Bag 6 - Misteri

24 5 0
                                    

Ada sebuah tangan mungil mengelus rambut Agha dan dengan demikian ia pun menggenggam tangan yang mengelus rambutnya.

Ia tersenyum begitupun sebaliknya, gadis yang ada di sisi kirinya meminta Agha untuk bersandar di pepohonan bersamaan dengannya. Mereka menatap langit yang begitu indah untuk dipandang, tak lama mereka tertawa entah karena sebab satu hal yang membuat Agha dan gadis ini pun tertawa.

"Hey, bisakah kau di sisiku selamanya?" tanya Agha dengan tatapan berbinar-binar dan tak lupa dengan senyum manisnya.

Gadis cantik bersurai blonde ini pun menaruh jari telunjuk di ujung dagunya, ia berpikir sejenak, lalu sesaat kemudian ia menggelengkan kepala. Agha mengernyitkan dahi, tanda tak paham.

"Kenapa? Apa kamu akan pergi jauh?" Ia mengangguk, "Lalu, aku ikut. Aku tak mau di sini sendirian." Lagi, gadis cantik ini pun menggelengkan kepala, "Tidak. Kamu, di sini aja, aku janji akan kembali." katanya dengan nada sendu.

Agha merasa ada yang tidak beres, namun ia abaikan itu dan ia pun tersenyum kecil. "Baiklah, aku akan di sini, menunggu janjimu." raut wajah Agha sedikit menjadi serius, "Janji lho!" Gadis ini mengangguk-angguk sambil tersenyum.

"Baiklah, Kay -

- Agha, woi! Bangun!" Rivan menyenggol lengan Agha cukup kencang, mencoba membangunkan pria di sebelahnya ini. "Apaan si lu ah, gua lagi mimpi!" ucap Agha, ia merasa tidak suka kalau ia ketika tidur dibangunkan seperti itu.

"Tap -

- oh jadi kamu tertidur di kelas saya, Evano Saghara?" mendadak suara familiar memasuki indera pendengarannya.

Mampus gua.

"Eh nggak, Pak, si Rivan tadi yang -

- diam! Berdiri kamu di depan kelas. SEKARANG!" pintanya dengan nada marah. Agha merasa tidak enak karena sudah tertidur di kelas Pak Setyo, namun ia segera menuruti keinginan Gurunya untuk berdiri di depan kelas. Ia di hukum.

"Awas aja kalau kalian seperti dia, akan saya coret dari kelas ini!" katanya dengan suara keras, meminta muridnya yang sedang terdiam membisu agar menuruti keinginannya.

"Mana jawabannya?"

"Baik Pak, kami tidak akan!" ucap mereka semua dengan serentak.

drekk!!

Terdengar suara bangku bergeser, semua mata tertuju padanya dan terlihat seorang gadis cantik tengah berdiri lalu menghampiri Pak Setyo.

"Pak, tolong hukum saya juga seperti Saghara." pintanya, Pak Setyo tak paham apa maksud ucapan dari murid barunya ini, "Kamu tidak salah, kenapa harus saya hukum?" tanyanya sambil bersidekap dada.

Ternyata, murid baru yang di maksud adalah, Naya.

Ia berpikir sejenak, memikirkan alasan apa yang bisa membuatnya di hukum.

"Emm ... tadi saya naruh permen karet di bawah meja, Pak."

"Apa? Kamu ini ... keluar! Berdiri di depan bersama Saghara, sekarang!"

"Baik, Pak." Naya menundukkan kepalanya, lalu berjalan melewati Pak Setyo untuk keluar dan berdiri di depan kelas.

"Ada lagi?" tanyanya dengan sarkas, semua murid terdiam, tak ada yang mau bicara.

Pak Setyo menarik napas dalam-dalam lalu ia hembuskan perlahan, ia mencoba meredam amarahnya. "Buka Halaman, 85. Sekarang."

"Baik, Pak."

*SAGHARA*

Tettt!! Tettt!!!

Suara bel istirahat berbunyi dan seluruh murid keluar dari kelas mereka masing-masing dan ada pula yang memilih untuk tetap diam di kelas seperti sekedar bergosip ria.

SAGHARA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang