📍Nggak ada pertanyaan, cuma mau bilang SEMANGAT!
🌌 Happy Reading 🌌
Cowok itu meregangkan tubuhnya, hari ini cukup lelah mengingat kafe milik Bryan tadi lebih ramai dari biasanya, ditambah ia baru saja menyelesaikan semua tugas sekolah
Kakinya melangkah menuju kamar sang bunda untuk memastikan bundanya sudah tidur atau belum, tapi ternyata yang ia cari tidak ada di kamar itu. Akhirnya Angkasa menemukan seseorang yang dicarinya di teras rumah. Wanita itu nampak sedang duduk di kursi rotan, kepalanya menengadah menatap langit malam.
"Bunda, kenapa belum tidur?"
Wanita itu menoleh dan tersenyum. "Bunda nggak bisa tidur."
Angkasa ikut mendudukkan dirinya di samping Kania. Ia menatap lekat wanita yang telah melahirkannya itu.
"Bunda suka lihat langit?" tanya Angkasa.
Kania mengangguk. "Langit itu indah."
"Alaska lebih suka luar angkasa daripada langit," sahut Angkasa membuat Kania menoleh.
"Kenapa? Padahal luar angkasa itu gelap," ucap Kania.
Angkasa tersenyum tipis. "Karena di sana tersimpan banyak misteri. Kebanyakan orang lebih suka langit dan lupa kalau sebenarnya luar angkasa juga indah, cuma nggak bisa kita lihat secara langsung."
Hening sejenak. Rasanya Angkasa ingin sekali menanyakan sesuatu, tapi ia takut membuat bundanya marah dan tak terkendali.
"Bunda, Alaska mau tanya sesuatu." Angkasa memberanikan diri.
"Tanya apa?"
Pandangan Angkasa menurun, tak berani menatap bundanya.
"Bunda ingat siapa yang bunda selamatkan waktu kebakaran di rumah sakit tujuh tahun yang lalu?" tanya Angkasa.
"Kamu, Alaska. Waktu itu kan, Bunda antar kamu ke toilet."
Entah itu imajinasi Kania atau apa, Angkasa tak tahu. Jelas-jelas waktu itu Alaska pergi ke toilet sendirian, sedangkan Kania tetap berada di samping Angkasa.
"Apa Bunda punya anak lain, selain Alaska?" tanya Angkasa pada akhirnya.
"Nggak."
Angkasa mengangguk pelan, tetap berusaha bersikap normal.
"Bunda ... nggak ingat Angkasa?" tanya Angkasa lagi. Ia terus menatap bundanya dan menunggu reaksinya.
Kania menoleh, tak ada senyuman sedikit pun di wajahnya.
"Maksud kamu?" Suara Kania berubah tajam.
"Angkasa Raga Galenza." Angkasa mengucapkan namanya dengan jelas.
Setelah mendengar nama itu, Kania tampak gelisah. Tangannya terlihat gemetar.
"Jangan sebut nama itu lagi, Alaska!"
"Tapi kenapa, Bunda?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lihat Angkasa, Bunda.
Ficção AdolescenteAngkasa harus menjadi Alaska setiap hari demi bundanya yang depresi. Alaska yang merupakan saudara kembar Angkasa itu hilang karena suatu insiden dan belum ditemukan hingga kini. Angkasa harus selalu bekerja demi pengobatan sang bunda dan dirinya se...