EK 04 | Komedi putar

6 5 1
                                    

"Jalan yang kulalui terlihat bercabang dan sangat ramai dipenuhi orang. Tapi setelah kulihat lebih jauh, yang aku lihat hanya ada satu jalan setapak yang ada satu orang berdiri menunggu hadirku dikejauhan."
_____________

"Selamat datang wahana favoritku." Tak henti-hentinya aku sedari tadi tersenyum lebar melihat berbagai macam wahana di pameran pasar malam yang terlihat menarik dan begitu menyenangkan. Menatap satu per satu wahana itu, mulai dari yang biasa saja hingga yang paling luar biasa.

Berdiri mematung sambil kembali mengingat kenangan beberapa tahun lalu tentang kami dan tempat ini. Walaupun terasa sangat jarang pameran ini ada disini, tapi kenangan bahagia yang dihabiskan terasa masih tersimpan rapi didalam hati dan ingatanku.

Banyak orang berlalu lalang, ada yang baru singgah dan ada yang kembali pulang kerumah masing-masing, berdatangan dan silih berganti seiring waktu yang semakin larut.

"Ayo sayang. Kamu mau naik wahana yang mana?" Tiba-tiba sebuah suara mengalihkan fokusku. Sebuah tangan menggenggam jari-jemari ku dengan lembut.

Aku menatap seseorang disampingku, "Ayah," batinku. Setelahnya aku mengembangkan senyum. Dia menarik tanganku perlahan sambil berjalan kearah sebuah pedagang arum manis.

"Arum manisnya satu pak yang model bunga." Ucap ayah pada pedagang itu. Tak berselang lama, arum manis yang dipesannya sudah siap dinikmati.

"Ayah aku pergi beli tiket komedi putar dulu ya. Ayah tunggu dikursi itu." Ucapku sambil menunjuk kearah sebuah bangku yang tidak terlalu jauh dari penjual arum manis itu.

"Yasudah, Ayah pergi dulu. Nanti kamu duduk disana juga ya." Aku mengangguk mendengar penuturan ayah.

Kakiku melangkah menjauh, berjalan ke sebuah kios yang berada didepan wahana komedi putar itu dan memesan dua tiket. Satu untukku dan yang satu lagi untuk Ayahku. Sambil menunggu, aku menatap kearah komedi putar itu. Senyumku perlahan terukir ketika kembali mengingat tentang diriku yang dulu sangat menyukai wahana itu.

"Tiketnya mbak." Ucap wanita yang menyodorkan dua tiket kearahku. Aku mengambil tiket itu kemudian kembali ke tempat dimana ayahku menunggu.

Aku berjalan sambil menatap dua tiket itu dengan senyum yang tidak pernah luntur.

Aku pun akhirnya duduk disalah satu kursi berwarna coklat tua yang disampingnya terdapat dua buah tiang lampu taman yang tertancap kuat ditanah.

"Makasih arum manisnya, yah." Ucapku sambil tersenyum sekilas kearahnya.

Sambil menikmati arum manis itu, pandanganku bergerilya melihat satu per satu tempat dan orang yang beraktivitas disana. Kemudian, fokusku mengarah ke dua objek yang jaraknya tidak jauh dari tempatku. Dari sini aku bisa melihat disana ada seorang gadis kecil dengan boneka kudanil kecil dipelukannya. Berjalan bergandengan dengan seorang pria berbaju seorang badut.

Kulihat mereka sesekali sedang berlari-lari dan melompat-lompat dengan leluasa. Tidak lupa dengan gadis kecil yang terlihat sedang tertawa bahagia dan tertawa lebar. Berpelukan dan berjoget bersama-sama sambil sesekali sang badut melakukan atraksi kecil. Senyum kebahagiaan jelas terpatri diwajah lucu gadis itu. Bibirku tertarik membentuk senyuman yang menular melihat hal itu.

Sederhana tapi bisa bahagia.

Satu hal yang bisa kesimpulan dari pengamatanku. Kebahagiaan itu mudah untuk dirasakan, jika hanya dengan bersama orang yang kita sayangi, itu sudah cukup bisa membuat kita bahagia dan tersenyum. Itulah mengapa aku ingin memutar waktu dan mengulang lagi tentang kenangan terindah yang sudah pernah dilewati bersama, walaupun rasanya tidak mungkin.

Sungguh, aku tidak ingin berjumpa dengan perpisahan walaupun hanya sekejap.

Pandanganku kembali mengarah kesamping dan sosok yang sedari tadi bersamaku dan sangat ku rindukan sudah tidak ada disebelahku. Lantas aku menghela nafas singkat kemudian bangkit dari dudukku berjalan ke arah komedi putar dan berniat untuk naik wahana ini. Sebelum itu, kuhabiskan dulu arum manis yang masih lumayan banyak.

Sebelum pergi ke komedi putar itu, aku menghampiri anak kecil yang sedari tadi kuamati. Aku memberikan satu tiket itu kepadanya dan mengajaknya untuk menaiki wahana itu bersama.

Merasakan setiap putarannya sambil menoleh kesamping kiriku yang memperlihatkan betapa bahagianya seorang anak kecil hanya dengan menaiki wahana sederhana ini. Aku tersenyum melihatnya, mencoba untuk bahagia seorang diri ditengah keramaian orang-orang yang sibuk dengan kebahagiaan mereka masing-masing.

~satu hal yang menurutku sebuah kesedihan, tidak akan pernah salah jika Allah yang menakdirkan. Karena Dia lebih tahu tentang apa saja yang terbaik untuk hambanya.

Empat KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang