Tes dulu sampai 3 chap. Ehehe..
.....
"Papah." Shehzel naik ke pangkuan El dan memeluk leher ayahnya itu sambil tersenyum lebar. El terkekah melihat tingkah anaknya itu, lelaki itu hapal tingkah Shehzen kalau sedang manja dan menginginkan sesuatu.
"Baca buku mu Zel!" El berkata dengan lembut.
"Arumi cantik." Ucapan Shehzel membuat El mengangkat alisnya, sepertinya ia tahu kemana arah pembicaraan Shehzel. "Boleh tidak kalau aku bertemu dengannya. Arumi janji akan membelikan makanan."
"Arumi sibuk bekerja." El menjawab.
"Jam istirahat. Enggak mungkin 'kan papah tidak memberi waktu istirahat untuk Arumi." Shehzel membalas.
El terkekeh. "Panggil dia kakak! Jangan cuma Arumi."
"Aku tidak ingin Arumi menjadi kakak ku."
"Lalu?"
"Meira bilang kalau kami akan menikah nanti dan kami akan punya keluarga dan anak. Katanya kalau aku ingin punya mama, papah harus menikah. Kenapa papah tidak menikah saja dengan Arumi?"
"Siapa Meira?"
"Teman ku di sekolah, aku menyukai Meira tapi aku juga suka Arumi." Shehzel mengerucutkan bibirnya. "Kalau Papah menikah dengan Arumi! Itu artinya Arumi akan jadi mama ku 'kan?"
El mengusap rambut anaknya itu dengan lembut lalu mencium keningnya dan tersenyum kecil "Shehzel, menikah itu bukan hal gampang."
"Kalian tinggal bertukar cincin dan hidup bersama." Shehzen menjawab dengan tatapan polosnya. El tertawa dan memeluk Shehzel.
"Memangnya Arumi cantik?" El bertanya.
"Iya." Shehzel menjawab.
***
Haya menatap Arum yang baru datang pagi ini ke ruang makan di rumah gadisnya itu. Ah, apa Haya masih pantas menyebut Arum gadisnya? Setelah berbohong dan menerima perjodohan dengan kakak gadis itu.
Haya bisa melihat Arum masih menatapnya dengan tatapan terluka, Haya tersenyum kecil melihat penampilan gadis itu yang berubah menjadi lebih sporty dibandingkan saat bersamanya yang sangat feminim."Sarapan dulu Rum." Suara Arin menyadarkan Haya dari tatapannya pada Arum.
"Iya kak." Arum tidak bisa terus menghindari Haya dan Arin. Seandainya Arum bisa, ia ingin berteriak sekarang, ingin rasanya ia mengatakan kalau Haya miliknya sejak dulu tapi Arum tidak berdaya. Mungkin selama ini hanya Arum yang berjuang untuk hubungannya bersama Haya.
"Haya, kamu mau nasi goreng atau roti?" Arin bertanya.
"Kak Haya enggak bisa makan berat saat pagi." Arum menutup mulutnya karena refleks menjawab pertanyaan Arin.
"Oh, aku baru tahu." Arin menggigit bibir bawahnya menahan rasa sesak yang menyerangnya. Sejak dulu di mata Haya memang hanya ada Arum. Arum yang lucu dan suka bercerita selalu menarik perhatian Haya di bandingkan dengan dirinya yang lebih pendiam, tetapi tiga minggu lagi Haya akan menjadi miliknya seutuhnya.
"Nasi goreng, Rin." Haya menjawab di sertai senyum lembut yang membuat Arum yang melihatnya merasakan sesak.
"Sadar Rum. Haya sudah jadi milik Arin!" Arum berkata dalam benaknya.
Arum memakan dengan cepat roti selai kacang miliknya. Lalu memilih meminum jus jeruknya dengan cepat.
"Pelan-pelan Rum!" Arin menegur dengan lembut.
"Aku hampir telat. Bos ku galak banget." Arum menjawab lalu bangun dari duduknya.
"Kamu enggak mau ikut kakak aja? Kakak sama Haya mau fitting baju, sekalian gitu kami antar." Arin membalas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Suami Arum
RomansaArumi Haania punya mimpi untuk hidup bahagia bersama keluarga kecilnya dengan calon suami yang sudah ia idamkan sejak ia kecil. Hayam Wuruk, nama lelaki itu unik selayaknya nama seorang raja dan Arumi sadar kalau Hayam adalah raja pemilik hati nya...