Bab 12

327 127 12
                                    

Aduh! Ketemu lagi

Sebulan yang lalu, Sweet tooth—nama usahanya dan Yaya—mendapatkan penawaran untuk bekerjasama dalam pembukaan kafe yang rencananya akan di buka di jalan Kendangsari. Keduanya belum mengetahui persis detail kerjasama yang pihak mereka tawarkan, mereka belum bisa bertemu untuk mengadakan pertemuan. Hingga email tentang jadwal pertemuan yang rencananya akan diadakan besok malam di salah satu kafe yang terletak tidak jauh dari apartemen Gunawangsa di jalan Merr.

Sesuai jam yang tertera di email, ia dan Yaya memasuki kafe lima belas menit sebelum waktu yang di tentukan dengan jantung berdebar-debar. Ia masih belum bisa sepenuhnya mempercayai bahwa ada pihak yang tertarik untuk bekerja sama dengan mereka. Karena selama ini, mereka berdua masih mengandalkan promosi dari mulut ke mulut.

Namun ketika membuka pintu kafe yang terlihat ramai tersebut, jantungnya semakin melesat kencang ketika mendapati pria yang ia hindari duduk menghadap pintu dengan mata yang tak lepas darinya. “Na, itu bukannya Mas Rizky-mu?” tanya Yaya pelan di depan telinganya.

“Iya,” jawabnya tanpa mengkoreksi kepemilikan yang disematkan di belakang nama Rizky. “Ngapain dia di sini, ya, Ya? Aku enggak bisa konsentrasi ini.”

“Kalian berdua dari Sweet Tooth, kan?” tanya pria yang beberapa saat masih duduk menikmati kopinya. Ananta bahkan tak mengingat kapan pria itu berdiri dan berjalan ke arah mereka berdua. “Silahkan,” ajak Rizky ke arahnya dengan senyum yang membuatnya tak bisa konsentrasi.

Rizky tidak mengatkan apa-apa hingga seorang pelayan mengantarkan mengantarkan minuman yang keduanya pesan.

“Mas—“

“Kalian__”

Keduanya terdiam setelah membuka mulut secara bersamaan. Ananta meneruskan pertanyaannya setelah melihat Rizky memintanya untuk berbicara terlebih dahulu. “Mas Rizky kok tahu nama kami berdua?”

Ananta berusaha keras untuk konsentrasi mendengarkan penjelasan yang keluar dari bibir Rizky. Pria itu menjelaskan tentang email yang Tara kirim padanya tentang penawaran kerjasama tersebut. “Tapi Mas enggak tahu sebelum tadi itu?”

“Sumpah, aku enggak tahu, Na. Urusan begini ini, Tara yang atur. Jadi sebenarnya, aku dan Tara sudah bekerja sama di dua proyek, ini yang ketiga. Dia yang menangani email, promo dan juga event. Kerja kasarnya, bagian aku.”

Ia dan Yaya kembali terdiam ketika mendengarkan Rizky menjelaskan tentang  konsep yang mereka usung untuk proyek kali ini. Meski keduanya belum sepenuhnya setuju untuk bekerjasama, tapi Ia dan Yaya bertekad untuk mendengarkan terlebih dahulu. Mereka berdua percaya, jika usaha ini baik untuk mereka, semua jalan menuju kesana akan Allah permudah semuanya.

“Tap—“ pertanyaan Yaya terputus ketika ponsel Rizky di atas meja berbunyi nyaring. Ia dan Yaya melihat perubahan wajahnya, ketika pria itu menjawab panggilan tersebut.

“Sorry, kita reschedule lagi ya. Aku harus pergi. Sorry banget, nanti Tara yang hubungi kalian berdua!”

Ananta bingung melihat perubahan sikap Rizky, terlebih lagi saat pria itu kembali memasuki kafe karena kunci mobilnya tertinggal. Mengikuti dorongan hati, ia berdiri mengikuti Rizky setelah meminta Yaya untuk membawa pulang mobilnya.

“Geser! Aku yang nyetir!” perintahnya ketika pria di depannya belum sepenuhnya menutup pintu. Wajah paniknya memandang Ananta dengan bingung, “Mas Eky, minggir. Aku yang nyetir, tinggal bilang arah mana yang Mas mau tuju.”

Meski terlihat terpaksa, pada akhirnya pria itu bergeser ke jok penumpang setelah ia mendorongnya dengan wajah marah. Entah kenapa melihat Rizky terlihat kuatir membuat hatinya pun kuatir. Ananta mendengarkan petunjuk jalan yang pria itu katakan dengan pelan, hingga berhenti di depan sebuah rumah yang terlihat asri dengan pohon mangga di bagian depan.

Bisa Karena TerbiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang