[ 3 ] saat ini

776 157 4
                                    

Yoshi bersandar pada tiang pembatas dekat jembatan, disinilah dia mencoba menenangkan diri. Fakta jika adiknya sakit keras membuatnya tidak bisa berpikiran normal. Dia ketakutan sekali, dia kembali bertanya-tanya kenapa Tuhan memberikan banyak rasa sakit. Pada mereka yang tidak memiliki banyak kekuatan. Ini benar-benar tidak adil, Yoshi kesulitan. Dia tidak bisa mengadu pada siapapun, dan menangis pada pelukannya.

Kenapa menjadi seorang kakak harus seperti ini? Sepertinya Yoshi baru memulai perannya. Tapi Tuhan justru memberikan cobaan yang terlalu berat. Dia tidak tahu bagaimana caranya untuk memberitahu kedua orangtuanya, Yoshi terlanjur muak pada mereka. Yoshi tidak berkeinginan, ada sebuah kepedulian yang hanya sesaat.

Sosok-sosok yang menghadirkan mereka ke dunia saja enggan untuk datang. Janji untuk kembali nyatanya hanya sebuah untaian kata yang tak berarti sama sekali. Mereka tidak pernah menemui anak-anaknya, mereka ingkar pada janjinya sendiri.

Yoshi menangis menumpahkan segala air mata yang ia tahan. Jika di depan adik-adiknya ia tak boleh menangis, ia harus menjadi pengobatnya. Yoshi hanya tidak mau adik-adiknya menahan tangisannya agar terus tegar, sementara batin mereka terluka. Yoshi rela menjadi apa saja untuk adik-adiknya, asalkan mereka baik-baik saja.

Ia tak tega melihat bagaimana Haruto menahan sakitnya sendirian, dia seolah-olah kehilangan kesempatan untuk bertahan hidup lebih lama. Dilihat dari betapa kuatnya dia menahan sakitnya, Haruto tak lagi mengeluh. Mungkin saja dia berpikir keluhan tidak akan membuatnya sembuh, Haruto hanya menunggu kapan dia tiada. Bukan karena menyerah, Haruto hanya lelah.

Sementara para kakaknya berusaha agar dia tetap hidup sampai tahun berikutnya. Haruto tidak yakin akan itu semua, dia hanya bertahan semampunya saja.

Yoshi masih ingin mempertahankan satu-satunya nyawa yang sebentar lagi akan menyudahi kehidupannya di dunia, ini hanya perkiraan. Tidak semua para nyawa lenyap karena penyakit, Yoshi masih bisa mempertaruhkan apa saja. Setidaknya sampai adiknya benar-benar dinyatakan sembuh.

"Mama Papa, apa Yoshi bisa ngejalanin ini semua sendirian? Kenapa kalian enggak pernah datang. Apakah anak-anak mu ini tidak berharga? Bunuh saja kami. Jangan biarkan kami hidup dalam rasa sakit," lirih Yoshi yang menangis sesenggukan.

"Kak, aku mau ngomong sesuatu," ucap Asahi yang sebenarnya juga, dia tidak berkeinginan untuk mengatakannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kak, aku mau ngomong sesuatu," ucap Asahi yang sebenarnya juga, dia tidak berkeinginan untuk mengatakannya. Tapi dia benar-benar harus memberanikan diri, untuk mengatakan hal-hal penting lainnya.

Yoshi yang baru memasuki ruangan rawat Haruto pun mengangguk, ia terlihat lesu. Akan tetapi, tidak membuat senyuman manis tidak dapat terukir indah. Asahi dengan cepat merangkul lengan kakaknya, helaan napasnya dapat ia rasakan. Pastinya ada yang dipikirkan, Yoshi selalu berusaha menyembunyikannya mati-matian. Dia hanya ingin terlihat kuat, dan tidak terlihat menanggung bebannya sendirian.

"Kamu capek dek? Istirahat aja dulu. Gak usah terlalu memaksa," ujar Yoshi khawatir padahal di sini, dia lah yang lebih kelelahan dari pada Asahi.

"Aku gak papa, kak. Apa yang mau aku omongin lebih penting ketimbang keadaan ku sendiri."

Pulang[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang