Devan turun dari motor Rian. Cowok itu bilang makasih sama Rian yang ngangguk nanggapin Devan.
"Gak mau mampir dulu lo?"
"Gak, bau-bau mantan," sahut Rian jutek. Devina yang sedang berjalan ke arah gerbang rumah dan dia mendengar kalimat Rian barusan sontak melotot.
"Van, lo mungut sampah dimana sih? Bau banget?" balas Devina sambil ngapit hidungnya pakai jari, lagak kek kebauan. Devan rolling bola mata malas.
"Cuih, gue gak nge hina lo ya!"
"Apaan?"
"Emang beneran ada bau sampah kok," ujar Devina tidak mau mengalah.
"Udah, Yan. Ngalah aja, Devina emang gitu. Salah lo mau pacaran sama dia dulu." kali ini Devina ngelototin kembarannya. Rian cuman ngangguk terus pamit dan tancap gas.
Devan melangkah mendekat ke arah pintu. "Mau kemana lo?" penampilan Devina emang kayak mau keluar.
"Mau jalan sama mas pacar," sahut Devina dengan senyum lebar. Tidak mau mengeluarkan banyak suara, Devan ngangguk dan segera masuk rumah.
"Devan pulang," suara Devan saat membuka pintu rumah. Ia melihat sekeliling. Sepi. Tidak ada orang. Namun kemudian terdengar suara heboh dari lantai atas dan ternyata itu Aska—adik sambungnya.
"Kak Devan!" sapanya semangat dengan senyum sumringah. Ia berlari menghampiri Devan dan langsung memeluk sang kakak.
"Kak, tambah manis aja." wajah Devan langsung berubah jadi masam. Ia melepaskan diri dari pelukan sang adik dengan paksa. Pasalnya, Aska memeluknya sangat erat.
"Gue ganteng ya! Bukan manis!" serunya tidak terima. Aska senyum manis dan mau meluk kakaknya lagi tapi keduluan sama mamahnya.
"Devan kamu ini jarang banget pulang, Mamah kangen tau!"
"Devan juga kangen. Udah Mah, Devan pengap, barusan abis dipeluk Aska juga." Devan beberapa kali nepuk pundak mamahnya pelan.
Akhirnya pelukan lepas, namun kedua tangan mamahnya ada dikedua bahu-nya.
"Devan, kayaknya kamu salah gender deh." Aska tertawa, Devan nge-blank.
"Ih Mamah!" mamahnya Devan terkekeh. Anaknya itu manis sama imut. Heran saja, padahal Devano dan Devina itu kembar tapi Devina gak lebih manis dari Devano.
Mamahnya Devan ngusap rambut anaknya dengan senyum hangat khas miliknya.
"Masuk kamar gih, Ayah pulang nanti malam. Kita juga ada makan malem bareng temen mamah." Devan ngangguk nurut. Mamahnya Devan udah nuju ke ruang kerja dia. Tiba-tiba ada sebuah tangan yang menggenggam tangannya. Ia menengok orang yang menggenggam tangannya.
Aska, pemuda itu tersenyum simpul. "Waktu kecil, Kak Devan suka genggam tangan aku kek gini," ingat Aska. Aska tidak bohong, karena Devan juga ingat dengan masa-masa itu.
"Iya, waktu itu lo masih kecil. Masih polos." mereka berdua berjalan sambil bergenggaman tangan. Hal itu sudah biasa.
"Kak, maaf karena gu—"
"Udah, jangan diungkit," sanggah Devan tidak mau mendengarkan. Aska yang awalnya ceria menjadi sedih.
"Aska daftar kuliah di tempat yang sama kek Kakak dan lulus tes disana."
"Ngambil jurusan apa?" langkah mereka berhenti tepat didepan pintu kamar Devan.
"Dokter. Kalo Kak Devan sakit, aku bakal sembuhin Kak Devan. Kak, aku minta maaf karena lancang suka sama Kakak. Harusnya Aska gak naruh perasaan sama Kakak. Aska tau Aska salah. Kita saudara walaupun gak sedarah, mungkin itu bisa dibicarakan lagi. Tapi, kita sejenis." Devan paham, dan dia hanya diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kejar
RandomDevano atau kerap dipanggil Devan, awalnya membantu kembarannya Devina untuk membuat orang yang akan dijodohkannya ilfil malah membuat laki-laki bernama Rey mengejar Devano. "Kok gua, sih? mending sama Devina!" -Devano "Gak, gue sukanya sama elo, De...