Part 22

822 58 9
                                    

Aku harap kalian udah pada sholat sebelum baca cerita ini.
Jangan sampai cerita ini bikin kalian lalai sama kewajiban!

Perjalanan dari Jember ke Jakarta memakan waktu yang lama. Terdengar alunan lagu dari dalam mobil yang ditumpangi oleh Lira.

'Terluka dan menangis tapi kuterima'

'Semua keputusan yang telah kau buat'

'Satu yang harus kau tahu'

'Ku menanti kau tuk kembali'

Lagu yang dipopulerkan oleh Keisya Levronka itu mengiringi perjalanan Lira yang cukup panjang. Terlihat di samping Adi, Nurmala ikut menyanyikan lagu tersebut sembari melirik anaknya dari kaca mobil. Yah, Lira tampak tidak bersemangat. Gadis itu lebih banyak diam sambil melihat pemandangan dari kaca jendela.

"Lira, kamu marah sama kami?" Tanya Nurmala tidak betah.

"Nggak kok ma. Lira cuma capek."

"Dari awal kami jemput kamu, kamu kelihatan muram gitu. Ada masalah di pesantren? Atau jangan-jangan kamu buat ulah ya?" Tuding sang mama.

"Nggak kok ma. Lira udah gak pernah buat masalah lagi. Kalau gak percaya, tanya aja sama Ustadzah yang ngajar Lira!"

"Kalau ada apa-apa cerita ya, Nak!" Kini Adi ikut berbicara.

Lira melirik Adi sekilas. Adanya rasa kecewa sebelum Lira masuk pesantren, terbawa hingga sekarang. Meski kehangatan menyertainya pulang, ia tahu bahwa dua orang yang tengah duduk di kursi depan hanya sedang memainkan drama. Mereka tak pernah akur, bahkan semakin kesini mereka semakin asing. Lira tahu, kedua orangtuanya hanya tidak ingin Lira semakin sedih melihat kondisi keluarganya semakin berantakan. Lira tahu itu, bukankah sebelum ia jauh dari keluarganya, mereka sudah sering bermain drama? Bersikap seolah tidak terjadi apa-apa namun faktanya berbanding terbalik.

"Lira, besok kita ada dinner sama keluarga teman Papa. Papa yakin, kamu suka sama anak temen Papa. Ya gak ma?" Adi meminta persetujuan sang istri dengan meliriknya sekilas.

"Betul Pa! Mama scroll akun instagramnya. Beuh, udah ganteng, keren, pintar, mapan lagi. Baru lihat fotonya aja udah klepek-klepek mama," timpal Nurmala melebih-lebihkan. Padahal kan, Nurmala sendiri belum pernah bertemu. Hanya tahu dari teman Adi.

Menurut Lira, Mamanya terlalu memuji laki-laki tersebut. Lagipula, semua tentang laki-laki itu tidak semuanya diposting. Bisa saja ia memposting hal-hal yang baik saja. Toh semua manusia punya sisi baik buruknya. Bisa juga ia mempunyai perangai yang buruk.

"Mama terlalu memuji dia!" Sindir Lira.

"Emang faktanya gitu kok!" Balas Nurmala tidak terima.

"Irzan Dirgantara, pasti kamu suka!" Imbuh Nurmala.

"Iya deh, iyaa."

Gadis dengan gamis dan kerudung syar'i tersebut kembali memalingkan wajahnya. Nyatanya pemandangan luar lebih menarik dibanding pembahasan kedua orangtuanya. Sudah hampir sampai, sebentar lagi ia akan merebahkan tubuhnya di tempat tidur kesayangannya. Sudah lama ia tidak tidur di tempat favoritnya itu.

Mobil yang Lira tumpangi memasuki sebuah gerbang rumah agak besar. Ya, rumah itu adalah rumah Lira. Tidak banyak yang berubah, bangunan itu masih sama.

"Habis ini aku mau sholat, terus lanjut istirahat!" Tutur Lira mengawali. Dilihatnya Adi sudah menurunkan koper berisi baju-baju Lira dari pesantren. Tidak banyak yang ia bawa, hanya seminggu saja bukan?

Perlahan kakinya melangkah memasuki pintu utama. Anehnya, pintu tersebut tidak dikunci. Namun Lira tidak memusingkan hal itu. Tubuhnya terlalu letih, pikirannya pun butuh istirahat. Saat pintu sudah terbuka, Lira dikejutkan dengan ruangan yang penuh dengan hiasan. Terpampang tulisan 'SELAMAT DATANG LIRA ADIBA' di salah satu tembok. Lira juga mendapati Dera dengan dua balon yang perempuan itu bawa tengah menghampirinya.

HIJRAH CINTA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang