"Gue gak bercanda, gue lebih suka dengan mata lo dibandingkan mata Devina."
Kalimat itu terus terngiang-ngiang dalam pikirannya hingga ia tidak fokus pada dosen yang sedang menjelaskan materi didepan hingga kelas berakhir.
Rian yang memiliki jadwal serta kelas yang sama dengan Devan sedari tadi memperhatikan cowok itu yang nampak melamun. Kini dirinya menghampiri temannya itu dan menyentuh bahu Devan.
"Lo kenapa ngelamun?" tanya Rian yang berdiri yang mana membuat Devan harus mendongak.
"Gak ada." Devan menjawab singkat dan lesuh kemudian dia ikut berdiri dan memperlihatkan sebuah senyuman manis. Rian tau, jika temannya ini ada niat terselubung karena Devan sangat jarang memperlihatkan senyum manisnya itu.
"Kenapa lagi lo?" setelah itu kedua tangan Devan menggenggam tangan kiri Rian. "Traktir gue ya! Gue lupa bawa dompet," ujarnya, ngebuat Rian mendesah lelah. Ngomong-ngomong mereka masih ada satu kelas lagi dan di waktu istirahat begini, Rian dan Devan memutuskan untuk pergi ke kantin fakultas untuk mengisi perut walaupun sebelumnya sudah terisi.
"Tenang ya gak ada Jian, tapi sepi juga," ujar Devan yang menatap Rian. Biasanya disamping Rian ada Jian, sangat kurang juga tidak ada Jian disamping Rian begitupun sebaliknya.
"Elah, cuman beda tiga jadwal doang," sahut Rian malas.
Saat mereka sudah dikantin dan setelah membeli makanan yang mereka mau, mereka langsung mencari tempat duduk.
Mata Devan tidak sengaja menatap mata Rey yang berada di meja seberang ia dan juga Rian.
Lagi-lagi cowok yang menjabat menjadi teman Devan mengernyit bingung sambil memperhatikan Devan yang kembali melamun sebelum menyadarkan Devan dari acara melamunnya.
"Apasih!" sungut Devan kala Rian menampar pelan pipinya.
"Abisnya elo balik ngelamun lagi," sahut Rian sambil meraih teh kotak yang ia beli.
"Yan, mata gue beda ya sama Devina?" keningnya mengerut dengan pikiran yang berusaha mengingat bentuk mata mantannya itu.
"Iya beda. Mata elo lebar imut kayak nyokap lo sedangkan Devina keknya kayak bokap kandung kalian, lo tau lah bentuk mata elang begimana." Devan terdiam saat mendengar jawaban dari Rian barusan.
"Lebar imut?" mendengar itu, Rian mengangguk membenarkan. "Perlu kaca? Lo harus natap lama mata elo deh. Dan keknya gender lo sama gender Devina kebalik," ujarnya.
"Tapi kalo dari sikap, cocok aja dengan gender kalian," tambahnya. Devan masih terbengong kembali memikirkan kalimat yang diucapkan Rey sewaktu mereka berangkat kuliah bersama tadi.
Rey yang sedari tadi memperhatikan Devan memilih untuk menghampiri cowok itu dan kini duduk dihadapannya. Matanya menatap bertanya Rian yang juga menatapnya. Untung saja Rian mengerti tatapan bertanya dari Rey dan menjawab jujur pertanyaan Rey dari matanya.
"Gue juga gak tau dia lagi mikirin apa, yang jelas dia asik ngelamun dari tadi," jawab Rian sedikit panjang. Rey mengangguk. Yang dikatakan Rian itu jujur. Devan sedang asik dengan lamunannya sampai-sampai ia tidak sadar jika Rey berada dihadapannya.
Karena sudah lelah melihat temannya yang asik melamun sedangkan orang yang berada dihadapannya temannya malah mengambil kesempatan untuk mengagumi wajah Devan, akhirnya cowok itu memutuskan menyentak Devan dengan menginjak kaki cowok itu secara tiba-tiba.
"SAKIT WOI!" pekik Devan menatap nyalang Rian, Rey sendiri hampir terjungkal mendengar teriakan serta gebrakan yang dilakukan oleh Devan.
Rian tidak memperdulikan tatapan nyalang temannya itu dan memilih untuk lanjut memakan makanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kejar
RandomDevano atau kerap dipanggil Devan, awalnya membantu kembarannya Devina untuk membuat orang yang akan dijodohkannya ilfil malah membuat laki-laki bernama Rey mengejar Devano. "Kok gua, sih? mending sama Devina!" -Devano "Gak, gue sukanya sama elo, De...