[ 6 ] pulang sesungguhnya

877 151 9
                                    

Terus-terusan menahan diri juga sebuah kesalahan beberapa saat yang lalu dokter menjelaskan keadaan Haruto, keadaan yang jelas sekali membuat mereka tempuruk. Adiknya kritis, keadaan yang sebenarnya sudah dihindari sedari dulu, mereka mencoba melakukan apa saja agar dapat membuat rasa sakit yang adiknya rasakan menghilang. Mereka berusaha mati-matian, berharap jika itu bisa menjadi kenyataan.

Tapi, sepertinya mereka gagal. Tuhan lebih dulu menambah pesakitannya barangkali agar cepat menyudahi. Kemungkinan besar, Tuhan jauh lebih tahu apa yang terbaiknya untuk Haruto. Meskipun bagi mereka hal semacam itu menyakitkan.

Asahi menganggap ini bukan keadilan bagi dirinya dan, para kakaknya yang lain. Mereka berjuang tanpa di dampingi orangtuanya, orang-orang dewasa itu melupakan yang namanya kewajiban. Mencari kebahagiaan dan, tak mengingat anaknya sendiri. Mereka benar-benar berbahagia dengan hidupnya masing-masing.

Jadi, ia memutuskan untuk kembali ke rumah yang dulunya adalah tempat kebahagiaan, yang juga tiada henti untuk dirasakan. Hingga sesuatu yang dibencinya tiba, yaitu perceraian karena rasa bosan satu sama lain. Kenapa orang-orang dewasa harus melakukan itu? Mereka egois sekali. Dan merasa sudah menjadi orang baik saja.

Asahi menghela napasnya, dengan keberaniannya juga mengetuk pintu rumah tersebut dengan kuat, ia tak tahan untuk menunggu apalagi membiarkan ibunya bahagia. Kebahagiaan itu benar-benar tidak berguna, jika dia saja melepaskan seseorang yang seharusnya di jaga.

Biarkan saja dia dikatakan egois, lagian yang mengajarkan itu lebih dulu adalah kedua orangtuanya sendiri. Mereka melakukan itu pada anak-anaknya, maka Asahi juga bisa melakukan hal serupa. Seperti rasa sakit, harus di balas dengan rasa sakit pula. Tidak peduli jika itu pun bentuk kesalahan yang paling nyata.

Karena ketukan pintu yang kuat itu, membuat seseorang membuka pintu dengan kasar, dia juga ikut kesal karena ketukan tersebut. Namun, betapa terkejutnya lagi saat si pelaku yang mengetuk pintu rumahnya barusan.

"Asahi?"

"Bahagia banget," ucap Asahi dengan tatapan sinis. "Ku pikir ibu akan benar-benar kembali, dan membawa kami pergi bersamamu."

Ibu tidak mengerti yang dimaksud dengan perkataan oleh Asahi, ia langsung meraih tangan sang putra dan menanyakan kabar mereka ber-empat. Karena memang sudah lama tidak bertemu, bukan hanya itu saja. Mereka tidak saling memberikan kabar satu sama lain.

Bisa juga ibunya hanya sekedar bertanya bukan benar-benar memperdulikan itu. Jika dia peduli, sudah sedari dulu juga dilakukannya. Bukan untuk saat ini saja.

"Ibu punya keluarga baru kan? Aku penasaran kamarku ditempati sama siapa. Kok bisa seorang ibu yang katanya adalah sosok paling pengasih, dan selalu ada sekarang lupa akan itu semua. Hidup memang kejam," ucap Asahi, ia segera masuk ke dalam rumahnya dan menatapi sekitar.

Sang ibu jelas sekali panik di buatnya,ia belum sempat mengatakan alasan demi alasan untuk perkataan yang terjabarkan untuknya. Ternyata, Asahi akan jadi lebih penasaran jika ia sudah kesal. Asahi memang tidak banyak mengatakan apapun. Dia selalu berdiam diri, seolah-olah dia memang tidak peduli.Ternyata itu kesalahan terbesar.

Asahi mulai melangkah menaiki anak tangga, ia menghapus air matanya ketika menatap pajangan di dinding tepat didepannya. Dulu pajangan itu terdapat fotonya bersama ketiga saudaranya yang lain, foto saat kelulusan Yoshi. Tapi sekarang sudah tergantikan oleh foto keluarga milik ibunya. Bersama pria lain, dan dua orang putra. Ibunya benar-benar menemukan kebahagiaannya sendiri, melupakan putranya yang masih membutuhkan belaian nya.

"Ibu bisa jelasin, sekarang,kita turun ke bawah, jangan ke kamarmu," pinta ibu menghalangi apa yang Asahi akan lakukan. Asahi tidak perlu mengetahuinya juga. Dia tidak akan paham di buatnya.

Pulang[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang