33. Satu Masalah Terselesaikan

11.5K 541 1
                                    

"Huft ... Al, ajak adikmu turun dan sarapan!" pungkas Azka yang dipatuh oleh Alvaro. Kemudian pria itu bangkit dari duduknya dan memapah sang istri untuk turun ke lantai bawah karena mereka ingat bahwa keluarga Azizah masih berada di rumah ini.

"Sayang, sebelumnya kumohon untuk kau mengendalikan emosimu, okey? Ingatlah keadaan babys dalam kandunganmu dan ingatlah keadaanmu yang masih belum pulih benar!" peringat Azka khawatir.

"Iya, Mas. Aku akan selalu ingat pesanmu ini, ingatkan aku jika aku lepas kendali lagi, ya?"

"Sudah menjadi tugasku untuk itu, Sayang."

Azizah hanya tersenyum membalas ucapan suaminya, kemudian pasutri itu turun ke lantai bawah untuk menemui keluarga mereka yang mungkin merasa begitu bersalah pada mereka berdua setelah kejadian yang terjadi beberapa saat lalu. Namun, Azizah dan Azka tak menemukan keadaan keluarga mereka ketika sampai di lantai bawah, akankah mereka pulang terlebih dahulu tanpa pamit karena merasa bahwa mereka tak mengharapkan kehadiran keluarga itu? Ataukah mereka sudah pamitan pada Alvaro untuk pulang terlebih dahulu?

"Al, Alvaro!" panggil Azka.

"Iya, Bi? Kenapa?"

"Al, apa mereka semua sudah pulang?" tanya Azizah menatap putranya yang baru saja turun bersama Fattah.

"Maksud Ummah, jiddah Ija, jiddih Hasan, ammi Azzam, dan tante Diana?"

"Iya, mereka. Mereka pamit ke kamu kalau mau pulang?"

"Nggak, Ummah. Cuma tadi Al gak sengaja liat jiddah Ija berdiri di depan kamar Ummah yang pintunya sedikit terbuka dengan air mata yang mengalir deras di mata jiddah. Jiddah cuma bilang kalau ada hal yang lupa jiddah Ija bilang pada jiddih Hasan, terus jiddah Ija langsung turun gitu aja."

"Mas, aku yakin ummi denger semua pembicaraan kita tadi sehingga ummi merasa begitu bersalah dan langsung pulang sama yang lainnya tanpa pamitan ke kita semua, Mas."

"Yaudah, biarin aja dulu, okey? Kamu jangan terlalu mikirin ini biar kamu dan anak-anak kita gak kenapa-napa, aku gak mau kamu sampe pingsan lagi kaya tadi hanya karena stress dan pikiran kamu terbebani akan semua masalah kita."

"Iya, Mas. Aku gak akan mikirin masalah kita, kok. Kita makan aja, yuk! Aku laper," ajak Azizah tersenyum lebar sembari mengelus perut buncitnya.

"Ayo, Ummah! Fattah juga udah laper, habis gitu kita jalan-jalan, ya? Abi udah janji mau ngajak kita semua jalan-jalan, iya 'kan, Abi?"

"Iyya, tapi sebelum itu kita makan dulu dan lakukan sesuatu yang penting dilakukan!" sahut Azka memberikan tatapan tajamnya pada Alvaro.

Alvaro hanya mengangkat bahunya tak acuh kemudian berjalan menuju meja makan untuk mengisi perutnya yang kosong, mereka pun makan dengan tenang dan khidmat tanpa ada suara sedikit pun selain suara dentingan sendok. Setelah makan, Azka mengajak keluarga kecilnya berkumpul di ruang keluarga untuk melakukan hal yang ia maksudkan tadi.

"Sayang, kamu gak suka dibohongi, 'kan?" tanya Azka tanpa mengalihkan tatapan tajamnya pada Alvaro.

"Tentu aku paling gak suka dibohongi, Mas! Kenapa? Kamu berani bohong sama aku, iya?"

"Nggak, aku gak lagi bohongin kamu, kok. Cuma ... anak kesayangan kamu satu ini udah berani bohong sama kamu!" Azka menyeringai kala tubuh Alvaro menegang seketika setelah mendengar ucapannya.

"Siapa, Mas? Fattah? Atau Alvaro?"

"Anak yang selama ini berjauhan sama kamu itu siapa, emang?"

"Cuma Alvaro, siapa lagi?"

Kamulah Takdirku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang