menahan sakit dan nyeri yang ia tahan. Pergelangan kakinya semakin bengkak, meskipun sudah direndam dengan air es.

Kebetulan, saat itu Gilang mengantar botol obat rumput yang tertinggal di toko. Karena Nungki lupa membawanya.

Melihat Nungki yang meringis menahan nyeri saat itu di ruang tamunya, dan bu Broto yang menangis tersedu sedu, Gilang langsung membawanya ke UGD.

Beruntungnya tulangnya tidak ada yang retak, hanya dislokasi, butuh sekitar satu bulan untuk sembuh.

Nungki terpaksa menggunakan kruk untuk membantunya berjalan.

"Wes Nung, mulai saiki kamu istirahat di rumah gak usah keluyuran." Pak Broto mulai mengomel lagi di dalam mobil.

"Lha Nungki ke sini memang mau istirahat lho pak, bapak saja yang suka nyuruh nyuruh Nungki."

Pak Broto seperti tersedak. "Ehem, wes kunci motor bapak sita."

Nungki bersedekap dan mengalihkan muka ke jendela.

"Untung ada Nak Gilang, beli sebotol obat saja kok yo ketinggalan Nung kamu ini." Broto menggelengkan kepalanya.

Nungki mencebikkan bibirnya sebal.

"Bener kata bapak Nung, jangan keluyuran." Gilang mengompori.

"Anak ini pikirane lagi amburadul, Lang. Bahaya kalau keluar sendirian."

"Bapakk!" Nungki menoleh ke arah bapaknya. Tapi bapaknya malah menoleh ke jendela.

"Enggih lo pak, pas waktu baru datang itu juga hampir di serempet motor."

"Lho mosok?" Pak Broto mendekat ke Gilang.

"Enggih kok pak. Makanya Gilang yang antar pulang. "

Nungki memutar kedua matanya.

"Wah jelas bahaya iki Nungki dibiarkan sendirian." Gumam Pak Broto.

Gilang mengangguk.

"Wes leren wae kowe Nung."

"Lha aku sakit, emang mau kemana." Gerundel Nungki.

"Nanti tiga hari lagi kontrol, biar Gilang saja yang antar." Gilang menawarkan diri.

"Suwun ya Lang, memang merepotkan saja anak satu ini."

"Lha kenapa kok ndak Bapak aja yang antar?" Nungki mengomel.

Pak Broto berdehem, "Aku wes tuwo, isih mbok kon nyopir, yo sorry nduk."

"Nggih mpun kaleh Nila."

"Nila sekolah, ojo mbok ganggu belajare."

Gilang menahan ketawa.

Nungki sewot melihat kedua orang yang membullynya ini.

"Yo wes tak balik jakarta wae."

**************************************

Gilang ada di rumah Broto sampai sorenya. Membantu membersihkan pot bunga yang rusak, dan juga mengantar ke bengkel motor jupiter kesayangan pak Broto yang di remukkan anaknya.

Nungki mengawasi Gilang dari jendela kamarnya. Pria itu terlihat sibuk kesana kesini membetulkan taman kesayangan bapaknya. Yang semakin mengomel karena burung kutilangnya kabur karena membantu Nungki yang jatuh dari motor.

Gilang akhirnya memindahkan semua pot pot bunga yang terbuat dari semen itu. Sehingga halamannya terlihat lebih luas. Ketika mengelap keringat, tatapannya jatuh ke arah jendela kamar Nungki.

Gilang yang hanya mengenakan kaos singlet itu berkacak pinggang.

"Apa?" Nungki bertanya dari jauh.

Gilang memberi kode haus.

Nungki menghela napas. Lalu memperlihatkan kruknya. Ia sedang malas berjalan. Gilang mengibaskan kedua tangannya lalu menghilang ke arah pintu belakang dapur.

Nungki kembali melamun. Sikap teman kakaknya itu seperti sudah biasa di rumah ini. Tapi bukankah mas Gilang dan mas Angga sudah lama berkawan. Tentu saja mereka sangat akrab. Nungki menggelengkan kepalanya.

"Jangan kencang2 nanti kepalamu putus."

Nungki menoleh ke arah pria itu yang membawa segelas es teh di tangan kanannya.

Nungki berdecak lalu menyangga dagunya di kayu jendela.

Gilang bersandar pada dinding, dan mengamati hasil kerja kerasnya sore itu, pot pot bunga yang berat itu sudah ia pindahkan sehingga terlihat lebih rapi.

"Ndak pulang mas, sudah sore lho ini."

"Belum juga jam 9 malam, Nung." Godanya.

"Ya ndak gitu, dari kemarin mas Gilang anter Nungki terus, jadi ndak enak to."

"Saya sudah biasa kesini. Cuma baru baru ini lebih sering, semenjak kamu pulang."

"Nungki merepotkan terus to."

"Ndak apa apa, Nung. Lagian kamu sudah menyelamatkan saya hari ini."

"Maksudnya?"

Gilang tertawa. "Ada deh." Ia menenggak es tehnya lalu pergi. Meninggalkan Nungki yang terbengong sendiri. Apa maksudnya tadi.

***************************************

Beberapa jam sebelumnya.

Gilang memarkirkan mobilnya di dekat toko, ketika dilihatnya sebuah motor matic masuk ke kediamannya. Pasti bu Dhe endah.

"Kok mandeg ning kene Lang?" Ima bertanya.

"Ssst."

"Moo, patmooo." Gilang berteriak sambil membuka mobil.

Setelahnya belanjaanya di bawa ke dalam rumah oleh Patmo. Ima hanya menggeleng gelengkan kepala.

"Mbak Ima jangan matur ibu ya." Bisiknya.

"Oiya mas, tadi botol obat rumput yang dibeli mbak Cantik pagi tadi ketinggalan." Lapor patmo sambil menyerahkan botol itu.

Gilang mendapatkan ide.

"Wah sip, biar saya yang antar."

Sekejap saja mobil itu sudah hilang di tikungan. Meninggalkan Patmo dan Ima yang berdiri disana.

"Mas Gilang kok gercep amat ya." Gumamnya.

"Mbak mbak cantik siapa, Mo?"

"Ndak tau, kayak pernah lihat, cakep bener mbak."

"Ooo. Calonnya mungkin, Mo."

Patmo menoleh ke arah Ima dan menutup mulutnya tak percaya. Astagaa.

***************************************

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 08, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mendung di batas SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang