Bab 21

342 126 20
                                    

Hari-H

Suasana rumah Ananta terlihat berbeda pagi ini, tapi pria yang semenjak melangkah memasuki rumah bercat putih itu hanya memandang di satu titik. Meja berkaki rendah dengan rangkaian bunga sederhana di bagian tengah. Ia mengenali salah satu pria yang duduk bersimpuh di sana, adik calon mertuanya yang akan menjadi saksi dari pihak perempuan.

Ia meraba jantungnya yang berdetak semakin kencang seiring langkahnya mendekati tempat yang seseorang tunjuk. Rizky tidak mengenali siapa, ia hanya mendengar orang tersebut berkata, “Mas Rizky duduk sebelah sini.”

Rizky mengedarkan pandangan dan bertemu dengan Ara, kakak sepupunya yang menjadi saksi nikahnya. Ia menoleh ke belakang dan menemukan Aryo yang duduk di belakangnya bersama beberapa tamu undangan. “Ambegan, Ky. Enggak lucu lek mantene semaput!”[1] Mendengar celetukan itu, Rizky harus menahan umpatan yang ada di bibirnya. Terlebih lagi ketika ia melihat pria yang akan ia jabat tangannya.

Jantungnya kembali berulah ketika ia melihat Ananta terlihat cantik dengan kebaya warna putih tulang sepanjang lutut yang membentuk tubuh langsingnya dengan erat. Matanya tak bisa berhenti memindai perempuan yang berjalan dengan kepala tertunduk malu. Sesekali ia mendapati mata cantik Ananta terarah padanya sebelum kembali menunduk dengan senyum terkulum. Langkahnya terlihat pelan membuat detak jantungnya semakin berderap kencang.

Perempuan impiannya dalam balutan kebaya dengannya senyum yang terarah hanya kepadanya, dalam hati ia berkata tak ingin bangun dari mimpi indahnya saat ini. Namun, tidurnya terganggu ketika merasakan gerakan lembut di lengan kanannya. “Lima menit lagi, lah!” erangnya sebelum kembali menarik selimut.

“Sayang, bangun!”

Seketika Rizky melompat turun dari ranjang ketika mendengar suara lembut perempuan dalam mimpinya. Matanya membeliak tak mempercayai penglihatannya saat ini, perempuan di dalam mimpinya terlihat anggun dengan kebaya, saat ini terlihat sexy dan menggoda dengan baju tidur berbahan satin warna hitam dengan tali spaghetti.

“Na! Kamu ngapain di dalam kamar Mas? Keluar, Na!” bentaknya. Ia tak mau terjadi sesuatu yang akan membuat semua upayanya untuk mendapatkan kepercayaan dari kedua orang tua Ananta hancur berantakan. Ia tahu hingga saat ini Puguh masih menahan diri, karena melihat kebahagiaan Ananta. Namun Rizky yakin, jika keduanya melihat Ananta bersamanya dengan pakaian menggoda seperti saat ini, tidak akan ada pernikahan.

“Yang … jangan diem aja, dong! Keluar dulu! Kalau Ibu lihat kamu … Papa sama Mama,” racaunya setelah terduduk di ranjang dan menundukkan kepala. Pikirannya semakin kacau ketika menyadari ia bertelanjang dada dan hanya menggunakan boxer. Bayangan buruk segera memenuhi kepalanya, ketakutan mencengkeram hatinya.  “Ya Allah … apa yang terjadi? Aku enggak mau melakukan sesuatu yang keluar batas denganmu, Na.”

Rizky tetap tertunduk ketika merasakan gerakan di belakangnya. Aroma parfum yang akrab di hidungnya membuatnya semakin merasa bersalah, terlebih lagi ketika ia merasakan lingaran tangan di pundaknya. Seketika Rizky menegakkan badan, tapi perempuan di belakangnya mengeratkan pelukannya.

“Sayang,” kata Ananta tepat di samping telinganya. Membuatnya semakin tegang dan bersiap untuk marah ketika matanya menangkap sebentuk cincin emas polos melingkarkan di jari manis Ananta.

Astaghfirullah ….” teriaknya sambil merenggangkan tangan Ananta dan memutar badan hingga sepenuhnya berhadapan dengan perempuan yang wajahnya memerah menahan tawa. Namun tak lama kemudian tawa Ananta pecan dan memenuhi ruangan, terdengar indah di telinganya. “Ya Allah … aku kok bisa lupa, to!”

