Bab 17

323 127 10
                                    

Jodoh

Gedung dengan desain menarik yang terletak di lingkungan kampus ITS menjadi tujuannya pagi ini. Ia dan Yaya mendapat kesempatan untuk membuka satu booth untuk semua produk Sweeth Tooth. Acara pagelaran seni yang diadakan satu sekolah swasta terbesar di Surabaya akan dihadiri oleh semua wali murid sekolah tersebut. Saat keduanya mendapatkan tawaran tersebut, tidak ada keraguan yang terlintas di pikiran mereka kecuali menerimanya. Karena semenjak dari dulu, mereka ingin memiliki kesempatan memperkenalkan produk mereka.

Bazar bersamaan dengan acara sekolah itu dimulai tak menyurutkan pengunjung untuk datang melihat, mencoba dan membeli beberapa panganan yang mereka tata cantik di meja mereka. Keduanya tidak memiliki ekspektasi kue mereka akan terjual habis, karena ini pertama kalinya mereka mengikuti acara seperti ini. Namu, ketika melihat beberapa pengunjung mengambil brosur dan kartu nama, sudah membuat hati mereka berdua loncat kegirangan.

“Ini pasti namanya jodoh?” suara yang selama empat hari tak memasuki ruang dengarnya itu seakan menghapus semua keraguan di hatinya, bahwa ia rindu pada pria itu. Ananta berpikir tidak mungkin pria itu ada di sini, dari semua tempat yang ada di Surabaya.

“Enggak mungkin,” gumamnya masih dengan kepala menunduk mengaduk-aduk isi kontainer untuk mencari sisa brosur yang belum ia keluarkan.

“Mungkin saja, kenapa enggak!” suara tegas itu membuatnya mengangkat kepala dan segera bertemu sepasang mata yang menghantui malamnya semenjak lamaran dadakan di salah satu gerai makanan cepat saji beberapa hari yang lalu. “Hai,” sapa pria yang terlihat benar-benar mempesona di matanya.

Lengan kemeja putih slim fit ditekuk hingga lengan, celana jeans warna biru pudar dan sneaker berwarna putih melengkapi penampilan Rizky. Terlihat berbeda ketika ia melihatnya memakai jas sat pernikahan Aan, tapi keduanya memiliki efek yang sama baginya. Membuat Ananta menahan nafas dan menyadari aura pria itu berbeda.

“Mas benar-benar enggak tahu bakalan lihat kamu di sini. Melihat nama Sweet Thooth … Mas berfikir, mungkin ini kesempatan untuk bisa melihat senyummu lagi.”

Ananta masih terdiam memandang Rizky, seketika otaknya gagal untuk memproses semuanya. Beberapa kali bibirnya terbuka, tapi ia gagal untuk mengeluarkan sepatah kata. “Hai, Mas Rizky. Apa kabar?” sapa Yaya yang semenjak tadi menusuk-nusuk punggungnya, memintanya untuk membalas pesan. Namun entah kenapa kemampuannya untuk berbicara seakan menghilang ketika melihat pria yang membuatnya tak bisa memejamkan semenjak beberapa hari lalu berdiri di depannya.

“Baik, Ya. Gimana, rame?” tanya Rizky pada Yaya meski matanya tak berpaling darinya saat ini. Tiba-tiba terdengar jeritan dari arah pintu masuk area bazar memanggil pria yang tak menghapus senyum di bibirnya.

“Loh! Kok di sini, Mas?!” tanyanya dengan mata membeliak mengamati pria itu dari ujumg kaki hingga kepala. Seakan tidak percaya keberadaan pria yang membuatnya tak bisa memejamkan mata semalam. Bahkan hingga beberapa menit, ia hanya terdiam tanpa berkata apa-apa, mengingat tentang ketakutannya. “Maaf,” katanya.

Ananta melirik Yaya yang mengedikkan kepala ke arah parkir mobil. Ia tahu perempuan itu mendorongnya untuk berbicara berdua dengan Rizky. Ia tahu pria itu terlihat menawan ketika berpakaian rapi, seperti ketika Keduanya mendatangi pernikahan Aan. Namun, Rizky versi santailah favoritnya. Sesuia dengan kerling jail pria itu yang terkadang terlihat jelas di matanya.

Keduanya berselonjor kaki duduk di atas pembatas jalan di bawah pohon Angsana yang sedang berbunga. Kelopak bunga berwarna kecil terlihat beterbangan terbawa angin dan berjatuhan di sekeliling mereka berdua. Sebagai upaya mengalihkan pikiran, Ananta berusaha untuk menangkap satu, meski belum berhasil. Berhasil. “Aku sudah niat untuk telepon Mas Eky nanti siang, tapi ternyata malah ketemu sekarang.”

“Seperti yang tadi Mas bilang, mungkin ini namanya jodoh.” Ananta mengalihkan pandangan dari pria yang menatapnya dengan kedua alis naik turun dan senyum simpul yang membuat jantungnya kembang kempis melihatnya. “Kalau mau senyum, senyum aja. Jangan di tahan, aku suka lihat senyum kamu.”

“Berapa mantan pacar Mas Eky?” Sebelum keberaniannya menghilang, Ananta menanyakan sesuatu yang ada di kepalanya selama ini. Di dalam hati, Ananta tahu Rizky adalah pria yang baik. Kemungkinan besar pria terbaik yang pernah mendekatinya selama ini, tapi hatinya belum sepenuhnya yakin untuk menikah dengannya. Karena ia tidak tahu sama sekali tentang dirinya. Ia tak ingin mengulangi kesalahan yang sama, menyerahkan hati pada seseorang yang pada akhirnya hanya meninggalkannya.

“Lima,” jawab Rizky setelah beberapa saat menghitung dengan tangan kanannya. Ananta tertawa melihat kelakuannya yang terlihat berpikir keras hingga keningnya mengernyit. “Iya, lima. Setelah Mas ingat-ingat semua, termasuk pacar waktu SMP.”

“Kam—”

“Eh, disebut pacar enggak meski hanya sehari?” pertanyaan Rizky membungkam Ananta. Semua kata yang ada di otaknya pun menghilang tergantikan dengan tawa yang tak kunjung usai memikirkan anak SMP punya pacar hanya sehari. Pikirannya segera kembali ke masa sekolahnya dulu. Masa-masa di mana yang ada di pikirannya hanyalah tentang mencoba membuat kue di masa senggangnya.

“Gimana bisa punya pacar hanya sehari, Mas?” tanyanya di sela-sela tawa yang masih sulit ia kendalikan. Terlebih lagi ketika ia menangkap semu merah di pipi pria yang memandangnya dengan lembut.

“Namanya juga anak masih kecil,” jawab Rizky. “Kita perlu bicara, tapi enggak sekarang.” Sebelum ia mengatakan sesuatu, Rizky berdiri dan mengulurkan tangan ke arahnya. Meski sempat ragu, pada akhirnya ia dengan yakin menelusupkan jarinya di sela-sela jadi Rizky yang menggenggamnya erat. Keduanya berjalan dalam diam dengan pikiran yang berbeda. Meski keduanya memiliki keyakinan bahwa mereka akan baik-baik saja.

“Mas jemput nanti siang, di sini atau rumah?” tanya Rizky ketika keduanya berhenti tepat tak jauh dari stand Sweet tooth.

“Di sini! Aku akan nunggu Mas di sini!” jawabnya tegas dengan senyum di bibir yang menular pada  pria jangkung di depannya.

Happy reading
😘😘😘
Shofie

Bisa Karena TerbiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang