Bulan Mei yang cerah. Kabut tipis yang sebentar membalut kaki gunung Edith Cavell, membawa suhu udara ke angka 66,2 °F (sekitar 19° C). Musim panas yang menyenangkan. Penduduk Mountbatten selalu menyambut musim ceria ini dengan beraktivitas di ladang dan halaman rumah. Itulah bentuk ucapan syukur untuk matahari yang mau bersinar 16-20 jam sehari, lebih lama di bandingkan pada waktu musim gugur dan dingin.
“Aku tidak tahu harus berucap apa lagi, Meaghan. Tapi secara tidak langsung aku merasa seperti akan menjadi mertua sesungguhnya,” kelakar Nyonya Dodit sembari tertawa keras.
Meaghan ikut tertawa sebentar. Hari ini apa pun yang menjadi bahan pembicaraannya, semuanya terasa bahagia. Nyonya Dodit dan Nyonya Chovinard tampak sibuk membenahi kamar Meaghan. Mendekorasi kamar itu lebih tepatnya.
“Apakah tidak apa-apa, Nyonya Chovinard?” tanya Meaghan, matanya lurus melihat perut ibu muda tersebut.
“Jangan khawatir, Sayang. Dia baik-baik saja.” Elis Chovinard mengelus perutnya sembari tersenyum lebar.
Meaghan meninggalkan keduanya dan melangkah ke ruang tengah, di sana ada Denny Doody dan Louise yang sedang membersihkan lampu gantung. Sally, putri keluarga Hebbing, juga sedang sibuk membersihkan debu-debu dari perkakas Meaghan. Ruangan itu bahkan sudah rapi dari sebelumnya. Kedua pemuda itu juga tampak bahagia.
Meaghan menyapa ketiganya lalu pergi ke dapur. Aroma berbagai makanan lezat menyeruak ketika gadis yang tengah mengenakan gaun krem itu tiba di pintu dapur.
“Halo Ratuku, sudah sarapan?” sapa Nyonya Walts. Meski selalu serius di kesehariannya, tetangga Meaghan satu ini juga bisa bergurau di hari seperti ini.
“Sudah, Bibi Walts.”
Nyonya Walts tersipu mendengar sapaan Meaghan, sedangkan ibu Louise yang juga berada di situ memilih pura-pura tidak mendengar.Kamu harus tahu, bahwa Walts Hebbing pernah menaruh hati kepada paman Meaghan, tentu saja itu kisah cinta bertepuk sebelah tangan yang sudah usang.
“Sebaiknya kau temui pamanmu. Sedari tadi dia cemberut saja,” ucap Ibu Louise.
“Apakah dia pernah tidak begitu?” goda Meaghan, mereka lalu tertawa bersama.
Meaghan meninggalkan dapur setelah menyomot strawberry bakal topping kue. Ia tertawa keras ketika Nyonya Walts meneriakinya sembari mengangkat spatula.
Di halaman depan, terlihat Windsar Robbins dengan cerutunya, berdiri menghadap ke pegunungan Edith Cavell yang berwarna hijau pekat berselimut kabut tipis. Tak jauh di sisinya, ada Tuan Chovinard sedang menggulung tali-tali.
Meaghan celingukan menyadari sosok yang penting belum terlihat. Ia lalu melangkah mendekati Windsar dan menyentuh tangannya. Lelaki itu menoleh dan mencabut cerutunya, buru-buru mematikannya di tanah dengan sepatu.
“Terima kasih. Paman yang terbaik yang 'ku punya,”ucap Meaghan pelan.
Windsar tersenyum sebentar lalu memeluk keponakannya. “Aku hanya belum percaya jika kamu sudah dewasa. Hana pasti senang di atas sana.”
Untuk beberapa waktu, Windsar dan Meaghan saling berpelukan seraya memandang ke langit biru Mountbatten.Dari arah sungai Athasbasca, di kejahuan terlihat Grey berjalan beriringan dengan Paman Hebbing, terlihat keduanya tengah membopong sesuatu dalam karung. Air menetes dari dua karung itu.
“Hai,” sapa Meaghan girang.
Grey tersenyum dan segera mengabarkan jika daging buruan Windsar telah selesai mereka cuci. Meaghan menatap pamannya takjub.
“Paman ke Wild Wood?”
“Tak jauh. Hanya mencari kelinci untuk sandingan menu utama.”
“Terima kasiiiihhh.”
Meaghan memeluk pamannya lagi, kali ini lebih erat, membuat lelaki itu kelabakan menyembunyikan ekspresi wajahnya. Grey, Tuan Hebbing dan Tuan Chovinard tertawa haru melihat keduanya.
Sore ini, Grey dan Meaghan melangsungkan pernikahan sederhana. Hanya beberapa tetangga dekat yang datang—mereka yang tinggal jauh dari rumah Meaghan, hampir-hampir jarang berkomunikasi.
Tidak ada pendeta di Mountbatten. Untuk segala urusan berbau sakral seperti pernikahan, kelahiran juga kematian, mereka mengurusnya mandiri. Biasanya Tuan Hebbing yang memimpinnya karena dia pernah melakukan perjalanan misionaris sebelum bertemu dengan Nyonya Walts.
Pesta sederhana yang hangat dan mengharukan. Nyonya Dodit tampak bahagia seolah Grey adalah putra kandungnya yang menikah. Tak kalah berbahagia adalah pasangan mempelai. Mereka bak bintang bersinar di tengah gelap, berkelip indah dalam kesederhanaan malam.
Denny membawakan gelas berisi anggur untuk Grey. Mereka sedang berdiri di depan jendela ruang utama. Para wanita tampak asyik mengobrol di ruang tengah. Para lelaki memilih meja dapur sebagai pos mereka. Louise sedang melakukan misi asmaranya ke putri keluarga Hebbing di teras depan.
“Aku harap kamu tidak melupakan mimpi kita,” ucap Denny sambil menyerahkan gelas anggur kepada Grey.
“Terima kasih atas dukunganmu, Sobat. Aku janji akan mengerjakannya.”
“Jangan hanya janji saja, buktikan!”ujar Denny sambil meninggalkan Grey.
“Bagaimana denganmu?” tanya Grey
“Aku tetap diriku. Jangan khawatir.” Denny menjawab tanpa menoleh, ia mengangkat gelasnya lalu berlalu ke dapur.
Dari arah luar, Windsar muncul dengan wajah penuh selidik kepada Grey. Tampaknya ia baru saja merokok, bau cerutu ikut masuk ke rumah ketika lelaki itu mendekat.
Grey gelagapan mendapati hujaman mata Windsar, bahkan tanpa sadar, ia menumpahkan sedikit anggur di atas setelan jasnya.
“Ada apa Tuan Ebert? Apa yang coba kau sembunyikan hingga harus segugup itu?”
Suara Windsar pelan tapi mengancam. Setelah mengucapkan itu, paman Meaghan menghampiri keponakannya di ruang tengah.
“Aku harus kembali ke rumah sekarang,” pamitnya kepada Meaghan.
Terlihat raut kecewa di wajah Meaghan juga para wanita. Namun apa yang bisa mereka lakukan? Tentu keramaian ini membuat Windsar tak nyaman pula. Oleh karenanya, Meaghan pun terpaksa melepas pamannya yang penyendiri itu.
“Aku tak tahu sebegitu dalamnya ia merusakan diri,” gumam Nyonya Walts kepada dirinya sendiri.
---
Setelah menikah, Meaghan tinggal bersama Grey di rumah mendingan Elliot dan Hana. Windsar semakin jarang menemui keponakannya.
Banyak yang berpikir bahwa Windsar sungguh keterlaluan, kentara sekali jika ia pun menantikan saat-saat melepas Meaghan dari tanggung jawabnya.
Berbeda dengan Grey, ia justru bersyukur jika paman istrinya itu jarang bertamu. Ia masih tidak bisa memenangkan hati Windsar.
Denny masih tinggal di rumah Nyonya Dodit, tetapi lelaki ceking itu jadi lebih sering bolak-balik rumah Windsar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lucky Hunter
Ficção GeralApa jadinya saat Meaghan dan paman Windsar bertemu dengan penunggu pegunungan Edith Cavell yang terkenal angker itu? Meski terkutuk, nyatanya mereka masih hidup hingga kini. Bagaimana bisa? Apakah yang mereka berdua coba sembunyikan? Lalu bagaimana...