BRUISE
Masa bodoh.
Itulah yang sekarang ada di pikiran seorang Jung Hoseok. Lelaki itu sama sekali tak peduli dan masa bodoh dengan dinginnya lantai kamar mandi yang menyengat kulit telanjangnya. Seluruh bagian belakangnya yang tak tertutup sehelai benang itu kini telah menempel pada lantai dingin kamar mandi. Entah apa sebenarnya yang ia lakukan sekarang, ia hanya merasa bahwa kegiatan ini menenangkannya. Aneh memang namun setidaknya itu berhasil untuknya.
Selesai dengan kegiatan anehnya, kini ia berusaha bangun dari posisinya. Merasakan sekujur tubuhnya yang kotor dan pegal bukan main. Bukan itu saja, beberapa bekas biru keunguan juga terlihat pada kulit mulusnya.
“Huft, bahaya jika sampai Namjoon melihat ini” keluhnya sembari melihat ke arah kaca.
Namjoon adalah hal pertama yang melintas di kepalanya saat ia mendapat luka lebam itu. Bahkan Hoseok sama sekali tak memikirkan sakit dan pedihnya sensasi yang kulitnya rasakan hingga menjadi lebam seperti itu. Jelas bukan karena Hoseok menikmati proses lebam itu, ia hanya telah terbiasa dengan rasa sakit hingga rasanya luka sekecil itu saja bukanlah sebuah urusan yang begitu besar.
Pakaian kebesaran yang tergeletak di lemari penyimpanan terpaksa Hoseok pakai karena ia lupa mengambil bajunya di binatu. Seharusnya ia menyuruh Jimin untuk mengambilnya nanti sepulang sekolah.
Sekarang adalah waktu baginya untuk segera pulang ke rumah sebelum ia bertemu Namjoon.
Kaki kecil itu berjinjit dengan langkah kecil mencoba meredam segala suara saat dirinya melewati depan pintu ruangan milik Namjoon. Tapi percuma saja karena malah pintu kayu itu terbuka tepat saat Hoseok berada di depannya.Memang kemampuan telinga dan hidung Namjoon setara dengan anjing. Entah bagaimana Namjoon bisa mengetahui gerak-gerik Hoseok hanya dari bau dan suara.
“Mau kabur kemana? Gerak-gerikmu itu seperti maling saja sih. Oohh pantes, itu baju punyaku yang di lemari, kan? Dasar miskin, baju aja pinjem.”
Namjoon menyadari bajunya yang sedang dipakai Hoseok. jelas terlihat kebesaran karena badannya jauh lebih besar dan kekar dari si cungkring Hoseok. Kemeja itu terlihat seperti selimut di mata Namjoon.
Matanya yang sipit itu melihat sesuatu yang aneh dibalik baju miliknya yang menempel di tubuh Hoseok. Tanpa pikir panjang ia langsung menarik Hoseok ke dalam ruangannya, merobek baju itu tanpa ampun hingga kancingnya berloncatan kemana-mana.
“Apa ini? Siapa yang ngelakuin ini? Apa pelanggan tadi malam? Arghh bangsat!”
Inilah alasan mengapa Hoseok ingin kabur dari Namjoon, lelaki yang seumuran dengannya itu akan meledak-ledak dan bertindak menyebalkan hanya karena luka lebam yang kecil ini.
“Jangan bilang bahwa ini luka kecil dan tidak sakit. Buang semua omong kosongmu dan liburlah untuk hari ini. Pulang dan istirahat aja di rumah. Kalo sampe keluyuran, aku gak segan-segan perkosa kamu di jalanan. Ngerti?” ancam Namjoon yang harus Hoseok lakukan karena itu semua bukan isapan jempol apalagi legenda.
“Okeh, Joon. Iya ini aku izin pulang ya.”
“Gak gak, aku anterin aja biar cepet.”
Tanpa bisa Hoseok bantah akhirnya ia pulang dengan Namjoon menggunakan mobil BMW Sport-nya.
Sepanjang perjalanan Hoseok bagaikan seorang anak kecil yang sedang diberikan wejangan karena terjatuh dari ayunan karena tidak berhati-hati. Secerewet dan seribut itulah Namjoon padanya. Hoseok pun hanya mengangguk dan menjawab “Ya Joon”, “Okeh” dan “Iya iya”.
Untung saja tempat tinggalnya tidak terlalu jauh jika ditempuh dengan mobil hingga wejangan milik Namjoon pun tidak bertahan begitu lama. Selain itu Hoseok juga sangat membutuhkan istirahat setelah melayani pelanggannya yang bisa dibilang tidak baik itu.
“Jimin udah mau berangkat sekolah ya. Hati-hati disana ya imutnya kaka.” Hoseok mengusak rambut adiknya yang sedang menata tasnya.
Jimin hanya tersenyum dengan tingkah kakaknya itu. Dilihat dari gestur tubuhnya, Jimin yakin jika kakaknya itu kelelahan.
“Aku udah bikin sarapan buat kakak. Tadi aku udah makan jadi kakak makan dulu abis itu langsung tidur ya ka.”
“Iya nanti kakak makan kalo lapar” ujar Hoseok sembari berjalan ke arah kamarnya.
“Makan dulu sini. Jimin suapin nih kalo gak mau.” Paksa Jimin
“Ya ampun adeknya kakak galak ya. Iya ini makan.”
Jimin tak beranjak dari kursi makan di depan Hoseok. Dengan mata kecil yang menyimpan sejuta pesona itu, Jimin mengawasi kegiatan makan sang kakak. Hoseok tak merasa keberatan sama sekali dengan pengawasan mata tajam Jimin karena baginya adiknya itu malah terlihat lucu.
“Udah abis nih, sekarang kamu berangkat sekolah biar pinter, hehe” kembali Hoseok mengusap rambut lembut milik adiknya itu.
Jimin pamit berangkat ke sekolah pada kakaknya. Berjalan menuju halte bus terdekat dari rumahnya dengan earphone yang menyumpal telinganya. Kini ia harus menghadapi kehidupan sekolahnya yang pasti tidak akan mudah.
Hoseok kini sedang tertidur dengan pulas di kasurnya. Bahkan ia tak mengganti hoodie milik Namjoon yang tadi pria besar itu pinjamkan karena tak mungkin Hoseok pulang tanpa busana atas.
Pintu rumahnya terbuka tanpa suara sosok itu masuk ke kamar Hoseok dan meninggalkan sebuah tas yang cukup besar berisi makanan. Tak lupa orang itu memberikan elusan lembut di pipi Hoseok yang gembil padahal tubuhnya kurus. Sebuah kecupan selamat tidur pun tak lupa diberikan pada kening dan juga bibir Hoseok.
###
Jimin turun dari bus dengan wajah yang murung dan kelabu. Tapi wajah itu seketika berubah saat mendekati kawasan rumahnya. Wajah manis dan imut yang terbiasa ia tunjukkan pada Hoseok langsung keluar begitu saja. Ternyata Hoseok sudah bangun dan sedang menyiapkan makan malam untuk keduanya.
“Aku pulang.”
“Ehhhh adek kaka yang ganteng, ayo makan dulu yuk.”
Jimin melirik meja makan yang penuh dengan berbagai jenis makanan.
“Ada perayaan apa ka? Kok banyak banget makanannya”
“Biasalah si pohon gede. Dia ngasih ini pas kaka masih tidur kayaknya.”
Jimin mengangguk mengerti jika ini adalah tingkah dari teman kakaknya, si pohon gede alias Namjoon.
Makan malam itu berlangsung riang dengan makanan yang enak dan obrolan yang ringan nan tetap hangat. Satu hari terlewati dengan Hoseok yang bolos kerja atau bisa dibilang diberi hari libur oleh pemilik usaha. Sebuah waktu berharga untuknya istirahat dan bercengkerama dengan adik kecil kesayangannya.
Di lain tempat, pria besar berotot itu dengan santainya menyaksikan salah satu orang penting di kota itu tengah dihajar hingga level sebelum babak belur.
Kenapa disebut level sebelum babak belur? Jelas karena Namjoon hanya ingin membalas dendam sekaligus memberi peringatan pada kliennya itu agar tidak melakukan kesalahan lagi. Melukai dan menyakiti karyawannya adalah kesalahan besar yang tidak bisa Namjoon toleransi apalagi jika menyangkut sahabatnya Hoseok. Ia pun tak peduli siapapun dan sepenting apa kliennya itu, Namjoon tetap akan memberikan pelajaran setimpal.
Puas dengan pemberian pelajarannya, Namjoon pun memutuskan untuk kembali ke tempat usahanya sekedar untuk mengawasi dan mengisi waktunya yang kosong karena ketiadaan Hoseok. Namun ternyata waktu kosongnya terisi karena ada seseorang yang ingin menemuinya secara langsung.
“Kim Namjoon-ssi?” Tanya sosok itu saat Namjoon memasuki ruangannya.
“Benar dengan saya. Sungguh sebuah kehormatan bagi klub kumuh saya ini untuk didatangi seorang yang sangat berpengaruh seperti anda,
Menteri Kim Seokjin.”
To be continued…..
Seperti yang dijanjikan aku bawa book baru. Ini baru teaser ya dan ceritanya ga akan sependek dan secepat 'Keputusanku' krna masih dalam proses on going.
Semoga nanti minggu depan aku bisa lanjutkan cerita ini di book yang baru, nanti kalian tinggal cek profilku aja.
Byee~ 💜
KAMU SEDANG MEMBACA
STORY about HOBI (Hoseok Bottom)
FanfictionKumpulan one shoot, two shoot atau malah three shoot tentang Hoseok Bottom dengan segala pair. Khusus Hoseok bottom ya😉😊