IX | Close

6 4 0
                                    

Narine tercekat begitu memasuki ruangan yang Narine kira ini adalah kamar tidur Arion.
Ada tempat tidur bayi dan beberapa peralatan bayi disana.

Rupanya ini kamar Kama. Tapi kenapa Arion tidur disini tidak di kamarnya saja?

Narine mendudukan Arion di ranjang. "Are you sure gak usah ke dokter Om?"

Arion mengangguk pelan. "Aku suapin ya Om?" Narine pun bergegas mengambil bubur yang tadi diletakannya meja makan.

Narine tidak pernah melihat Arion selemah ini.

Suapan Narine rupanya tidak ditolak Arion, meski tidak dimakan sampai habis setidaknya bisa mengisi perut Arion.

"15 menit lagi minum obat ya." Ucap Narine sembari membersihkan peralatan makan.

"Emm... tapi dimana ya Om obatnya?"

Arion tersenyum, di matanya Narine sangat menggemaskan.

"Ada di laci ini Rin," Arion menunjuk ke arah nakas di samping ranjangnya itu.

"Oke, aku beresin ini dulu bentar." Narine membawa peralatan makan itu ke dapur dan kemudian kembali lagi ke kamar dengan membawa segelas air minum.

Dengan telaten Narine menyiapkan obat yang akan diminum Arion.

Menyaksikan itu Arion terenyuh kemudian kembali tersadar kalo anak kecil itu sudah beranjak dewasa, Narine sudah bisa mengurus seseorang.

Tidak ada lagi obrolan diantara mereka. Narine sesekali memeriksa jam, memastikan butuh berapa lama lagi untuk Arion meminum obat.

"Mau liat foto Kama, Rin?" Arion memecah keheningan.

"Ohiya boleh mana Om?"

Arion pun mengambil sebuah foto yang ternyata sedari tadi berada di sampingnya itu.

"Ini, cuma ini yang Saya punya..."

Narine melihat foto itu, foto Kama yang sedang tersenyum.

"Bahkan sebelum Kama pergi, dia masih bisa memberikan senyum hangatnya."

Dan sedetik kemudian Arion menangis, "Saya rindu Kama, Rin..."

Untuk pertama kalinya di hadapan Narine, Arion menangis dengan tersedu-sedu.

Tanpa Narine sadari, tangannya mengelus wajah Arion. Hatinya ikut sedih melihat Arion bersedih. Narine pun dengan lembut memeluk Arion dan ikut menangis bersamanya.

Arion selemah ini jika menyangkut Kama.

Jelas hal ini adalah yang Arion butuhkan, sebuah pelukan hangat yang menerima kesedihannya. Dan ternyata hal itu tidak disangka-sangka Arion dapatkan dari Narine.

Narine melepaskan pelukannya, wajah mereka saling berhadapan. Seolah tersorot mata Arion yang tidak pernah Narine lihat sedekat ini, keheningan di rumah ini membuat dua manusia itu saling terdiam.

Narine bisa merasakan detak jantungnya yang kembali meningkat, namun siapa sangka rupanya Narine juga bisa merasakan detak jantung Arion yang tidak kalah cepat dengannya.

Dengan entah siapa yang memulai mengikis jarak Narine dan Arion yang semakin mendekat, tangan Arion dengan lembut menyentuh lengan Narine.

Kini mereka semakin mendekat lagi, sangat dekat hingga tanpa Arion sadari tinggal satu langkah lagi untuk menyentuh bibir Narine.

Dan dengan perlahan Narine memejamkan matanya, Arion pun semakin mendekat.


a moment for a whileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang