[ 7 ] rela

811 139 8
                                        

Wanita baya itu terlihat dengan penampilan yang amat berantakan, dia sudah memberitahu Yoshi jika berada di rumah sakit. Dan kebetulan sekali, keberadaan Yoshi juga berada di tempat yang sama. Mungkin semuanya memang sudah ditakdirkan, sekalipun mereka tidak berkeinginan hal seperti ini harus terjadi.

Dia terus menunggu, air matanya menetes tiada henti. Apa yang mesti dikatakan olehnya? Apakah dia akan di cap sebagai seorang pembunuh? Ya mungkin begitu. Kenyataannya bisa saja mengungkapkan kebenaran yang ada, meskipun dia mengaku tidak sengaja.

Ketidaksengajaan yang membawa seseorang pulang lebih awal. Ini akibatnya ketika sudah lelah menunggu, tapi tak kunjung di jemput. Asahi memang sudah lama menunggunya, dia kelelahan. Dan Tuhan mendengar segala keluh kesahnya, yang hanya dikatakannya pada Tuhan saja.

Suara langkah kaki seseorang terdengar di koridor rumah sakit, wanita baya itu menoleh ke sumber suara. Dengan cepat ia menubruk tubuhnya kuat sambil menangis penuh sesak.

"Bu, kenapa? Kok malah nangis?"

"Asahi, adikmu maafkan ibu Yos. Ibu beneran gak sengaja," ucapnya yang belum berani mengatakan yang sebenarnya.

"Kenapa? Coba kasih tau ke Yoshi, Asahi kenapa?" Yoshi terlalu penasaran membuatnya bertanya seperti itu. "Bu jangan buat Yoshi khawatir."

"Asahi udah ninggalin kita."

Tapi Yoshi masih belum mengerti tentang apa yang ibunya katakan, dia sekedar menggaruk kepalanya dan segera memeluk tubuh ramping sang ibu. Yoshi tidak bisa mempercayai kalimat tersebut, dia menemui ibunya bukan untuk mendengar kalimat seperti ini.

Bisikan yang amat lembut, kenapa anak baik seperti putranya harus terlahir dari seorang wanita jahat? Ini sungguh tidak adil. Dan ia juga baru menyadari kejahatan apa yang telah diperbuatnya. Seandainya saja kejadian itu tidak pernah terjadi, kemungkinan besar ada banyak hal yang masih bisa diperbaiki olehnya.

"Yoshi?"

"Asahi tadi izin ke aku mau ke rumah ibu, tapi entahlah aku lupa. Soalnya sibuk ngejagain Haruto, lagian setahuku Asahi mana mungkin ke sana," sahut Yoshi mengingat beberapa hal yang adiknya katakan.

"Tapi dia ke rumah ibu, dan ibu membunuhnya."

"Ibu kalo ngomong sesuai fakta aja, ngapain juga ngomongnya gitu. Ya walaupun ibu memang gak ngebahagiain tapi mana mungkin ibu ngebunuh anak ibu sendiri," tutur Yoshi menghapus air mata wanita baya itu. Dia benar-benar tidak bisa mempercayai sebuah fakta, yang tidak mungkin diperbuat oleh ibunya sendiri.

"Tapi ibu bersungguh-sungguh mengatakannya."

"Maksud ibu?" tanya Yoshi yang tidak mengerti maksud dari ibunya. Dan dia berharap, bahwa yang dikatakannya bukanlah sebuah kenyataan yang ada.

"Asahi udah gak ada. Dia ninggalin kalian dan ini salah ibu," ucapnya tanpa ragu-ragu. Setelah di rasa ia pantas mengakui kesalahannya. Karena bagaimanapun yang terjadi, tetap saja dia lah yang bersalah di sini.

Semantara itu Yoshi jatuh bertumpu, dan menangis terisak. Dia baru bertemu Asahi pagi tadi, dan siang ini ia mendengar adiknya telah tiada? Sungguh perihal seperti ini sulit untuk dipercayai olehnya. Dia tidak berharap, bahwa semuanya harus terjadi.

"Ibu, kenapa ibu melakukannya?" lirih Yoshi yang air matanya membasahi kedua pipinya itu.

"Ini ketidaksengajaan ibu, nak. Ibu beneran gak sengaja," ujarnya sekali lagi. Tapi berkali-kali dia menolak untuk mengatakan bahwa tidak bersalah. Tetap saja di sini, dialah yang bersalah.

Pikiran anak itu benar-benar kacau sekali, ia sudah banyak menanggung beban setelah mendengar kabar sedemikian. Entah kenapa ia jadi merasa ini salahnya. Yoshi tidak menyalahkan sang ibu sama sekali.

Pulang[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang