bagian 1

105 9 2
                                    

Prefektur Okinawa, 10 Agustus 2020

Desiran ombak membelai kaki telanjang membawa sentuhan nyaman bagi gadis kecil yang sibuk memandangi nabastala di ujung cakrawala. Semburat jingga seakan tau akan lara yang sedang ia genggam.

Semilir angin bahkan turut mendekap  daksa yang perlahan hirap oleh angan yang tak pernah bersua, membawa kembali kenangan yang sudah lama terkubur jauh dalam buana.

Musim panas di Okinawa memang menjadi salah satu destinasi wisata bagi para turis baik mancanegara maupun lokal untuk menghabiskan waktu liburannya bersantai di tepi pantai.

Beberapa resort dan restoran khas makanan laut terlihat berjejer di tepi pantai, gadis kecil yang sedari tadi asik dengan khayalan tersentak saat bahunya ditepuk pelan dari arah belakangnya.

"Yo, Zenitsu tumben sendirian?" tanya sang sahabat yang sedari tadi sudah memperhatikan tingkah lakunya.

"Ne, Jirou-chan. Menurutmu apakah aku tidak se berharga itu di mata orang tuaku?" Tanjiro hanya bisa membisu, keheningan mereka hanya diisi dengan desiran ombak.

"Kalau kau tidak berharga bagi mereka, mana mungkin sekarang kau ada di sini bersama kami!" ujar gadis bermata hijau dengan surai hitam berjalan mendekat.

"Ck, kau diam saja, nasehatmu tidak diperlukan!" sinis gadis yang dipanggil Zenitsu.

"Lo kayaknya haus afeksi dari orang-orang, ya!" tuduh gadis bersurai hitam dengan tampang sinis.

Secara reflek, Zenitsu yang mendengar langsung memukul kepala sahabatnya dengan kencang. "Sembarangan kalau ngomong, mulut lo minta dicium sama batu karang ya?"

Keduanya saling memandang sinis sebelum Tanjiro yang sejak tadi hanya diam mulai memisahkan keduanya.

"Haik-haik, sepertinya kalian memiliki tenaga untuk berdebat, lalu bagaimana kalau kalian berdua membantuku sebentar." Senyum ramah yang diperlihatkan oleh Tanjiro membuat keduanya bergidik ketakutan.

"Tanjiro~ berhenti memasang senyum psychopath," lirih Zenitsu memilih bersembunyi di belakang sahabatnya bersurai hitam.

Inosuke juga merasa ngeri dengan sifat sahabatnya yang satu ini, terkadang senyumnya bisa membuat orang lain terintimidasi.

"Tapi tumbenan banget lo kagak sesibuk biasanya?" tanya Inosuke heran karena biasanya sahabat batunya tersebut sibuk dengan membantu di restoran keluarganya.

"Owh, sebenarnya sibuk sih, oka-san tadi menyuruhku untuk mengantar pesanan ke rumah Tokitou." Raut heran dari kedua sahabatnya membuat gadis yang biasa di panggil Tanjiro itu terkekeh pelan.

"Kebetulan hari ini ada acara di mansion Yuichirou, katanya untuk menyambut kepulangan anggota keluarganya," beritahu Tanjiro kepada kedua sahabatnya.

"Anggota keluarga?" tanya Zenitsu penasaran sama kehidupan salah satu teman sekelasnya itu.

"Iya, kalian tau 'kan kalau Yui punya satu adik laki-laki yang saat ini sedang melanjutkan pendidikannya di negara orang?" keduanya mengangguk paham, sebelumnya Yui memang pernah bercerita tentang adiknya yang berjarak satu tahun dengannya yang saat ini sedang melanjutkan pendidikan di negara orang. "Nah, adiknya ini akhirnya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di sini bersama Yui," lanjut Tanjiro pelan.

"Wah ... akhirnya dia rindu juga sama tanah airnya ya? Dulu gue pernah berpikir kalau hidup di negeri orang itu menyenangkan," cakap Zenitsu yang memandang nabastala.

Inosuke menghela napas pelan, ia paham sekali sama perasaan yang saat ini melanda sahabatnya tersebut. Kondisi mereka sebenarnya hampir sama, hanya saja ia terlalu egois untuk mengakui ada perasaan terasing ketika ibunya memusatkan untuk menikah kembali.

Jeda Yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang