Lost of Memory 12 A

6 0 0
                                    

Myungsoo dan Jiyeon masih mematung di bawah pohon, dimana mereka baru saja saling mengungkapkan perasaan masing-masing.

"Mmmm...oppa...apa boleh seperti ini?" tanya Jiyeon perihal perasaan mereka.

Myungsoo juga bukannya tak tahu arah pembicaraan Jiyeon, tapi ia diam dan tampak berpikir.

"Oppa, bagaimana pun di mata orang-orang disekitar kita, kita adalah saudara. Appa dan eomma mungkin juga tak akan setuju. Apalagi saat ini aku sudah memiliki Minho oppa sebagai namjachinguku, aku tak mungkin bisa menyakiti perasaannya, oppa. Mungkin sebaiknya kita...." Jiyeon mencoba menjelaskan kekhawatirannya.

"Jangan pernah berpikir untuk melupakan perasaan kita. Aku takkan pernah setuju" ujar Myungsoo memotong kata-kata Jiyeon, seolah tau pikiran yeoja itu.

"Oppa...cobalah untuk mengerti. Kita tak bisa bersikap egois dan menuruti perasaan kita karena jika kita meneruskan perasaan ini, akan ada yang tersakiti dan juga dikecewakan" ucap Jiyeon memberi penjelasan.

Myungsoo tertunduk sesaat dan memejamkan matanya kemudian ia mengambil nafas panjang. Ia memegang kedua tangan Jiyeon dan menggenggamnya.

"Maafkan oppa Jiyeonnie, oppa tak bisa melakukannya. Untuk kali ini saja, oppa ingin bersikap egois. Kumohon percayalah pada oppa, apapun yang terjadi kita akan menghadapinya bersama. Tak perduli apa yang akan orang-orang katakan tentang kita, pada kenyataannya kita memang tak memiliki hubungan darah. Appa dan eomma, aku yang akan menjelaskannya pada mereka, aku yakin mereka pasti bisa mengerti. Dan Minho....." Myungsoo tampak menggantungkan kalimatnya, "Aku akan bicara padanya dan menerima segala resiko terburuknya, jika ia tak menganggapku sebagai sahabatnya lagi." lanjut Myungsoo sedih jika memikirkan hal itu.

Jiyeon menitikkan air matanya mendengar kata-kata Myungsoo. Cinta namja itu begitu besar hingga ia sanggup untuk menahan segala rintangan besar yang akan mereka hadapi setelah ini. Keyakinan yang dilontarkan Myungsoo segera menghapus keraguan di hati Jiyeon.

"Kumohon percayalah padaku" ucap Myungsoo seraya menghapus air mata Jiyeon dengan tangannya.

Jiyeon mengangguk, "Aku percaya padamu, L-oppa" sahut Jiyeon yang langsung disambut pelukan bahagia oleh Myungsoo.

"Kajja kita pulang. Hujan sudah reda dan eomma pasti sudah menunggu kita" ajak Myungsoo menggandeng tangan Jiyeon.

Baru selangkah Myungsoo berjalan, Jiyeon menarik tangannya hingga Myungsoo menghentikan langkahnya.

"Waeyo Yeonnie-ah?" tanya Myungsoo.

"Oppa, bisakah kita memberitahu appa dan eomma jika waktunya sudah tepat? Karena menurutku jika kita mengatakannya sekarang, tidakkah terlalu terburu-buru?" tanya Jiyeon.

"Tenanglah Jiyeonnie. Aku sudah memikirkan semuanya. Tak ada yang perlu khawatirkan. Hanya satu yang aku ingin kau lakukan untukku" ujar Myungsoo memberikan keyakinan untuk Jiyeon.

"Ne?"

"Apapun yang terjadi, jangan pernah berpikir untuk meninggalkanku. Karena aku takkan pernah melepaskanmu sampai kapanpun. Arasso" ucap Myungsoo meyakinkan yang tanpa disadari merupakan suatu pertanda.

"Ne arra" angguk Jiyeon setuju akan permintaan Myungsoo.

Keduanya pun segera meninggalkan tempat itu dan menuju rumah mereka.



Choi Family House

Minho baru saja masuk ke dalam rumahnya ketika seorang pria paruh baya memanggilnya.

"Minho-ah, kau baru pulang?" tanya pria itu sedikit heran karena memang tak biasanya Minho pulang selarut ini.

Ya, sekarang memang sudah pukul sepuluh malam dan Minho baru pulang dengan mengenakan seragam sekolah. Orang tua mana yang tak khawatir jika seperti itu.

Lost of Memory (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang