Di pagi hari yang cerah ini, Agha baru terbangun dari tidur nyenyaknya. Iler yang masih menempel di sudut bibir, mata yang seperti Koala dan rambut nya yang seperti hutan amazon.
Ia menguap cukup lebar bagaikan goa hantu, pria itu bangun dari tidur terlentang dan bergegas menuju kamar mandi untuk melaksanakan kewajibannya yaitu; Mandi.
Setelah selesai, ia keluar dari kamarnya dan berniat untuk sarapan bersama Bundanya. Namun, di meja makan tak ada seorang pun di sana. Terlihat sepi bagaikan pasar. Ia menghela napas, ia sedikit kasihan terhadap sang Ibundanya. Mengais rezeki di usianya yang sudah tak muda lagi.
Maka dari itu, ia diam-diam mempunyai Cafe sendiri di mana hasil dari uang tabungannya. Ia masih merahasiakan kalau ia mempunyai Cafe yang sekarang sudah banyak peminatnya.
Ingat Cafe Masa Lalu? Nah, dialah Bosnya.
Rivan sudah mengetahuinya dan juga pria itu pun ikut membantu mendirikan Cafe itu dengan usaha mereka berdua. Ia jadi tiba-tiba teringat dengan Ayahnya yang sudah meninggal 7 tahun lalu. Biarpun sudah lumayan lama setelah kepergian sang Ayah, namun pria beriris abu-abu itu masih merasakan kehadiran Ayahnya di rumah megah ini.
"Yah.. Aku masih belum nyangka kalau Ayah udah pergi jauh dari Nda, " ada jeda, ia merasakan di kedua matanya yang sekarang sudah memanas, "Andai Ayah disini terus buat nemenin Nda. Biarpun Nda udah gede, tapi Nda masih jagoan kecilnya Ayah." lanjutnya, detik berikutnya air matanya sudah berjatuhan satu persatu dari sudut matanya.
Ia menyekanya dengan perlahan, rasa rindu, rasa sayangnya pada Ayahnya sangatlah besar. Rasanya, ia ingin sekali menghakimi perempuan itu. Dalam hatinya, kebencian akan sosok perempuan itu sudah tercetak jelas di hatinya.
Agha tersenyum miring, "Liat aja, kalau ketemu. Abis lu ama gua! Damn bitch!" ucapnya dengan di iringi kekehan kecilnya.
™SAGHARA™
Agha menuruni sepeda motornya lalu berjalan menuju pagar rumah Naya. Entah karena alasan apa ia berniat ingin mengajak Naya pergi bersamanya. Mulutnya berkata tidak namun hati berkata ya.
Ia sedikit agak ragu untuk memencet bel rumah yang terletak di pojok kiri pagar itu. Ia menelan salivanya dengan gugup, tubuhnya merasa panas dingin. Ini kali pertamanya bertandang kerumah seorang gadis. Apalagi, sudah bertahun-tahun lamanya ia tak pernah namanya mengenal wanita lagi.
Jujur, ia gugup sekali. Ia gugup dan bingung, ia bingung harus mengatakan apa saja pada seorang gadis bernama Kanaya Lavenia itu. Sosok parasnya yang cantik, senyumnya yang manis, tubuh yang ideal, mata cokelat madu yang indah dan di tambah rambut ekor kuda yang mampu membuat gadis itu semakin cantik nan menawan.
Eh? Tunggu, tunggu! Apa barusan yang ia pikirkan mengenai gadis itu? Damn! Ingin rasanya Agha mencabut wajahnya yang tampan sekarang juga. Agha memegangi kepalanya karena merasa panas di pucuk kepalanya.
Tanpa di sadari oleh pria itu, ada seorang gadis yang tengah memegangi sekantung belanjaan dari super market itu tengah memperhatikan gelagat aneh dari pria yang sedang berdiri tepat di depan pagar rumahnya. Ia ingin mendekati namun ia takut kalau orang itu adalah penjahit, eh, maksudnya penjahat.
Namun, dengan tingkat penasaran yang tinggi yang sudah tertanam di dirinya itu. Dengan rasa kepo yang sudah meninggi ia pun berjalan ke arah pria yang sekarang sedang memegangi kepalanya.
Gua harap ... Dia bukan teroris! Ya Allah, tolong Naya. ucap batin Naya, meminta do'a kepada Tuhan.
"M... M, mas! Ma-Agha?!" kaget Naya ketika pria itu menolehkan kepalanya ke kanan, dari sudut itu ia sudah mengenali kalau pria tersebut adalah Agha!
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGHARA (On Going)
Dla nastolatków"Gua benci di sentuh-sentuh dan gua benci dengan wanita!" Ttd: Evano Saghara