Pagi subuh aku terbangun, dingin sekali, aku menggigil. Aku ternyata lupa pakai selimut dan AC menyala. Mungkin tidak terbangun karena kelelahan tadi malam. Aku langsung saja meraih remote AC dan menekan tombol turn off-nya. Aku berjalan ke kamar mandi untuk buang air. Aku jadi teringat kejadian kemarin. Sungguh siala*n pembantu tua itu.
Saat buang air besar, aku melihat ada bercak putih di dinding tempat mandi. Cukup banyak. Seperti sabun yang sudah mengering, tapi selama ini sabun kami tidak pernah mengering seperti ini. Apa mungkin Pak Rahman buang sperm*anya di sini yaa. Aku jadi emosi pagi-pagi. Terciumnya juga seperti aroma pemutih pakaian, aku yakin sekali itu punya Pak Rahman.
Setelah selesai buang air aku langsung menyiramnya, sulit juga hilangnya. Aku langsung memutar kepala shower untuk aliran air yang lebih kencang. Aku juga menuangkan cairan pembersih toilet di dinding untuk membersihkan cairan putih yang sudah mengering itu. Setelahnya itu, kembali ke kamar untuk tidur karena itu masih subuh pukul 3 pagi.
"Zeell, banguun. Ayoo jangan malas-malasan yah adik kakak yang ganteng !" Kakakku membangunkanku dengan suaranya yang imut, manja dan genit. Aku membuka mataku dan melihat kakakku. Cantik dan seksi sekali. Kimono tipis berbahan satin sangat melekuk mengikuti tubuhnya. Dengan rambut diikat ke atas menampakkan leher jenjangnya yang menurutku sangat seksi. Aku juga melihat belahan dadanya yang sangat menggoda. Mulus sekali kakakku ini. Beruntung bisa melihat pemandangan indah ini untuk memulai hari. Rasanya aku tidak ingin masuk sekolah hari ini, ingin malas-malasan dan cuddling dengan kakak seharian.
Ya ampun, aku sangat terpukau sampai lupa aku tidak memakai selimut. Adikku sudah ereksi pagi ini menjadi semakin maksimal setelah melihat kakakku. Kakakku yang sadar adikku ngacen*g maksimal malah semakin menggodaku dengan menundukkan badannya, tanganny bertumpu di perut bawahku dan bibirnya yang lembut mencium keningku. Alhasil aku dapat melihat sekilas areol*anya. Shiii*t, pengalaman apalagi ini pagi-pagi. Tapi sekilas aku melihat ada bercak merah di payu*dara kakak. Aku tidak yakin juga itu merah kenapa, mungkin digigit nyamuk.
Kakak tersenyum genit, meletin lidahnya dan pergi meninggalkanku dengan gaya jalannya yang menggoda. Dengan segera aku mengejar kakak. Kakak yang sadar aku mengejarnya langsung berlari ke arah dapur. Aku melihat ada Pak Rahman yang sedang memasak. Namun karena kurang hati-hati, kakakku terpeleset dan terjatuh. Kimononya juga terbuka karena ikatannya longgar sejak awal di kamar tadi. Alhasil payudara dan kemalua*nnya terlihat oleh kami berdua. Ternyata kakak tidak memakai apapun lagi dibalik kimononya. Ini pertama kali aku melihat dengan jelas dan terang-terangan payudar*a dan kemalua*n kakakku.
Pak Rahman dengan segera memadamkan api kompor. Ketika aku dan Pak Rahman menghampiri ka Vo, kakak langsung berdiri dan membenarkan kimononya, anehnya dia lebih memilih memperbaiki kimononya dengan menghadap Pak Rahman ketimbang aku. Aku yakin sekali Pak Rahman sangat menikmatinya. Siaala*n ! Kenapa malah kakak lebih malu samaku daripada pembantu tua ini.
Kakak lalu menunduk sambil mengusap-usap kakinya. Pak Rahman yang tingginya 170 cm dan berbadan kurus berotot, berinisiatif langsung mengangkat kakakku dan menggendongnya menuju ruang sofa ruang TV. Aku mengikuti di belakang mereka. Terlihat kakak merangkul leher Pak Rahman. Aku heran kapan mereka menjadi sedekat ini. Biasanya Pak Rahman sangat seganan orangnya.
Saat sampai di sofa, kakak lalu membenarkan kembali kimononya yang sedikit terbuka. Lalu Pak Rahman mengurut kaki kakak. Anehnya kakak tidak mengaduh, malah melenguh manja. Aku langsung merinding dan adikku langsung bangun lagi. Begini saja aku sudah kona*k.
Kakak kemudian memintaku untuk mandi dan siap-siap ke sekolah. Aku menurutinya karena ini memang sudah telat. Untungnya jarak rumahku ke sekolah tidak jauh. Kakak memintaku untuk bawa mobilnya saja karena dia tidak ke kampus hari ini. Dan jalanan ke sekolah juga tidak melewati jalanan besar yang biasa banyak dijaga polisi. Maklumlah aku belum punya SIM A dan papa kami dari dulu sangat menjaga agar kami tidak tersandung dalam jerat hukum, sekecil apapun itu. Baginya, image adalah hal yang sangat penting.
Akupun mandi dengan cepat, sekedar membasahi tubuh dan sabunan. Tidak sempat keramas karena aku khawatir akan telat. Setelah selesai aku buru-buru keluar. Aku mendengar suara desahan, tapi tidak terlalu jelas, aku ingin sekali melihat apa yang terjadi di ruang tamu, tapi waktu terus memburu. Aku memutuskan untuk ke kamarku dan siap-siap untuk pergi sekolah.
Setelah selesai aku langsung menghampiri kakak yang berada di ruang TV, tapi aku kaget saat melihat kakak terengah-engah di sofa sambil membenarkan kimononya, aku sempat melihat buah dada kirinya terbuka sebelum dia menutup dengan kimononya. Terlihat beberapa bercak merah tadi, aku tidak telalu jelas melihatnya.
Kakakku berkeringat, rambutnya acak-acakan, dan aku melihat ada beberapa helai tisu berserakan di lantai. Wajah kakakku merah, dan tersenyum. Tapi aku tidak mendapati Pak Rahman. Ke mana dia yaa?
Aku lalu tanya kakak apa yang baru terjadi. Kakak mengatakan dia baru saja makan pedas tadi. Tapi aku tidak melihat ada makanan di meja ruang TV. Aku mulai memutar otakku membayangkan kemungkinan-kemungkinan. Apa mungkin kakak dengan Pak Rahman???
Tapi menurutku tidak mungkin, karena kakak tidak mungkin mau dengan Pak Rahman yang sudah tua, apalagi dia hanya pembantu kami. Tak sadar aku ereks*i lagi hanya dengan membayangkannya. Mahasiswi semester 4 yang bertubuh bak model ini bermain dengan Pak Rahman yang sudah tua dan hanya pembantu. Aduuh... Fantasi terlarang, dia kakakku!Lalu aku permisi dan buru-buru menuju mobil.
"Kakak tidak bisa antar ke depan yaa adek sayang"
"Tidak apa kak, aku pergi dulu yaa kak, sudah telat"
"Cium kakak dulu dong deek"
Saat aku mencium pipinya aku mencium ada bau aneh, familiar tapi aku lupa itu apa. Aku langsung saja pergi ke mobil dan pergi.Aneh aku tidak melihat Pak Rahman lagi setelah ke kamar mandi tadi. Cukup aneh, aku seharusnya sempatkan sebentar tadi untuk melihat ke ruang TV apa yang sebenarnya terjadi. Aku jadi kembali membayangkan, seperti biasa hanya membayangkan, aku jadi khawatir kakak sendiri di rumah dengan pembantu tua siala*n itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beloved Sister
RomantikKakak yang menurutku sempurna. Selalu menyayangi dan memanjakanku. Aku tak butuh yang lain hanya dia. Aku tak mengira sampai di titik ini aku tidak menemukan adanya kekurangan dari kakakku. Seiring dengan berjalannya waktu, kakak semakin membuatku j...