Wajahnya marah padam memandang perempuan yang sudah sah menjadi istrinya tertawa terbahak-bahak sambil memegang perutnya. Perempuan yang tak sadar baju tidurnya sudah tersingkap hingga separuh paha itu tidak menyadari bahwa Rizky memandangnya dengan sorot mata menggoda.

"Saya terima nikah dan kawinnya Ananta Gemintang binti Puguh Setiawan dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!" Dengan tenang dan tegas Rizky mengucap ijab kabul dengan menggenggam tangan Puguh. Pria tegap yang telah mendidik Ananta menjadi pribadi yang kuat. Perempuan yang belum ia lihat selama hampir seminggu.

Setelah kata sah terdengar, rasa syukur, lega, bahagia dan terharu menerpanya. Bahkan senyum sang bapak terlintas di pelupuk matanya. Tangis haru terlihat di mata Ibunya yang duduk dengan tangan terlipat di pangkuan. Mita dan Mala pun terlihat meneteskan air mata dan tersenyum ke ke arahnya yang masih belum bisa meredakan detak laju jantungnya.

Suara pembawa acara terdengar seperti dengungan lebah, saat ia melihat Ananta memasuki ruang tamu yang dipenuhi rangkaian bunga berwarna putih.

Nafas Rizky terasa berhenti saat Ananta berhenti tepat di depannya. Kepala istrinya tetap tertunduk selama proses tukar cincin, membuatnya gemas ingin membuatnya mendongak untuk melihat ke arahnya. 

Saat mereka meminta Ananta untuk mencium punggung tangan kanannya. Jantungnya berdetak semakin kencang. "Mas Rizky sudah boleh cium kening istrinya lho, sudah sah." Goda MC nya lagi.

Begitu mendapat lampu hijau begitu, ia menangkup kedua pipi Ananta dan menariknya ke atas dan membuat wajah yang tertunduk dari tadi bisa ia lihat lebih jelas. "Assalamu'alaikum istri," sapanya setelah mencium kening Annata lama. 

Gemintang tersenyum dan menggenggam tangannya yang masih berada di kedua pipinya. "Waalaikumsalam Suami." Saat itu hanya Ananta yang ia lihat. Suara dan tawa semua tamu pun tak bisa membuatnya mengalihkan perhatian dari sang istri.

Tepukan halus di pundak membuatku tersadar dan tersenyum malu saat mendengar MC berkata, "Mas nya ditahan dulu. Tunggu jam mainnya ya. Ini masih ada tamu yang mau kasih selamat lho." 

Rizky dan Ananta sepakat untuk membuat acara sesederhana mungkin, hanya saudara dan teman dekat yang mereka undang. Bukan karena ingin merahasiakan, tetapi mereka berdua sepakat berita baik ini akan lebih indah jika dibagi dengan mereka yang dekat di hati.

“Sudah ingat, Bapak?” tanya Ananta. “Aku sudah mau marah waktu Mas bentak tadi, tapi begitu aku sadar kamu lupa kalau sudah menikah … perutku sampai sakit karena harus nahan untuk enggak keta—”

Suara tawa yang telah menjadi kesukaannya terhenti seketika ketika ia mencium kening perempuan yang telah berada di bawah kungkungannya. Rizky melarikan bibirnya ke mata dan juga hidung mungil istrinya sebelum menuju bibir yang semenjak tadi menggoda imannya.

“Maafkan suamimu, ya, Sayang,” katanya dengan jeda di setiap kata. “Entah apa yang membuat suamimu lupa, tapi saat ini, Mas sudah ingat … semuanya.”

Tubuhnya bereaksi dengan cepat ketika Ananta mengalungkan lengan ke lehernya. Mendongak seakan mempersilahkan dirinya untuk mengulang semua yang terjadi semalam, “Kita bisa ulang semuanya kembali kalau Mas sekarang berangkat mandi, karena istrimu enggak mau melewatkan Subuh pertama bersama suaminya. Mandi, sekarang!”

Melihat kesungguhan di mata istrinya, Rizky segera beranjak menuju kamar mandi. "Edan tenan, kok yo iso lali lek wis kawin to, Ky! Goblok!"[2] katanya tepat ke arah cermin ketika mengingat kebodohannya beberapa menit yang lalu. Penyesalannya tidak hanya sampai disitu ketika mengingat rencananya untuk membangunkan sang istri sebelum salat Subuh.

[1] Napas, Ky. Enggak Lucy kalau pengantinnya pingsan

[2] Gila Benet, kok bisa lupa kalau sudah menikah, Ky! Bodoh!

Yuhuuuu
😘😘😘
Shofie

Bisa Karena TerbiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang