11. Ketidak sengajaan

506 109 34
                                    

Terimakasih karena masih setia membaca Pak Bos dan Arumi. Gk tau ya, tapi kayaknya ini juga terinspirasi dari lelaki bermarga KANG.
KANG TAEMO, KANG DOJOON, KANG SEUNGHYUN.

Idk, tapi tiap lihat Han Yura di DayTime Star kyk kok kayak Jisoo. Yang penasaran, baca aja di webtoon. Ehehe

.....

Haya menatap Arum yang sekarang tersenyum sambil menjelaskan pekerjaannya yang menjadi pekerja kantoran dan juga pengurus anak bosnya. Haya tertawa pelan, sudah Haya tebak kalau Arum tidak akan mungkin secepat itu melupakannya, tetapi tetap saja Haya tidak akan lengah karena Elrumi terus berkeliaran di sekitar Arum.

"Memangnya kamu kerja di mana?" Abraham, ayahnya Arum dan Arin bertanya.

Arum menghela napas, setelah hampir tiga minggu, ayahnya itu baru menanyakan dimana Arum bekerja, kemana saja selama ini ayahnya itu. Arum ingin menjawab tetapi suara dering telepon membuat Arum mengangkat tangannya memberi tanda untuk menunggu, gadis itu langsung pergi sambil menerima teleponnya masuk ke dalam rumah. Haya diam-diam mengikuti Arum tanpa sepengetahuan anggota keluarganya.

Arum berlari kecil ke arah pintu utama rumahnya yang terbuka dan melihat Shehzel yang tersenyum lebar sambil melambaikan tangan, sedangkan di sebelah Shehzel ada supirnya yang membawa satu tas Shehzel. "Izel."

"Mama, ini rumah Mama?" Shehzel bertanya sambil melihat sekelilingnya. "Lebih besar rumah kita."

Arum membulatkan matanya mendengar ucapan Shehzel yang setengah fakta dan setengahnya lagi berlebihan. Memangnya sejak kapan Arum punya rumah bersama dengan Shehzel dan juga Elrumi. Arum mengambil alih tas Shehzel lalu mengulurkan tangannya pada anak itu. Shehzel tersenyum dan menggandeng tangan Arum. "Pak, nanti pulangnya kami di jemput Papanya Shehzel."

"Iya Nyonya. Tadi Tuan juga sudah berpesan akan menjemput sendiri." Rasanya Arum sangat malu sekarang karena supir Shehzel memanggilnya Nyonya.

"Arumi saja, jangan Nyonya." Arum menjawab pelan.

"Sudah Ma, ayo masuk. Aku mau lihat kamar Mama." Shehzel berkata. Arum menghela napas dan membawa Shehzel masuk lebih dalam ke rumahnya, Arum juga meletakkan tas Shehzel ke kamarnya.

"Mama, aku mau pipis." Shehzel berkata. Arum menunjuk kamar mandinya dan Shehzel langsung berlari masuk ke toilet di kamar Arum.

"Bantuin enggak, Zel?" Arum bertanya.

"Aku bisa sendiri. Mama tunggu di luar aja!" Shehzel membalas. Arum tertawa mendengar jawaban anak itu, di umurnya yang baru enam tahun Shehzel sudah bisa ke kamar mandi sendiri dan malu kalau tubuh telanjangnya di lihat orang.

"Kita juga bisa punya anak yang lucu, Rum." Suara Haya membuat Arum membulatkan matanya dan menatap kaget ke arah Haya yang berdiri di ambang pintu kamarnya.

"Kak Haya ngapain? Nanti orang-orang salah paham lagi." Arum membalas.

"Semuanya di luar Rum. Hanya ada kita." Haya membalas. Tatapan Haya yang tajam dan terlihat gelap membuat Arum memundurkan langkahnya saat Haya mendekat.

"Kak Haya jangan macam-macam atau aku teriak!" Arum mengancam.

"Teriak aja, biar semua tahu dan mungkin pernikahan ku akan di tunda atau batal." Haya membalas.

"JANGAN SENTUH MAMA KU!" Shehzel yang baru keluar dari kamar mandi langsung berteriak dan berlari mendorong Haya.

"Arum bukan Mama kamu!" Haya membentak.

"Kak Haya!" Arum balas membentak lalu membawa Shehzel ke pelukannya. Shehzel bahkan masih menatap tajam Haya. Anak kecil itu akan mengingat wajah menyebalkan Haya dan akan melaporkannya pada ayahnya nanti. Lelaki itu ingin mengambil Arum darinya dan Shehzel membencinya.

Calon Suami ArumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang