"Papa!"Ketika mata biru milik si putri bunga matahari mendapati sosok tegap ayahnya yang berjalan menghampiri mereka di meja makan, Himawari pun langsung memekik girang.
Dia langsung beranjak turun dari kursi dan berlari menghampiri sang ayah dengan senyum lebar.
Naruto berjongkok dan membawa Himawari dalam gendongannya. Dia mengecup ringan pipi gembil putrinya.
"Tadaima."
Himawari tersenyum lebar dan balas mengecup pipi bergurat ayahnya. Dia melingkarkan tangannya pada leher kokoh sang ayah.
"Okaeri papa."
"Kaa-san ayo, makan."
Mendapati sosok Hinata berjalan turun dari tangga, Boruto dengan cepat memanggil.
Hinata hanya tersenyum sembari mengangguk kecil.
****
Makan malam keluar Uzumaki itu berlangsung dalam hening. Hanya suara Himawari yang sesekali terdengar dan mereka hanya menanggapi seadanya.
Naruto pun tidak banyak bicara. Dia sedang tidak mood.
Hingga makan malam itu selesai, ketiga anak mereka berjalan pergi ke ruang keluarga. Boruto dan Kawaki akan bermain game dan Himawari hendak bermain dengan bonekanya, sesekali pun menjadi penonton pertandingan kedua kakaknya.
Sebelum melangkah pergi dari ruang makan Boruto menyempatkan diri untuk mengingatkan ibunya.
"Kaa-san, jangan lupa minum obat."
Kalimat yang Boruto lontarkan tersebut kembali membuat Naruto makin terperangkap dalam tanya.
Dia menatap Hinata yang tengah sibuk mencuci piring. Dia jelas terlampau penasaran.
Dia memang sedang kesal, dan harusnya kembali merajuk. Tapi, Naruto berpikir untuk menyampingkan egonya sebentar. Dia bisa mencari perkara lain yang bisa dijadikan alasan untuk merajuk pada Hinata setelah memastikan istrinya itu baik-baik saja.
Naruto juga akan berdiskusi pada Hinata tentang rencananya yang ingin membakar desa Hanagakure, agar si bodoh Yui itu berhenti berbuat macam-macam.
Apalagi mengganggu miliknya.
Hanya berdiam diri dan menatap Hinata mulai membuat Naruto jenuh. Dia ingin segera mendapatkan penjelasan dari Hinata.
Dia beranjak bangun dan menghampiri istrinya yang sedang mencuci piring. Tangan-tangan kekarnya bergerak untuk membantu.
Hinata yang menyadarinya tersenyum lembut.
Terkadang ia memang melarang Naruto untuk membantunya mengerjakan pekerjaan rumah. Dia tahu suaminya itu sudah cukup di buat kelelahan dengan berbagai pekerjaan di kantor. Jadi, dia tidak mau menambah beban.
Namun, Naruto tetaplah Naruto pria itu terkadang akan tetap membantunya mengerjakan pekerjaan rumah.
Seperti saat ini misalnya. Pria itu tengah membantunya membilas piring, sendok maupun gelas yang telah ia cuci dengan sabun.
Kegiatan mereka berlangsung dengan cepat. Sepersekian detik setelah selesai mencuci piring Naruto langsung kembali bertanya.
"Ayo jelaskan sekarang, Hinata."
Dia bertanya tidak sabaran. Hinata hanya tersenyum lembut.
"Dikamar saja."
Hinata menyahut sembari melangkah pergi dari dapur. Mendapati Hinata yang nampak mengulur waktu untuk memberi penjelasan, membuat Naruto hanya bisa menarik nafas lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[8] ホリデー {Horidē} ✔
FanficHari libur itu bagaikan sebuah angin segar bagi Naruto. Dia selalu sibuk bekerja hingga kurang beristirahat. Jadi ketika mendapat kan hari libur dia akan menggunakannya dengan sangat baik. Bukan hanya beristirahat tapi juga menghabiskan banyak waktu...