02. Getaran

10 1 0
                                    

"Jangan lupa pakai sarung tanganmu, Sota." seru Vio.

Sota langsung mengambil sarung tangan kulit tipis berwarna hitam dari saku celana khakinya. Dia hanya memakai satu sarung untuk tangan kanannya. Ini untuk menutupi bercak merah di telapak tangannya.

Pernah suatu hari ada seorang pengunjung cafe yang datang ke meja kasir dan terkejut lalu menjerit tertahan kala melihat bercak itu. Hal ini membuat Sota menjadi canggung. Sejak itu dia memutuskan memakai sarung tangan di tangan kanannya agar tidak membuat kaget lagi pengunjung yang lain.

Sebenarnya bercak itu kalau diperhatikan baik-baik membentuk seperti sayap dan terlihat indah. Tapi karena kulit Sota yang putih membuat warna merah bercak itu sangat kontras dan seperti merah menyala. Bagi orang yang pertama kali melihatnya tiba-tiba mungkin agak kaget dan risih. Hal ini juga terjadi pada Vio.

Saat ini cafe belum terlalu ramai karena jam makan siang belum tiba. Vista Coffee, itu nama cafenya, terletak di dekat taman kota. Tempat yang sangat strategis. Mereka menabung cukup lama untuk bisa membuka cafe itu. Dan sepertinya mereka cukup berhasil karena banyak pengunjung yang memberikan nilai bagus di media sosial. Alhasil ini membawa keberuntungan bagi Sota dan Vio. Mereka tidak hanya menjual kopi dan  dessert tapi juga menyediakan bahan bacaan untuk pelanggan mereka. Ada sebuah perpustakaan mini di sudut ruangan kafe yang bisa langsung terlihat oleh pelanggan begitu masuk ke kafe. Alunan musik yang lembut juga selalu terdengar yang membuat para pelanggan merasa sangat nyaman dan betah. Belum lagi dengan pemilik dan pelayan kafe yang benar-benar-benar mencuci mata para pelanggannya.

Sota dengan sosoknya yang ramah dan senyum mautnya membuat para gadis betah menatapnya. Tidak hanya gadis tapi juga para pria. Sota memiliki sesuatu yang bahkan Vio pun menyadarinya. Suaranya yang khas dan tegas menandakan dia bukan pria lemah. Dia tetap terkesan ramah tapi tidak berlebihan.

Sementara Vio, dia lebih santai dan cuek. Penampilannya sangat macho dan rapi. Tubuhnya lebih tinggi dari Sota. Dia jarang tersenyum tapi dia sangat menjaga Sota sebagai sahabat terdekatnya. Jika ada pelanggan pria yang terlalu berlebihan menggoda Sota maka dia akan dengan cepat menengahi dengan cara yang sopan tapi juga transparan.

Mereka juga mempekerjakan seorang pegawai pria, Sam, yang usianya lebih muda dari mereka. Sam terlihat sangat imut karena dia bertubuh kecil dan berkulit putih. Dia suka sekali tersenyum melebihi Sota. Tapi kinerjanya sangat bagus. Dia cekatan dan lincah. Semua yang dikerjakannya pasti selesai dengan baik.

Suara bel pintu masuk yang tergantung di atas pintu membuyarkan lamunan Sota yang tengah mengelus bercak merahnya. Dia segera memakai sarung tangannya.

"Selamat datang."seru Sota dengan wajah yang masih menunduk di meja kasir. Saat dia mendongakkan wajahnya, dia tertegun. Waktu seakan berjalan lambat dan hanya ada suara detak jantungnya yang terdengar.

Pria itu berjalan dengan santai dan terkesan cuek. Tubuh tinggi dan tegap, kulit kecoklatan terlihat sangat maskulin, dan wajahnya sangat tampan. Alis mata tebal terukir apik dan bola mata berwarna abu-abu perak yang sangat kontras dengan kulit wajahnya. Sota bisa melihatnya dengan jelas begitu pria itu sudah berdiri di depan meja kasir. Dan satu lagi, boleh dibilang seperti ada halo di atas kepalanya. Dia terlihat bercahaya di mata Sota. Entahlah. Sota tidak pernah merasa terpaku bila melihat seorang pria. Vio sosok yang tampan dan macho tapi ini....dia bahkan tidak bisa mengalihkan pandangannya.

"Maaf...bisa saya pesan?"

Deg...

Suara itu....dimana aku mendengarnya? Apa ini cuma khayalanku saja?

"Maaf...apa anda mendengar saya?" Suara berat dan dalam itu kembali memanggil Sota.

"Eh...ya." Sota menjawab dengan gugup. Dia berusaha tenang kembali dan tersenyum lebar seperti yang biasa dia lakukan pada pengunjung. Sesaat pria itu terdiam melihat Sota seakan terpesona dengan senyum itu. Sepertinya Sota tidak pernah tahu bahwa senyumnya benar-benar bisa menaklukkan musuh.

"Saya pesan Es Cappucino ditambah susu dan juga...hmm...saya mau pie buahnya." Pria itu menunjuk sepiring pie buah di dalam meja etalase dessert.

"Apakah pienya manis?" Dia bertanya dengan ragu-ragu.

"Hmm...saya rasa tidak. Kami membuatnya dengan sedikit gula agar rasa buahnya lebih terasa pada pienya." Jelas Sota sambil tetap menatap mata pria itu lebih dalam.

Pria itu mengangguk sekali dengan mengerucutkan bibirnya. Jantung Sota menjadi tambah berdebar. Aaahhh...

"Baik...mohon ditunggu. Pesanan akan diantar ke meja anda. Silahkan!"

Sota mengangsurkan tangan kanannya ke arah meja-meja yang kosong. Pria itu melihat sesaat ke tangan kanan Sota yang memakai sarung tangan lalu ke tangan kirinya yang tidak memakai sarung tangan. Dia sepertinya merasa heran. Tapi lalu dia berjalan ke meja di dekat jendela.

Beberapa pengunjung wanita melirik diam-diam kearahnya. Mereka juga terpesona oleh sosok pria itu. Dia duduk dengan menyilangkan kakinya dan memandang keluar jendela tapi sesekali dia mencuri pandang kearah meja pembuatan kopi.

Dia, Luca, melihat sosok manis itu. Putih, tampan, tinggi walau tak setinggi dirinya, rambut ikal hitam legam yang mencapai bahunya. Beberapa helai ikalnya menutupi sebagian dahinya. Sangat menggoda untuk menepis helai ikal itu. Walau cuma sesaat berdiri di depannya tadi tapi Luca bisa melihat jelas wajah barista itu. Senyum yang sangat bersinar dan...bola mata hijau yang sangat menyejukkan. Kenapa hatinya sangat terpukau bahkan yang anehnya juga sedih. Dia mendesah tertahan dan tangannya terkepal erat di atas pangkuannya.

Dia seorang pria. Kenapa aku merasa tertarik? Luca menundukkan kepalanya beberapa saat sambil berpikir keras.

Sota meletakkan pesanan Luca di meja. Luca agak terkejut karena tidak menyadari kedatangan Sota. Mereka saling menatap untuk beberapa detik tapi kemudian Sota tersenyum. Luca kembali terpukau.

"Silahkan dan selamat menikmati." Sota berkata dengan suara yang lembut namun penuh keyakinan.

"Terima kasih."

"Ini bonnya." Sota menyerahkan sebuah map bon pembayaran ukuran sedang pada Luca. Saat Luca mengambilnya, tanpa sengaja jari mereka saling bersentuhan dan...

Sreet...

Sontak mereka menarik tangan dan menjatuhkan map bon ke lantai. Mereka saling menatap kaget. Ada seperti aliran listrik yang dirasakan di jari-jari mereka. Sota memegang erat sisi kanan kiri apronnya sedangkan Luca tetap menatap Sota tajam. Tangan kanannya sedikit gemetar.

Apa ini???? _Sota

Siapa kau???? _Luca

Getaran itu masih terasa di jari-jari mereka yang membuat jantung mereka berdetak kencang dan beribu pertanyaan bersarang di benak mereka.

~~~~~

Yeeey...
Selesai bab kedua. Semoga masih nyambung🤗

17/06/2022
ykd_mosy

Find Me (BXB) (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang