14. Tanda Tangan.

477 111 13
                                    

PLEASE VOTE DAN KOMEN YA.
KOMEN KALIAN TUH MOOD BANGEEET.

MAKASIIIIIH💕💕💕💕💕💕💕💕

.......

Haya masih tidak menyangka akalau esok ia akan menikahi Arin. Hampir dua bulan yang lalu ia menawarkan Arum untuk memperjuangkan hubungan mereka tetapi mungkin sejak awal Haya 'lah orang yang tidak bisa memperjuangkan Arum. Haya duduk di balkon kamarnya dengan segelas minuman beralkohol di pagi buta. Rencananya untuk meniduri Arum juga gagal minggu lalu karena Raskha.

Haya mengusap wajahnya, kalau ia menculik Arum, ia tidak akan bisa. Menjadikan Arum selingkuhan pun percuma karena Arum tidak akan mau.

"Sial." Haya berkata pelan. "Arum, please kemabali bersama ku!"

"Haya ..." suara perempuan membuat Haya melirik ke arah ranjangnya, Arin tidur disana dengan pakaian yang lengkap karena Haya tidak menyentuhnya sama sekali. Cukup kesalahan dulu saat mereka masih duduk di bangku kuliah, ia tidak sengaja tidur dengan Arin dalam keadaan mabuk.

"Tidur saja lagi! Jangan menggangguku!" Haya membalas.

Arin menghela napas dan turun dari ranjang dan menghampiri Haya, memeluk lelaki itu dari belakang. "Kamu sudah mabuk sepagi ini."

"Arin, lepaskan!" Haya melepaskan paksa tangan Arin yang memeluknya, lalu berbalik pergi meninggalkan calon istrinya itu.

**

El membulatkan matanya saat melihat Shehzel yang di gendong Arum yang hanya mengenakan kaos oversize yang menutupi celana pendeknya. "Pagi Mas. Tadi Mas tidurnya nyenyak banget kata Izel jadi kami ...."

"Kalian dari mana?" El langsung memotong ucapan Arum.

"Kita ke pasar. Belanja sama mbak Ita. Seru banget, Izel juga beli ikan cupang tadi." Arum menjawab.

"Pakai celana pendek?" El menjawab.

"Dekat kok. Naik motor cuma lima belas menit." Arum membalas.

"Lama-lama kamu yang saya cupang. Masuk sekarang! Kamu memangnya enggak punya celana yang lebih panjang. Kamu mau pamer ke abang-abang di pasar kalau paha kamu putih mulus begitu?" Arum mengerjapkan matanya mendengar omelan El.

"Papa kenama marah sama Mama?" Shehzel menyahut.

"Diam kamu! Turun sekarang dari gendongan Mama kamu. Kamu itu sudah besar, masih minta gendong. Badan Mama kamu itu kecil." Shehzel menahan air matanya karena El juga mengomelinya.

"Mas apa-apaan sih? Ngomelin Izel juga. Aku tadi keluar pakai celana panjang. Karena becek dan kotor aku sama Izel sudah mandi, kami keluar karena mau bayar abang ojek yang mengantar belanjaan." Arum membalas. El berdehem.

"Oh gitu." El membalas. "Masuk! Biar saya yang bayar ojeknya."

"Makanya mas jangan hobby ngomel terus." Arum membalas lalu masuk sambil menggandeng Shehzel.

El mendengus, kenapa Arum tidak menitipkan uangnya pada satpam. Arum tidak harus keluar rumah. El tidak ingin miliknya di lihat orang lain.
El menghampiri satpam di depan rumahnya. "Pak nanti kalau ada tukang ojek, tolong bayar, ini uangnya."

"Siap Pak. Tadi saya kira Bu Arum mau bayar sendiri sama Tuan Muda."

"Enggak jadi. Kamu saja." El membalas lalu memberikan uang dua ratus ribu. Lalu berbalik pergi dalam rumah.

El masuk ke dalam rumahnya dan melihat Arum yang sedang memasukkan ikan cupang ke dalam aquarium bersama Shehzel. El menghela napasnya. "Arum, saya mau bicara."

Arum mendongak dan menelan salivanya, Arum meruntuki dirinya karena tadi membalas membentak El. Arum takut kalau El marah dan memecatnya, tetapi Arum juga bingung kalau El memecatnya berarti hubungannya akhir-akhir ini cuma permainan bagi El.

Calon Suami ArumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang