5

172 18 0
                                    

You can't publish my story on another website without my permission because thinking about the plot is so difficult that I even stay up all night

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

You can't publish my story on another website without my permission because thinking about the plot is so difficult that I even stay up all night.

Tidak boleh publikasikan ceritaku di website lain tanpa seizinku karena memikirkan alur cerita itu sulit sekali bahkan aku sering begadang.

Happy reading

🍁 Tomi sebenarnya malas

Aku tawuran di salah satu pinggiran kota karena ada yang mencari gara-gara denganku.

"Inumaki tomi kau mencari mati hah!" Remeh Lawanku.

"Ayolah aku sendirian saja bisa membuatmu berakhir di rumah sakit!" Ledekku.

"Kau tidak takut dengan seratus orang yang berada disini?" Tanyanya.

"Cuma seratus ayo serang aku bersamaan." Tantangku.

Aku berlari dan menghabisi mereka satu-persatu dengan santai bahkan menabrak mereka satu sama lain.

Aku merasakan bahaya dan ada yang mendorongku ke belakang lalu dengan sengaja membuat kedua tanganku tertimpa batu yang sangat besar.

"Sial!" Kesalku.

"Kau kalah inumaki tomi!" Ledeknya.

"Tidak akan!" Pekikku.

Aku menendang batu tersebut beberapa kali dan akhirnya hancur membuat mereka semua bergidik ngeri melihat itu.

"Lanjut?" Tanyaku.

"Kau zombie!" Pekiknya.

"Zombie kah?" Tanyaku santai.

"Kedua tanganku baik-baik saja heran aku." Batinku.

"Hajar dia!" Pekiknya.

Aku berhasil mengalahkan mereka semua dan saat membalikkan badan disana ada toge tersenyum kepadaku.

"Ayo pulang!" Ajak Toge.

"Hehehe iya." Tawaku.

Aku merangkul pundak toge dan pulang dan bersama-sama untuk makan malam karena kulihat matahari sudah terbenam.

Sampai di rumah aku membersihkan diri dan makan malam seperti biasanya bersama keluarga.

Pagi harinya aku terbangun untuk berangkat sekolah namun aku terdiam sejenak.

"Kedua tanganku sakit." Ucapku.

"Pasti karena kemarin." Ucapku.

Aku meringis karena kedua tanganku benar-benar sulit digerakkan bahkan aku terdiam saja.

"Adek sekolah!" Pekik Toge.

"Aku tidak mau sekolah!" Pekikku.

"Eh?!" Kaget Toge.

Aku berusaha keluar dari selimut dengan menendangnya dan aku duduk mencoba menggerakan kedua tanganku.

"Dek!" Panggil Toge khawatir.

"Duluan saja aku akan menyusul!" Pekikku.

"Baiklah!" Pekik Toge.

Aku tidur kembali namun ada yang mengelus surai rambutku saat kulihat ternyata kaachan.

"Tumben terlentang tidurnya?" Tanya Kaachan.

"Kaachan aku tidak mau sekolah ya." Ucapku.

"Kenapa hm?" Tanya Kaachan.

"Kedua tanganku pegal." Ucapku.

Kaachan menyentuh salah satu tanganku dan rasanya sakit sekali.

"Argh sakit kaachan!" Pekikku.

"Eh dek!" Kaget Kaachan.

"Hiks sakit lepaskan hiks." Tangisku.

Kaachan tidak menyentuh tanganku dan aku mundur karena kedua tanganku benar-benar sakit.

"Kedua tanganmu bengkak dek pasti patah." Ucap Kaachan khawatir.

"Hiks sakit hiks." Tangisku.

"Kita ke rumah sakit ya." Ucap Kaachan.

"Hm." Gumamku.

Air mataku terus saja turun dan kaachan mengelapnya bahkan ingusku juga kulihat kaachan menghubungi touchan.

"Astaga tomi!" Pekik Touchan.

"Tawuran lagi?" Tanya Kaachan.

Aku hanya mengganggukkan kepalaku dan touchan langsung menggendongku begitu saja lalu membawaku ke dalam mobil.

Di rumah sakit aku hanya diam saja dan melirik kesana kemari karena bosan menunggu antrian.

"Dek!" Panggil Touchan.

"Touchan marah padaku?" Tanyaku.

"Lain kali kalau sakit bilang saja ya." Ucap Touchan.

"Biasanya juga paling keseleo saja." Ucapku.

"Dasar kau ini." Ucap Touchan.

"Jangan tawuran lagi ya dek." Ucap Kaachan.

"Hehehe tidak janji." Ucapku.

Kedua tanganku dipasang gips dan aku hanya menghela nafas kasar karena ini semua.

Beberapa hari kemudian aku belum masuk sekolah karena malas sekali ingin menunggu hingga kedua tanganku sembuh saja.

Tangan kiriku lumayan parah jadi masih di gips sementara tangan kananku sudah sedikit bisa digerakkan.

Touchan membelikan aku tab yang full kouta katanya agar aku tidak bosan di rumah dan bisa dipindahkan dengan suaraku sendiri membiarkan kedua tanganku istirahat.

"Dek!" Panggil Toge.

"Niisan sudah pulang saja." Ucapku.

"Mengkhawatirkanmu soalnya kaachan ingin membeli sesuatu katanya." Ucap Toge.

"Niisan jaga adikmu ya kaachan ingin beli bahan masakan dulu." Ucap Kaachan.

"Kaachan mau tempura dong atau lobster." Ucapku.

"Baiklah." Ucap Kaachan.

"Menginginkan hal lain?" Tanya Kaachan.

"Niisan saja yang pesan hal lain." Ucapku.

"Niisan ingin kaachan memasak apa untuk malam nanti?" Tanya Kaachan.

"Hm udang goreng saja." Ucap Toge.

"Ok siap!" Pekik Kaachan.

Kaachan pergi dan aku kembali nonton film action yang ditayangkan di tab milikku sementara toge membuka seragam sekolahnya menyisakan celana pendek hitam saja.

"Niisan sudah memiliki abs saja." Ucapku.

"Sedikit latihan di kamar." Ucap Toge.

"Pantas ada barbel kecil disana." Ucapku.

"Kalau bosan ya begitulah." Ucap Toge.

"Bosan di rumah terus niisan." Keluhku.

"Minggu depan juga sudah pulih." Ucap Toge.

"Pemulihannya lama tahu." Keluhku.

"Makanya kalau tawuran perhatikan dong." Ucap Toge.

"Pas tertimpa batu besar itu tidak terasa eh besoknya malah sakit sekali." Ucapku.

"Kebiasaan." Ucap Toge.

Aku menonton bersama toge yang asyik sendiri dan tak lama malah mengelus surai rambutku.

🍁 Saat terluka

Okaka

~ 01 September 2022 ~

✔️ Inumaki Toge Twins (oc male reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang