bagian Vlll

39 2 1
                                    

Selamat membaca...

Semoga suka dengan cerita ini 🙏

***
Selepas ketiganya bersih-bersih selesai berlatih kendo, waktu ternyata sudah menunjukkan pukul 08.30 malam.

Malam yang kian larut, gedung sekolah yang sunyi bahkan suara pantulan sepatu yang beradu dengan ubin koridor terdengar jelas.

Walaupun gedung sekolah mereka ini masih terang benderang kagak kelihatan banget horornya, tetapi Inosuke sebagai perempuan yang instingnya tajam sedaritadi ia merasa ada yang mengikuti mereka dan perasaan tersebut sudah dirasakan saat mereka bertiga meninggalkan dojo.

Awalnya Inosuke ingin mengeceknya sendiri, cuma sahabatnya yang satu ini kagak tau mengapa, kekeh banget narik tangannya untuk cepat-cepat sampai ke gerbang sekolah.

Zenitsu tidak melihatnya dengan jelas tapi ia bisa mendengarnya, dirinya sedaritadi mencoba menahan tubuh yang mulai gemetaran, dirinya tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada kedua sahabatnya.

Zenitsu yakin orang yang mengikuti mereka bukanlah manusia, secara logika tidak mungkin masih ada siswa atau pun guru yang masih berada di sekolah pada jam segini kecuali satpam yang menjaga pos depan. Dan lagi, dirinya bisa mendengar suara napas yang terdengar sangat dekat dengan telinganya namun yang menjadi permasalahan adalah tidak terdengar sedikitpun langkah kaki yang dikeluarkan oleh orang yang mengikuti mereka.

Sebagai orang yang sudah mengalami kejadian aneh, Zenitsu semakin yakin kalau mereka mungkin ditargetkan, entah itu oleh seseorang atau mungkin hal lain yang tidak mereka ketahui.

Ketiganya, akhirnya bisa juga menghela napas panjang setelah meninggalkan ruang dojo dan mencoba keluar dari koridor kelas yang membuat ketiganya merasa tercekik, apalagi perasaan diikuti yang sangat menegangkan akhirnya mereka keluar juga dari gedung sekolah.

Saat ketiganya menoleh ke belakang, penampakan gedung sekolah yang terang benderang tapi entah kenapa dalam pengelihatan ketiganya membawa kesan misterius yang membuat naluri ketiganya waspada.

Di atap gedung sekolah dengan cahaya bulan yang menimpa atap gedung tersebut, sesosok laki-laki berdiri dengan tenang di temani seekor kucing yang memandang tuannya dengan santai.

"Puan, sebentar lagi mereka akan terbangun maka disaat itu kita bisa bersua kembali, pegang kembali asa yang kian luntur, penantian panjang ini sebentar lagi akan berakhir..." bisiknya pelan melihat tubuh ketiga orang itu yang menghilang di telan malam yang kian meraja.

***
Tanjiro merebahkan tubuhnya yang letih di atas kasur kesayangannya, usai mereka meninggalkan gerbang sekolah, untuk sesaat ia bisa mencium bau aneh dari arah sekolahnya.

Tanjiro tidak tau kapan dirinya mulai terlelap saat pikirannya sibuk berkelana.

Di luar balkon kamarnya seekor kucing melompat ke teras balkon dan mengintip pemilik kamar yang tampak terlelap, selesai mengamatinya sebentar kucing itu pun pergi dengan tenang tanpa menoleh ke belakang.

Pagi harinya Tanjiro terbangun saat penciumannya, mencium wangi semerbak bunga wasteria.

Seingatnya, baik ibu dan dirinya tidak ada yang memelihara bunga tersebut tetapi, baunya sangat pekat membuat penciumannya terganggu.

Mengikuti asal baunya, Tanjiro berhenti di pintu balkon teras kamarnya.

Sebelum membuka pintu teras, firasat buruk menghampirinya begitu saja membuat laju detak jantung gadis bermata merah anggur tersebut berdetak kencang.

Dan benar saja di depan pintunya sebuket bunga wasteria tergeletak dengan secarik kertas di sampingnya.

Tulisan kanji yang ditulis dengan hati-hati di atas kertas usang yang terlihat sudah lama tak terpakai.

Entah apa maksud dari tulisan tersebut maupun bunga yang berada di depan balkon kamarnya, namun saat ini Tanjiro tidak menaruh kecurigaan besar pada seseorang yang mengirimnya.

***

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, seminggu kemudian di depan gerbang sekolah sudah terlihat siswa-siswi yang berkumpul secara berkelompok.

Ada yang berbincang-bincang dengan teman sebayanya dan ada pula yang terlihat acuh tak acuh dengan keributan yang terjadi di sekitarnya.

Di dalam kelas VIII-5 terlihat empat orang siswa yang sedang menyusun formulir keberangkatan teman sekelasnya.

"Zen, lo baik-baik saja? Wajah lo pucat banget," tanya Inosuke saat menatap wajah sahabatnya.

"Ngak apa-apa, kebetulan aja beberapa hari ini gue kesulitan untuk tidur," lirih gadis bersurai kuning tersebut yang terlihat lelah.

"Nanti saat di bis kamu bisa istirahat dulu Zen, wajahmu benar-benar pucat banget," ujar Tanjiro sambil merapikan kertas yang ada di tangannya.

"Ya udah, ayo kumpul di gerbang depan sekalian aja formulirnya kita bagi saat mau berangkat nanti." Ajakan dari Yuichiro mendapat anggukan dari tiga orang gadis.

Di gerbang depan SMP Gakuen sudah berjajar Bis yang akan membawa anak-anak kelas VIII.

Melihat pengurus kelas yang mendekat ke rombongan kelas VIII-5 siswa-siswi yang awalnya berpencar langsung berkumpul dengan teman satu kelasnya.

"Ok, sebelum berangkat kita akan menunggu Iruka sensei terlebih dulu untuk menyesuaikan posisi duduk masing-masing dari kita," beritahu Zenitsu selaku ketua kelas VIII-5.

Suara Zenitsu tidak terlalu keras, tetapi cukup untuk di dengar oleh kelompok kelasnya.

"Pemimpin kelas, wajahmu pucat sekali kenapa tidak istirahat saja dulu," beritahu teman sekelasnya yang kebetulan berdiri paling depan.

Mendengar hal itu, siswa-siswi yang awalnya sibuk mendengar pengarahan dari pengurus kelas  langsung memperhatikan wajah ketua kelas mereka yang ternyata memang sepucat itu.

"Tidak apa-apa, hanya kurang tidur," ujar Zenitsu pelan, ia tidak ingin membuat teman sekelasnya mengkhawatirkan kesehatannya.

"Zen, kamu naik aja terlebih dulu, nanti biar kami yang mengurus sisanya. Wajahmu nggak enak banget dilihatnya, sana istirahat dulu," tegur Tanjiro yang tidak tahan melihat raut wajah sahabatnya.

Zenitsu terdiam sejenak sebelum mangganguk pelan, "maaf semuanya, gue malah membuat kalian jadi keteteran selanjutnya gue minta tolong sama kalian bertiga ya."

Yuichiro yang menjabat sebagai wakil ketua kelas mengganguk mengerti, ia tidak menyalahkan Zenitsu yang memang beberapa hari belakangan kurang menjaga kesehatannya karena kesibukan gadis tersebut selaku ketua kelas.

Di dalam Bis yang akan membawa siswa kelas VIII-5, Zenitsu sayup-sayup masih mendengar suara tanpa emosi Yuichiro yang menyampaikan informasi tentang study tour yang mereka ikuti.

Dalam perjalanan menuju galeri yang menjadi fokus objek study tour ini Tanjiro yang kebetulan duduk di samping Zenitsu merebahkan kepalanya ke sandaran kursi.

Mungkin karena kelelahan, siswa yang barada dalam bis tersebut mulai memejamkan mata satu persatu.

Bis yang awalnya riuh dengan candaan siswa yang bercakap-cakap menjadi sunyi senyap, hanya bunyi deru kendaraan yang masuk ke pendengaran gadis bermata merah tersebut.

Awalnya Tanjiro ingin  mengistirahatkan tubuhnya sejenak selagi bis yang mereka tumpangi berkendara dengan tenang.

Namun sebelum ia sempat memejamkan mata berang sejenak, bis yang mereka tumpangi terguncang dengan keras sebelum berhenti di tengah jalan dengan bunyi ban yang mencicit.

***

Happy Reading semuanya...

Maaf ngilang mendadak 🙏

Sampai jumpa di chapter selanjutnya.

Beberapa bab lagi kita akan memasuki masa Taisho dan perjalanan mereka baru akan di mulai 👋




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jeda Yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang