IV | Tumpah

83 31 28
                                    


Hari berlalu dengan Narine yang terus menghindari Arion, mulai dari pergi sekolah pagi sekali, pulang dengan Anya hingga seharian belajar di dalam kamar.

Jelas hal tersebut membuat Arion bingung sekaligus frustrasi, sebenarnya ada apa dengan Narine? Apakah Arion telah melakukan kesalahan sehingga Narine seperti menghindarinya? Atau apakah terjadi sesuatu pada Narine dalam 3 tahun terakhir?

.

Arion menatap Narine yang tengah serius belajar di ruang tengah, saking seriusnya Narine bahkan tidak sadar akan kedatangan Arion.

"Sayang makan dulu yuk, kamu belajar terus Bunda yang liatnya jadi pusing." Seru Sarah. "Sebentar, ini tinggal satu soal lagi." Sahut Narine.

"Iiion, tolong ambilin wadah yang di atas itu dong..."

Om Rion...

Narine menoleh ke arah Bunda, namun penglihatannya terlebih dahulu menangkap sosok Arion yang lagi-lagi tersenyum kepadanya.

Ahh... kenapa sulit sekali untuk tidak terpana?

"Rion," panggil Bunda kembali. "Ohiya Bunda." Arion bergegas menghampirinya.

.

"Tutup dulu Rin bukunya, Bunda gak suka kamu makan tapi matanya ke buku terus."

Membaca buku kiranya sudah menjadi kebiasaan bagi Narine, terlebih setelah harus ikut Ayah, Narine jadi semakin sering menghabiskan waktunya dengan membaca.

Karena dengan begitu Narine jadi bisa lupa akan rindunya pada Arion. Namun setelah Arion menikah, Narine malah semakin parah, gadis itu bahkan bisa berhari-hari belajar tanpa tidur.

Tanpa berbicara Narine meletakkan bukunya pasrah.

"Masih kayak dulu ternyata..." Arion ikut bersuara.

"Masihh... dulu Bunda rasanya senang dan bangga sekali Narine ikut olimpiade sains, tapi sekarang setelah lihat terus kok Narine jadi gak pernah main gitu. Kerjaannya kalo gak baca buku ya ngerjain soal terus. Nikmatin masa mudanya kapan coba?"

"Jadi sekarang Bunda gak senang dan bangga lagi sama Aku?" sahut Narine halus.

"Ya nggak gitu dong sayang, senang dan bangganya tetap tapi itunya loh... Tuh Rion kalo di kasih tau gitu terus, mana sekarang pengen tutor. Pusing Bunda kepengen liat Narine shopping gitu, atau nggak pacaran deh."

Narine menghela napas, Arion malah tekekeh.

"Masa depan itu emang penting, tapi ingat masa sekarang itu adalah yang menentukan masa depan. Dunia setelah sekolah itu beda banget, banyak faktor yang bisa bikin stress kalau gak tau gimana caranya senang-senang repot nantinya. Apa yang kamu lakukan selama ini sudah bagus banget kok, tapi gak salah juga kalo kamu 'istirahat' sebentar."

Narine meletakkan sendoknya kasar. Bunda dan Arion terkejut.

"Aku bisa ngurus aku sendiri!" Narine mengambil bukunya lalu pergi meninggalkan Bunda dan Arion yang masih shock.

"Narine!" Bentak Bunda, Ia tak habis pikir dengan apa yang di katakan Narine tadi, bagaimana bisa anak itu menjadi tidak punya kesopanan. Terlebih pada Arion, yang selama ini selalu menjadi orang yang paling disukali nya.

Melihat itu Arion mencoba menenangkan Sarah, "Gak apa-apa Bun, biar nanti saya coba bicara ke Narine."

.

Tok.. tok...

Arion mengetuk pintu kamar Narine pelan, beberapa detik kemudian si pemilik kamar keluar masih dengan wajah dinginnya.

"Bisa kita bicara sebentar?" Tanya Arion.

"Bunda di mana?" Narine balik bertanya. "Di kamar," Jawab Arion.

Narine keluar dari kamarnya, "Ngomongnya di luar aja." Lalu berjalan menuju balkon.

Saat keduanya sudah tiba di balkon, Narine menatap langit mendung. Arion meraih tangan Narine, udara semakin dingin dan gelas yang berisikan coklat hangat yang di bawanya ini semoga saja selain bisa menghangatkan Narine juga bisa merubah moodnya menjadi lebih baik.

"Kamu masih suka coklat hangat kan?" Tanya Arion.

Narine tidak menjawab, Arion pun meletakkan coklat hangat itu di meja.

"Maaf ya kalo tadi Saya menyinggung kamu," Arion menatap Narine lembut.

"Narine, kamu lagi ada problem? Apa terjadi sesuatu di sekolah?" Tanya Arion. Si gadis masih enggan menjawab.

Lengannya mengusap kepala Narine lembut, "Susah ya tinggal di sana? Maaf saya gak ngunjungin kamu..."

"If you knew I was having a hard time disana, then why you get married?" Jawab Narine to the point, matanya berkaca-kaca.

"Kenapa om ninggalin aku?" sambungnya.

"Saya gak ninggalin kamu Rin, kamu yang ninggalin saya. Kamu yang mutusin komunikasi dengan saya. Banyak yang mau saya jelaskan ke kamu, tapi kamu menghindari saya."

"Saya bingung harus gimana..." Lanjut Arion.

Pertahanan Narine hancur, air matanya sudah tidak bisa terbendung, begitu juga dengan semua kata yang selama ini tertahan.


"Kasih tau Saya Rin kamu kenapa? dulu kamu selalu ceritain semua hal ke Saya..."




"I love you..."

"I love you and you are married."

TBC ('')

a moment for a whileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang