15. Kecemasan

10 1 0
                                    

Luca dan Sota muncul dari balik pintu abu-abu yang ada di ruang tamu rumah Luca. Ayah dan ibu Luca masih setia menunggu kepulangan mereka berdua. Wajah kedua orang tua Luca terlihat cemas dan penuh harap saat melihat mereka kembali.

Setelah pintu itu menghilang perlahan, Sota berdiri menghadapi Luca dan masih memegang tangannya yang terikat benang hitam. Mereka berpandangan penuh kerinduan dan perlahan saling berpelukan. Keduanya tak bisa bicara hanya desahan dan isak tangis tertahan yang keluar dari bibir mereka.

Ayah dan ibu Luca yang melihat itu segera paham bahwa mereka berdua sudah mengetahui masa lalu mereka. Dan itu berarti mereka memang saling mencintai. Tapi di wajah orang tua Luca masih ada kecemasan. Ini tidak akan berakhir dengan mudah.

"Luca, sayang," panggil ibu Luca lembut.

Luca segera melepaskan pelukannya pada Sota dan menoleh pada ibunya. "Ibu..." sahutnya yang segera menghampiri kedua orang tuanya setelah Sota melepaskan ikatan benang hitam di tangan mereka.

Luca memeluk ibunya dan tersenyum pada ayahnya.

"Sepertinya kalian sudah mendapatkan apa yang ingin kalian ketahui," ucap ayah Luca yakin yang dibalas anggukan oleh Luca.

"Kami saling mencintai. Maaf...ayah-ibu, aku sudah mengecewakan kalian. Aku mencintai seorang pria...bukan wanita yang bisa.memberikan keturunan buat kalian," tutur Luca sedih.

Ibu Luca membelai wajahnya dan tersenyum. "Kami juga minta maaf, sayang, karena menutupi masalah ini. Kami khawatir kau akan menghadapi trauma yang lebih besar. Kau mengalami hari-hari yang berat setelah kejadian itu. Kau kehilangan gairah hidupmu yang kami sendiri juga tidak tahu," tuturnya lembut, "dan sekarang selama kau bahagia, itu sudah cukup, nak. Tapi---." ucapan ibunya terhenti karena ada keraguan.

"Ada apa, ibu?" tanya Luca heran kenapa ayah ibunya terlihat cemas. Dia melihat ayah ibunya secara bergantian.

Sota yang sedari tadi diam saja, perlahan mendekati mereka. "Kenapa kalian terlihat cemas?" tanya Sota yang ikutan cemas seperti Luca.

"Ayah yakin ini tidak akan selesai sampai di sini," jawab ayah Luca yang kemudian duduk di sofa. "Para tetua dari kedua kelompok kita pasti akan ribut karena apa yang terjadi pada kalian." paparnya. Ayah Luca duduk dengan menopang kan kedua sikunya di atas lututnya. Dia menatap wajah kedua pria di depannya secara bergantian dengan tajam yang juga ikut duduk di sofa panjang.

"Kalian harus siap dengan konsekuensinya. Mereka pasti akan memanggil kalian jika sudah saatnya," tambah ibu Luca yang sudah duduk di sofa sebelah ayah Luca. "Ini yang kami khawatirkan."

Luca menatap Sota lalu memegang tangannya. "Apa kau takut, Sota?" tanyanya pelan.

Sota beringsut duduk mendekat, "tidak, selama aku bersamamu. Dan kali ini...jangan coba-coba memutuskan sesuatu sendiri lagi," ancamnya dengan jari telunjuk menunjuk wajah Luca, "aku akan marah padamu."

Luca tertawa lega dan segera memeluk pria yang selama ini telah dilupakannya. "Aku tidak bisa berjanji soal itu."

"Kau--"

"Baiklah...baiklah...aku akan berusaha," imbuhnya menggoda. Dia tidak ingin membuat Sota khawatir. Tapi ada kecemasan di hatinya yang menular dari ayah dan ibunya. Dia melirik kedua orang tuanya. Mereka mengerti arti tatapannya dan mendesah berat.

Tiba-tiba Sota menegang dan melepaskan pelukannya. Dia menatap ke satu titik di balik bahu Luca. Luca merasakan perubahan sikap Sota dan mengikuti arah pandangannya. Ketika dia berbalik seketika itu juga sesosok pria muncul. Dia melihat sekelilingnya dan langsung menarik napas lega setelah melihat Sota.

"Ayah...?" sapa Sota heran.

Kenapa ayah ada di sini? Apa yang terjadi? Apakah keributan itu sudah terjadi? -- bathin Sota

Find Me (BXB) (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang