Hari ini, tidak seperti hari minggu biasanya Bunda mengajak Narine untuk pergi kesuatu tempat. Kiranya hanya mereka berdua, tapi ternyata ada Arion juga.
Suasana kali ini juga terasa berbeda, sepanjang perjalanan selalu diiringi obrolan ringan dari Bunda dan Arion, namun semua terasa seperti terbalut kesedihan.
Narine hanya bisa terdiam, pada akhirnya Ia berhenti menebak akan kemana Bunda dan Arion membawanya.
Hingga sesuatu yang tidak pernah disangkanya, mereka berhenti di sebuah tempat untuk peristirahatan terakhir dengan Bunda yang menggandeng Arion.
Narine menatap Arion, angin berhembus menerpa wajah pria itu menyibakkan helaian rambut. Hingga wajah itu terlihat jelas.
Ada kesedihan disana... yang teramat dalam.
"Halo Kama, Papa bawa Eyang Bunda dan Tante Narine...Iya Tante Narine yang sering Papa ceritain ke Kama. Akhirnya bisa ketemu juga ya..." Ucap Arion
Narine semakin terdiam, Papa? Kama?
"Rin, ini Kama. Anakku.."
.
Di bawah pohon itu setelah mengunjungi Kama dan mengirimkan doa, sembari menunggu Bunda yang juga ingin mendoakan kerabatnya, Narine dan Arion berdiri.
"Aku baru tahu Om Rion udah punya anak," Narine memecah keheningan.
Arion hanya tersenyum.
"Saya sebenarnya ingin memberitahu kamu, tapi selalu tidak ada kesempatan." Sahut Arion kemudian.
"Bunda juga gak pernah cerita sih... Boleh aku tau Kama kenapa?"
"Kama anak spesial, sejak dari kandungan sudah banyak yang terjadi tapi Kama hebat dia pejuang tangguh... Tapi ya takdir berkata lain, tidak lama setelah dilahirkan ke dunia ini Kama—" Arion tercekat.
—pergi ke tempat yang lebih baik."
Narine terisak, jemarinya tanpa Ia sadari sudah menggenggam Arion.
"Kama pasti tenang disana, bersama Tuhan..."
"Makasih udah bawa aku ke Kama..." lanjut Narine.
Narine tidak terbiasa dengan kematian, ralat, tidak ada yang terbiasa dengan kematian. Tidak ada yang bisa dilakukan Narine selain itu.
Tapi sesuatu baru terlintas di pikirannya, kemana Valerie Istri Arion di hari peringatan kepergian Kama?
......
Tidak ada orang tua yang tidak hancur ditinggalkan anaknya terlebuh dahulu, begitulah yang Narine yakini meski Ia sendiri belum mempunyai anak.
Dan itu jugalah yang keluar dari pikirannya ketika melihat Valerie, yang seperti baru saja tiba dari perjalanan jauh dengan Arion yang keluar dari mobil yang sama sembari membawa koper.
Mungkin alasannya kemarin tidak ikut ke pemakaman karena dia sedang berada di luar kota.
"Liat apa sih lo?" sela Anya. Sembari membawa piring berisikan semangka ketika melihat Narine berdiri memandang ke arah luar jendela.
"Enggak kok, ayok ke atas." Narine lekas beranjak dari posisinya dan membawa Anya berjalan ke kamarnya di lantai dua.
Hari ini pertama kalinya Anya berkunjung ke rumah Narine, sudah menyapa dan mengobrol dengan Bunda, sudah juga menyantap makan malam beserta hidangan pencuci mulut.
"Nginep aja," ajak Narine.
"Iya, apa nginep aja kali ya? Males juga balik, gak ada siapa-siapa di rumah." Jawab Anya."Pada kemana emangnya?" Tanya Narine.
"Mereka sekarang lagi di Melbourne or maybe Tokyo? Gatau juga, lagi pula mereka selalu dimana-mana... but never at home." Jawab Anya, wajahnya datar.
"Yaudah tidur sini aja. Lu mau pake baju tidur warna apa? Pilih," Narine membuka lemarinya.
"Princess lu? Pink semua baju tidur lu."
"Iya ini gara-gara waktu kecil suka pake baju warna pink, so Bunda sampe sekarang masih ngira gitu.""Parents are sometimes weird, but that's because they love their children."
"Yup, so lu mau pake baju yang mana?"
"Hmm, give me the bunny one. Keknya gue cute pake yang itu."
Tbc (。•̀ᴗ-)✧
KAMU SEDANG MEMBACA
a moment for a while
Teen Fictioneveryone has a different definition of love, and for me the definition of love is you.